TW//Blood
Semua karakter, lokasi, insiden, dan organisasi dalam cerita ini adalah fiksi.
Waktu itu, tengah malam yang dingin tampak ceria dengan sinarnya yang begitu terang benderang. Seorang gadis kecil berusia lima tahun terbangun kala tangan kecilnya tak merasakan kehadiran sang ayah ibu yang seharusnya tidur di sampingnya.
Anak itu kesepian, kakinya mulai menyentuh rasa dingin dari keramik putih di kamar orang tuanya. Kaki mungil itu berjalan ke sana-kemari mencari keberadaan sang tercinta, namun sayangnya si gadis harus menelan pahit ketika ia tak menemukan keberadaan orang tuanya.
Tak menyerah, gadis itu berjalan menuruni tangga yang terasa begitu panjang. Dengan langkah pelannya, ia kembali mencoba mencari sang induk untuk meminta kehangatan.
Si gadis kembali menelan pahit. Hawa keberadaan kedua orang tuanya tidak juga ia temukan. Gadis itu mulai melengkungkan bibirnya. Ia yang menyerah menangis begitu kencang ditemani malam bulan purnama. Ia menyembunyikan air matanya pada lutut dan lipatan tangan. Tangis itu terdengar menyayat, meminta siapapun untuk menghiburnya. Namun, saat itu tak ada siapapun yang bisa memberikan balon atau coklat untuk menghibur dan menenangkan si gadis.Â
Semakin lama tangisan itu semakin kencang.
Tiba-tiba suara bisik terdengar dalam indra si gadis. Gadis yang ketakutan itu perlahan mengangkat wajahnya. Mata yang penuh dengan air mata menatap takut setiap sudut rumahnya.Â
Gadis itu tak menemukan apapun dalam jangkauannya. Namun suara bising itu semakin terdengar oleh telinganya. Merasa takut, ia menyembunyikan penglihatan di balik telapak tangannya yang mungil.
"Ibu, ayah...." Tangisnya amat lirih.
"Jangan takut!" Suara itu terdengar jelas di telinganya. Namun ketika si gadis berbalik, suara itu lenyap layaknya udara yang ia hempaskan.