Diskusi mengenai pelaku dosa besar dalam Islam telah menjadi salah satu tema penting dalam sejarah teologi Islam. Berbagai aliran memberikan pandangan yang berbeda mengenai status keimanan pelaku dosa besar, di antaranya Khawarij dan Maturidiyah. Artikel ini akan mengulas perbedaan kedua pandangan tersebut dengan pendekatan teologis dan dalil Al-Qur'an.
Pandangan Khawarij terhadap Pelaku Dosa Besar
Aliran khawarij adalah salah satu aliran awal dalam Islam yang muncul akibat perselisihan politik pasca Perang Shiffin. Dalam teologi mereka, pelaku dosa besar dianggap telah keluar dari Islam. Menurut Khawarij, pelaku dosa besar adalah kafir dan akan kekal di neraka jika tidak bertaubat sebelum meninggal. Hal ini didasarkan pada pemahaman literal mereka terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang mengancam pelaku dosa besar dengan azab neraka, seperti dalam Surah An-Nisa' ayat 48:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَرٰٓى اِثْمًا عَظِيْمًا
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar. (Q.S An-Nisa: 48)
Bagi Khawarij, iman tidak bisa berdampingan dengan dosa besar, sehingga seseorang yang melakukan dosa besar secara otomatis dianggap keluar dari lingkaran Islam.
Pandangan Maturidiyah terhadap Pelaku Dosa Besar
Aliran Maturidiyah merupakan salah satu aliran dalam teologi Sunni, memiliki pandangan yang jauh lebih moderat. Menurut Maturidi, pelaku dosa besar tetap dianggap sebagai seorang muslim selama ia masih meyakini keesaan Allah dan tidak mengingkari rukun iman. Namun, mereka dianggap sebagai fasik, yaitu orang yang imannya berkurang akibat perbuatannya.
Pandangan ini didasarkan pada prinsip bahwa iman tidak hilang hanya karena dosa, tetapi kualitasnya menurun. Maturidi juga menekankan sifat rahmat Allah yang luas dan memberi peluang bagi pelaku dosa besar untuk diampuni selama ia masih memiliki keimanan, sesuai dengan Surah Az-Zumar ayat 53
قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Artinya: "Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya." (Q.S. Az-Zumar: 53)