Mohon tunggu...
Annisa Anggraini
Annisa Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

public health student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kerokan sebagai Pengobatan Tradisional Turun Temurun

1 November 2021   19:25 Diperbarui: 1 November 2021   19:57 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Pinterest

Annisa Angraini/2010912320028

Didi Wahyudi/2010912110015

Novita Agustina/2010912120008

Permasalahan kesehatan pada masyarakat di suatu wilayah tidak akan bisa dilepaskan dari adanya faktor sosial budaya yang sudah ada dalam masyarakat itu sendiri. Faktor sosial budaya yang telah berkembang akan membawa adanya sebuah kepercayaan atau persepsi terhadap pengetahuan tradisional mengenai penyakit, pantangan hubungan positif-negatif serta dampaknya. Dalam budaya tradisional, seringkali terdapat perbedaan pengertian konsep sakit antara masyarakat dan tenaga medis, sehingga mempengaruhi cara penyelesaian masalah kesehatan yang ada. Contohnya saja dengan menggunakan pengobatan tradisional yang telah diwariskan secara turun temurun oleh leluhur. Salah satu pengobatan tradisional yang dipercaya atau mungkin yang sering dilakukan adalah kerokan.

Sebagian besar dari kita tentunya pernah mengalami sakit dan menyebutnya sebagai rasa tidak enak badan, atau yang kita kenal dengan masuk angin. Namun, ternyata dalam pandangan medis masuk angin itu tidak ada dan hanyalah sebutan yang diberikan masyarakat untuk menyebut beberapa penyakit yang menyerang seperti flu, pilek, dan batuk. Bagi kebanyakan orang, cara yang tepat untuk mengatasi masuk angin tersebut adalah dengan kerokan. 

Kerokan merupakan teknik pengobatan yang dipercaya dapat membantu mengeluarkan ‘angin’ dari tubuh. Tidak hanya di Indonesia, kerokan juga terdapat di negara lain dengan penamaan yang berbeda-beda. Contohnya di Vietnam kerokan dikenal dengan sebutan "Cao Gio", sedangkan Kamboja menyebut "Goh Kyol", dan di China sebutan kerokan adalah Gua Sha. Perbedaan yang terlihat hanya pada alat digunakan saat melakukan kerokan.

Kerokan menjadi alternatif pengobatan yang ramai digunakan terutama bagi kelompok menengah ke bawah karena dianggap murah dan mampu menyembuhkan penyakit, seperti masuk angin, mual, nyeri dan pusing. Kerokan dinilai sangat membantu untuk menghilangkan sakit tanpa harus mengeluarkan biaya dengan cukup memanfaatkan koin yang digosokkan pada bagian tubuh tertentu.

Namun, tidak sedikit warga asing yang menganggap bahwa kerokan adalah tindakan yang tidak manusiawi. Hal ini disebabkan karena efek yang ditimbulkan yaitu warna merah pada tempat yang dikerok. Stigma negatif bahwa kerokan akan menimbulkan bengkak hingga merusak pembuluh darah dan kulit juga masih sering ditemui.

Namun, berbeda dengan masyarakat Indonesia yang mengartikan kerokan sebagai pengobatan tradisional yang hemat dan berkhasiat tinggi. Warna merah yang timbul akibat kerokan menujukan tingkat ketidakbugaran tubuh seseorang yang dikerok. Semakin merah warnanya, maka semakin tidak bugar tubuh tersebut. Menurut pengakuan beberapa orang, manfaat yang dirasakan setelah kerokan adalah tubuh yang menjadi segar dan lega kembali.

Kerokan biasanya dilakukan dengan menggunakan uang logam, koin, atau alat bantu khusus kerok yang terbuat dari plastik, tulang, keramik, batu giok, potongan jahe, dan lain-ain. Alat-alat tersebut harus tumpul supaya tidak melukai kulit. Selain koin atau uang logam, perlengkapan lain yang menyertai biasanya berupa minyak urut, balsem, krim atau jenis minyak lain yang berfungsi menghangatkan. Fungsi minyak ini selain menghangatkan memang untuk melicinkan proses kerokan sehingga menghindari terjadinya kulit lecet. Selanjutnya oleskan minyak pada tubuh seperti punggung atau leher, kemudian dilakukan kerokan, Kerokan dilakukan searah dan tidak bolak balik hinggaa muncul ruam merah pada kulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun