"Kalau kayak ko, marugi nelayan mah" (kalau seperti ini, nelayan sedang merugi). Ucap Ayah berbisik ketika kami---saya dan ayah---mengintip hasil memukat.Â
Ayah menjelaskan bahwa cuaca yang buruk seperti ini akan membuat ikan-ikan bersembunyi lebih dalam di laut, sehingga pukat tidak mampu menjerat ikan-ikan yang ada. Dan jika pukat disebarkan terlalu dalam, maka pukat dapat rusak karena terumbu karang.Â
Berbeda dengan pukat harimau. Pukat harimau adalah suatu alat yang mirip dengan pukat namun berteknologi mesin yang dapat menghabisi ekosistem laut.
Seperti yang Ayah katakan, nelayan tidaklah mendapatkan untung besar. Tidak banyak ikan yang terjerat di pukat. Pukat hanya diberatkan oleh sampah dan bubua (ubur-ubur dalam bahasa setempat).Â
Ketika saya bertanya kepada masyarakat setempat, hasil pukat biasanya mencapai 2 ember penuh. Namun ketika itu 3 pukat yang saya lihat bahkan tidak sampai memebuhi satu kantong plastik hitam berukuran kecil. Atau yang seperti pada gambar di atas, hasil ikan yang dapat dijual hanya mampu menutupi dasar ember.
Saya memperhatikan kawasan sekitar pantai penuh dengan nelayan yang berjuang untuk menarik pukat yang sebelumnya telah disebar. Melihat nelatan berkerja membuat saya sadar, memukat bukanlah pekerjaan yang mudah, ini berbeda sekali dengan menjalar ikan.Â
Ayah menjelaskan bahwa biasanya nelayan akan mulai memukat setelah Shubuh (sekitar jam 5). Nelayan akan menggulung pukat yang panjangnya mencapai 250 meter. Setelah itu, pukat dibawa ke kapal bersama 4 nelayan. Dengan jarak yang telah diketahui oleh nelayan, pukat akan di sebar di tengah laut.
Setelah pukat disebar, nelayan akan kembali ke tepi pantai dengan membawa ujung pukat. Para nelayan akan merentangkan pukat dengan cara menarik ujung tali menjauh dari ujung lainnya hingga membentuk huruf "V" terbalik.Â
Menarik pukat ini bukanlah hal yang muda. Satu sisi tali minimal ditarik oleh 4 orang. Dan bukan hanya harus menarik pukat yang berat, namun para nelayan harus melawan ombak, arus, dan kekuatan laut lainnya ketika menarik pukat tersebut. Kegiatan ini bisa berlangsung lebih dari 1 jam hingga 2 jam tanpa henti.Â