Mohon tunggu...
Annisaa Ganesha
Annisaa Ganesha Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kumpulan Mahasiswi Ideologis

Berdakwah dengan pena digital

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Lonjakan Kasus Infeksi, Negara Abai Kebijakan Antisipasi

14 Juni 2020   14:25 Diperbarui: 14 Juni 2020   14:19 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sejak awal tahun 2020, tepatnya awal bulan Maret lalu, Pandemi Covid-19 mulai menyebar di sejumlah wilayah Indonesia. Dari hari ke hari, korban semakin meningkat. 

Terkait hal ini, pemerintah menerapkan aturan social distancing dan menghimbau masyarakat untuk tetap berada di dalam rumah serta menerapkan pola hidup sehat. 

Pemerintah kemudian menetapkan kebijakan darurat sipil, tetapi kebijakan ini menuai berbagai tekanan dan kritikan dari masyarakat, sehingga pemerintah pun mencabut status darurat sipil. 

Sebagai gantinya, presiden mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Namun dalam keberjalanannya, PSBB  menuai berbagai kritikan juga, jumlah korban tetap naik setiap harinya, bahkan hingga hari ini penambahan jumlah kasus kian meningkat tajam.

 Pemerintah tampak lamban mengambil solusi, dan kebijakan-kebijakan yang diterapkan malah membuat rakyat bingung dan geram. Mulai dari kenaikan iuran BPJS, harga BBM yang tidak turun, aturan PSBB yang tidak konsisten, hingga tarik-ulur larangan mudik. Hingga akhirnya pemerintah merancang ide baru, yakni new normal, sebuah tatanan hidup baru dalam beraktivitas dengan dalih memulihkan perekonomian bangsa. Padahal angka kasus Covid-19 belum menurun dan Indonesia masih jauh dari kriteria aman untuk memberlakukan new normal.

Walaupun telah mendapat kritik dari banyak kalangan, pemerintah tetap  perlahan melakukan usaha untuk mengarah pada skema new normal tadi, hal ini dapat dilihat dengan dibukanya kembali operasional moda transportasi dan pelonggaran PSBB. 

Sekarang  pun ramai di media massa foto dan video kerumunan masyarakat hingga mall-mall yang kembali dibuka serta suasana kemacetan di jalan raya. 

Sementara itu kasus baru tetap semakin meningkat. Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona  Achmad Yurianto, mengatakan terhitung sejak 22-23 Mei 2020 kasus positif mengalami kenaikan sebanyak 949 orang. Adapun jumlah kasus per tanggal 31 Mei 2020 mencapai 26.473 kasus.

Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengingatkan semua pihak untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya lonjakan kasus Covid-19 usai Hari Raya Idul Fitri. Hal itu terjadi karena banyaknya masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan selama merayakan lebaran. 

Wakil Ketua Umum PB IDI dr. Adib Khumaidi juga meminta pemerintah   untuk melakukan evaluasi seusai lebaran. Mengingat masa inkubasi virus corona sekitar dua pekan, maka setidaknya dua pekan setelah lebaran sudah harus ada hasil evaluasi sehingga bisa disusun kebijakan lebih lanjut.

Namun, pada faktanya pemerintah tampak tak merespon untuk membuat kebijakan  antisipasi memutus rantai penyebaran virus. Pemerintah hanya berfokus untuk persiapan skema new normal. 

Seharusnya  pemerintah melakukan perombakan kebijakan agar memprioritaskan penanganan kesehatan, apapun risikonya.  Bila tidak, maka upaya apapun yang ditempuh baik untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi maupun menormalkan kondisi sosial hanya akan memperparah kondisi krisis.

Bila kita melihat solusi dari problematika ini dari sudut pandang Islam, akan kita dapatkan bahwa adalah sebuah kewajiban negara untuk menjadi penanggung jawab dan menjamin kebijakan demi usaha untuk melindungi rakyatnya. Dimana kebijakan tersebut berdasarkan pada wahyu, dan dijalankan dengan cara-cara yang sesuai syariat, yang juga melibatkan mekanisme yang selaras dengan ilmu dan sains untuk masalah kesehatan seperti ini.

Kebijakan negara untuk memutus rantai penyebaran wabah adalah lockdown sembari memaksimalkan penanganan korban. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Bila kamu mendengar wabah di suatu negeri, jangan datangi. Bila wabah itu di negeri tempatmu, janganlah keluar dari situ" (HR Muslim).

Pada tahun 1428 ketika terjadi wabah di kota Bursa, salah satu kota penting Khilafah Utsmani, anggota keluarga kekhilafahan yaitu 3 saudara laki-laki dan juga sepupu Sultan Murad II ada yang meninggal karena wabah. 

Hal ini menunjukkan mereka bertahan dan tidak meninggalkan kota. Sedangkan Sultan Muhammad Al-Fatih dalam kampanye militer di tahun 1464 paska pembebasan juga menghindari wilayah Balkan yang sedang mengalami wabah. Dapat dilihat bahwa perilaku para penguasa Khilafah Utsmani ini selaras dengan hadis tadi.

Selain itu, pada wabah smallpox di abad ke-19 yang melanda Kekhilafaan Utsmani, Muhammad ibn al-Lakhm al-Shaquri adalah murid dari Ibn Khatib memberikan nasihat praktis bagi warga yang harus tinggal di wilayah wabah. Seperti penggunaan alat makan yang terpisah dan pembersihan dengan cuka pada alat tersebut sebelum dan sesudah penggunaannya.

Cara berpikir mereka menunjukkan adanya pengakuan terhadap Allah sebagai Dzat yang telah menetapkan khasiat pada makhluknya dan memelajari khasiat tersebut. 

Secara bersamaan juga berupaya untuk bersikap proaktif (bukan pasrah) melakukan observasi yang bisa menghasilkan rekomendasi kesehatan secara praktis.

Pengetahuan ini ternyata membantu populasi di Granada untuk bisa kembali bangkit dari wabah Black Plague dan bahkan sekaligus berhasil menyelesaikan proyek pembangunan Istana Alhambra.

Ketika wabah smallpox melanda Khilafah Ustmani, timbul kesadaran di kalangan penguasa tentang  pentingnya vaksinasi smallpox. Maka Sulthan memerintahkan di tahun 1846 penyediaan fasilitas kesehatan yang bertugas untuk melakukan vaksinasi  terhadap seluruh anak-anak warga muslim dan non-muslim dengan dukungan fatwa ulama tentang pencegahan penyakit dan bukti empiris yang menunjukkan proteksi dari kematian.

Namun, wabah smallpox kembali terjadi tahun 1850 akibat banyaknya orang tua yang tidak memvaksinasi anak-anak mereka. Sultan menyatakan bahwa tindakan para orang tua yang lalai mengantar anak-anak mereka ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan vaksinasi telah melanggar syariat dan hak anak. Padahal Sulthan telah menyiapkan banyak sekali faskes dan juga dokter ataupun profesional kesehatan lainnya.

Suatu yang pasti dari paparan di atas adalah begitu pentingnya keputusan yang diambil penguasa karena keputusan itu menyangakut kemaslahatan rakyat, terlebih lagi menyangkut nyawa mereka. 

Maka penguasa tidak bisa gegabah, sembrono, dan abai dalam membuat kebijakan. Dan juga, solusi yang diberikan oleh Islam akan disesuaikan dengan kemajuan pengetahuan disetiap masa. Dan mengisolir wilayah sesuai yang disyariatkan Islam adalah tindakan preventif agar wabah tidak meluas. (Imma)


Referensi

1, 2, 3, 4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun