Masyarakat tidak dapat hidup tanpa budaya, dan budaya hanya dapat hidup jika ada masyarakat di dalamnya, karena kedua hal ini merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Budaya berkembang dari kompleksitas hubungan interpersonal dalam sebuah kelompok masyarakat; oleh karena itu, identitas dan kepribadian masyarakat setempat memiliki dampak yang signifikan terhadap bagaimana perilaku budaya direpresentasikan. Budaya terbentuk karena adanya keinginan untuk mempertahankan suatu kebiasaan, yang kemudian dilestarikan, sehingga budaya tersebut dapat melindungi masyarakat secara keseluruhan dan memungkinkan untuk hidup damai dan sejahtera. Agar perilaku masyarakat dapat efektif dalam melestarikan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun dalam kehidupan kelompok masyarakat tersebut, baik nilai budaya maupun adat istiadatnya, maka diperlukan pemahaman mengenai hubungan antara mempertahankan tradisi dan kemajuan modernisasi yang ada.
Perubahan budaya menjadi topik hangat yang seringkali muncul dalam perbincangan. Dalam beberapa tahun terakhir, isu budaya dan modernisasi dalam kehidupan masyarakat sering muncul dalam percakapan dan berkembang menjadi subjek analisis yang menarik. Hal yang seringkali disinggung adalah kecenderungan perilaku meniru budaya dari negeri lain, yang menyebabkan perilaku  suatu budaya semakin rentan untuk meniru sebuah proses, produk, atau teknologi industri saat ini. Kehadiran globalisasi atau megatren tidak diragukan lagi menjadi salah satu penyebab perubahan budaya. Budaya global atau globalisasi ini kemudian juga memasuki ranah komunikasi antarbudaya. Kemampuan untuk menyaring budaya yang masuk ke dalam lingkungan kita jelas sangatlah diperlukan ketika hal ini terjadi.
Dari perilaku perubahan budaya ini, perubahan iklim merupakan dampak yang patut kita beri perhatian yang serius. Budaya konsumtif yang instan akibat globalisasi yang selalu berhubungan dengan besranya sektor indutri menjadi salah satu penyebab utama terjadinya perubahan iklim. Bagaimana tidak? Saat ini hampir semua sudut kehidupan kita berhubungan langsung dengan eksploitasi alam. Mulai dari tingginya penggunaan kendaraan pribadi yang menggunakan bahan bakar minyak, pembanguanan infrastruktur di setiap tempat, kemudian makanan cepat saji  dengan limbahnya, dan juga pergantian trend fashion yang selalu berganti tiap waktu, membuat banyaknya pakaian usang yang menumpuk.
Sebagai dampak dari perubahan iklim, suhu di bumi saat ini telah meningkat lebih cepat daripada beberapa tahun terakhir, yang tentu saja memaksa orang untuk lebih menyesuaikan diri dengan cuaca. Indonesia sendiri  memiliki dua musim yang berbeda, musim hujan dan musim kemarau, yang secara alamiah dipisahkan oleh waktu. Namun, musim kemarau telah bergeser menjadi lebih lama dari musim hujan sebagai akibat dari kemajuan teknologi, penggunaan lahan yang tidak tepat, dan peningkatan populasi global, terutama di Indonesia yang telah meledak. Musim kemarau yang terasa lebih lama tidak hanya berdampak pada suhu planet ini, tetapi juga mengubah sistem yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk kualitas air, habitat hutan, kesehatan, oksigen, lahan pertanian, dan ekosistem pantai.Â
Di sini dapat disimpulkan bahwa dampak dari perubahan budaya dan perubahan iklim ini mengikat satu sama lain. Keberlangsungan manusia dan juga makhluk hidup lainnya di muka bumi ini menjadi terancam karena eksplotasi alam terus menerus untuk industri demi memenuhi kebutuhan globalisasi. Sudah sepatutnya masyarakat mulai sadar akan perilaku yang diterapkannnya saat ini memiliki dampak yang signifikan bagi keberlanjutan kehidupan di bumi. Keberlanjutan dunia juga harus menjadi perhatian kita semua karena ketika bumi terancam, maka seluruh ekosistemnya juga akan terancam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H