Mungkin Leil sudah cukup sering disamakan dengan gaya penulis di luar sana itu, lebih karena setting, tokoh dan ceritanya yang kebanyakan "impor". Tapi ia berhasil mematahkan pemikiran yang meragukan kemampuannya dalam berfiksi dengan rasa lokal. Baca saja "Di Bawah Merah Langit Papua", "Rendezvous di Lautan Pasir" dan "Para Penyembah Batu". Ketiga cerita ini berlatar belakang daerah di Indonesia.
Selama ini saya penasaran dengan gaya Leil bercerita dengan setting lokal. Nyatanya, ia berhasil. Ia sukses menjamu rasa penasaran saya, cukup dengan tiga judul ini saja. Apalagi judul kedua, yang ber-setting di Gunung Bromo itu. Saat membacanya, barulah saya sadar; inilah karya romantis Leil. Bersahaja namun indah. Meski alur ceritanya bisa ditebak, namun seperti yang saya tulis tadi, Leil mampu membungkusnya dengan begitu indah sehingga tak sedikitpun membuahkan kekecewaan.
Saya malah penasaran dengan cerita Papua itu. Sempat kecewa, karena saya tak ingin ending-nya hanya berakhir sampai di situ. Saya sempat membolak-balik halaman dan berpikir kalau ada halaman yang hilang. Tapi ternyata ya memang hanya sampai di situ. Ah, padahal kalau diteruskan, itu bisa jadi cerpen yang bagus sekali. Apalagi temanya -setahu saya- masih terbilang jarang diangkat ke dalam fiksi. Menantang rasa penasaran.
Tapi setelah dipikir-pikir, itu pula lah asyiknya cerita dengan ending "menggantung". Pembaca bebas meneruskan imajinasinya dan menentukan sendiri penutupnya. Seperti bermain tebak-tebakan. Tapi lebih dari itu, ada sebersit harapan agar Leil lebih banyak menulis dengan setting daerah di Indonesia. Saya rasa, dengan gaya bertuturnya sekarang ini, itu dapat menjadi tulisan-tulisan fiksi yang sangat menarik.
Kedua puluh cerita yang terangkum di bukunya ini memang menarik. Bahkan menjadi sangat menarik karena tema-temanya yang unik dan sarat makna filosofi tentang kehidupan. Jadi sebenarnya tak ada yang paling berkesan. Seluruhnya berhasil membuat saya terkesan. Karenanya, bisa saya katakan kalau karya perdananya ini menuai sukses. Saya bahkan berharap jika karyanya ini ditawarkan ke penerbit non-indie dengan harapan agar bukunya dapat beredar luas di toko buku dan dibaca oleh lebih banyak orang. Semoga suatu saat nanti...
***
>> Mbak Leil, ditunggu buku selanjutnya ya... ;D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H