Mohon tunggu...
Annisa F Rangkuti
Annisa F Rangkuti Mohon Tunggu... Psikolog - 🧕

Penikmat hidup, tulisan, dan karya fotografi. https://www.annisarangkuti.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Aku Mati Karena Ayahku (Sebuah Obituari)

12 Agustus 2012   08:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:54 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1344760574667369139

Begitu banyak luka batin di hatinya, ternyata. Begitu banyak laku sang Ayah yang tak bisa ia terima, namun harus ia telan dengan terpaksa. "Aku tak mau jadi dokter, Yah!" mungkin pernah begitu teriak batinnya. Hobinya bermusik pun harus ia kubur dalam-dalam. Aku tahu hobinya itu karena grup musiknya pernah tampil di SMU kami. ia adalah alumni SMU yang unjuk kebolehan saat ada perhelatan di sekolah. Atau karena tekanan terus menerus yang akhirnya menikam jiwanya pelan-pelan. Acap kali ia terpaksa mendengar hina dina sang Ayah pada pilihan jurusan kuliahnya, yang jauh dari dunia medis. Bagi Ayahnya, dunia selain dunia medis seolah tanpa masa depan yang pasti.

Sayang, luka batinnya yang lebar menganga terlalu lama terabai, sementara kasih sayang sejati dari sang Ayah tak kunjung ia dapatkan. Hingga akhirnya luka itu terinfeksi, menimbulkan perih yang teramat sangat. Perih yang tak tertahankan. Ia limbung. Tak tahu berpegang pada siapa. Ibunya, adik-adiknya, juga tak kuasa, sama sepertinya. Ia, si sulung lelaki, harapan terbesar keluarga, akhirnya menyerah pada bayang-bayang sang Ayah yang tak pernah mampu ia enyahkan.

Penderitaan demi penderitaan pun mengikutinya. Ia sulit bangkit. Dan akhirnya memang tak pernah bisa bangkit dari keterpurukan. Dunianya hancur tak berjejak. Obat-obatan medis dan pasung itu menjadi saksi bisu sekaligus karibnya sebelum ajal menjemput.

Ya, pada akhirnya Allah memanggilnya pulang, tadi malam. Saat langit Ramadhan sedang cerah dan indah dipandang. Di saat manusia-manusia lain tengah sibuk mempersiapkan hari rayanya dengan sukacita. Di saat itu pula ia harus berpasrah pada takdir, menghadap Sang Maha dengan segala bekal yang sempat ia bawa. Dalam hening. Dalam kesenyapan yang hanya ia dan Tuhannya mengerti.

Semoga Allah mengampunimu, saudaraku. Semoga kebahagiaan sejati melingkupimu di sisiNya. Amin Yaa Robbal 'Alamiinn...

***

>> Sebuah catatan sederhana tentang dampak dari pola asuh orangtua yang otoriter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun