Mohon tunggu...
Annisa F Rangkuti
Annisa F Rangkuti Mohon Tunggu... Psikolog - 🧕

Penikmat hidup, tulisan, dan karya fotografi. https://www.annisarangkuti.com/

Selanjutnya

Tutup

Humor

Ceria Bersama Dudul bin Koplak!

23 April 2012   09:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:15 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13351740951529236997

ADA yang senantiasa menggelitik sebenarnya dalam berinteraksi di Kompasiana ini. DUDUL. Pasti Anda pernah membaca atau mendengar kata itu kan? Itu kata yang akrab di mata dan telinga para kompasianer, terutama kompasianer angkatan Negeri Ngotjoleria (angkatan tua di Kompasiana. Hahahah...). Saya sendiri pertama kali kenal si Dudul ya dari Kompasiana ini. Sejak awal ngompasiana, saya merasa kata ini bagai teman lama yang memiliki kembaran dengan kata DODOL. Hahaha.. Kalau kata "dodol" selalu diasosiasikan dengan "telmi", "lola" atau kasarnyaa "bego", "bodoh", "tolol", ya pastilah asosiasi untuk kata kembarannya si Dudul itu sama juga. Iya, konotasinya memang negatif. Tapi entah kenapa terbaca dan terdengar asyik sekali. Iya kan? ;D

Si Dudul ini pun mengalami perkembangan dalam makna. Kehalusan nada dalam pengucapannya membuat siapapun yang ditempel kata ini justru akan tersenyum atau tertawa. Tidak marah sama sekali. Aneh ya? Hahahah.. Lebih jauh, Dudul yang termasuk golongan kata "celaan" ini lebih dihubungkan pada kondisi seseorang yang suka melucu, yang lawakannya dapat membuat orang lain terbahak-bahak. Termasuk orang yang berselera humor tinggi. Apa saja bisa jadi bahan celaan dan lawakannya. Nah, sekarang si Dudul sudah naik kasta karena menempel pada orang-orang yang pintar menghibur lewat humornya. Pasti sudah tahu kan, kalau orang-orang yang berselera humor tinggi itu adalah orang-orang yang cerdas dan kreatif? Kalau tidak, pastilah humor-humornya terasa seperti kerupuk. Tak lucu sama sekali, bahkan dapat mengundang rasa kasihan. Hahaha...

Lama-lama, saya juga perhatikan kalau Dudul ini makin luas lagi cakupannya. Justru itu "celaan" untuk orang-orang yang kreatif dan imajinatif dalam berkarya, dalam hal ini adalah tulisan. Makin "liar" imajinasi, makin kreatif dalam meramu kata-kata, makin mengundang decak kagum, eehh..yang punya tulisan biasanya menanggapi dengan santai dan rendah hati; "Ah, cuma lagi dudul aja. Hehehe.." Padahal kita tahu, karyanya itu bagus, keren, inspiratif, menarik, pokoknya mencakup semua kategori rating itu. jadi kata dudul itu juga bisa mewakili rasa "terima kasih" seorang kompasianer karena karyanya sudah diapresiasi. Begitu kira-kira pikiran saya.

Saya menemukan tag "duduls" pada karya-karya kompasianer Suri Nathalia. Bagi yang membaca dan mengikuti karya-karyanya, saya yakin pasti akan memuji. Tapi ya itu tadi. Si baby imut ini agaknya memang selalu rendah hati dimana-mana. Tak ingin terlalu menonjol dan lebih memilih untuk menanggapinya dengan bersahaja untuk setiap pujian yang diterimanya.

Lain lagi kalau kata Dudul ini sudah dilekatkan pada nama kompasianer. Yang ketiban "sial" ini adalah kompasianer Inge, yang dari dulu beberapa teman kompasianer menambah gelar di belakang namanya menjadi "Inge Dudul" atau disingkat IngDul. Hehehe...lucu sih, tapi yang punya nama santai-santai saja tampaknya. Hahahah...malah penamaan itu membuat interaksi semakin akrab dan lepas. Tidak ada lagi kata "jaim" atau sungkan ketika mengobrol ngalor ngidul antar sesama kompasianer. Interaksi yang hangat dan akrab itulah yang sedari awal membuat saya begitu cinta dengan Kompasiana ini. Entah kenapa. Meski di dunia maya, namun sejauh ini saya menemukan teman-teman yang baik, tulus dan jujur dalam berteman. Itu satu hal yang membuat saya masih betah menulis di sini.

Rasanya senang sekali kalau berhasil membuat orang-orang tertawa lalu diteriaki dengan kata "Duduuuuuuulll..!" Hahahah..serasa jadi pelawak atau komik betulan. Membuat orang lain tertawa itu sebenarnya gampang-gampang susah. Lawakan biasanya hanya akan nyambung kalau level selera humornya sama. Kalau lawan interaksinya orang yang cenderung serius, dijamin lawakan atau cela-celaan yang kita rasa paling lucu sekalipun tak akan ditanggapi lebih jauh dan kedudulan pun berakhir sampai dua kali sahut-sahutan saja. Hahahah...

Untuk itulah dibutuhkan kreativitas dan "keliaran" imajinasi yang tinggi. Meski "liar", namun bukan berarti kebablasan. Tetap ada etiket-etiket yang harus dipegang dalam berinteraksi dengan humor atau candaan. Tapi biasanya, semakin akrab interaksi maka semakin jauh humor melambung tinggi. Asal saling berpikir positif, maka humor atau candaan yang mungkin dirasa orang lain sudah kelewat batas tidak akan menjadi masalah. Jadi tergantung pada individunya juga.

Jika sekarang Dudul kurang populer, saya rasa itu hanya masalah pergantian istilahnya saja. Sekarang yang lebih familiar adalah kata KOPLAK. Awalnya saya tak tahu apa arti koplak ini. Apakah sama dengan koplak pisang? Ternyata koplak itu tak lain tak bukan adalah...hmmm...adalah... (eh, saya juga kurang tahu...hahahah...) Pokoknya asosiasinya itu kata "lucu", "menghibur", "bikin ngakak", dst.

Untuk urusan perkoplakan ini, pasti geng KoplakYoBand jawaranya. Postingan-postingan maupun interaksi antar anggota geng ini di kolom komentar sungguh menghibur. Meski tak urun nimbrung, cukup membaca diam-diam komentar-komentar koplak mereka sudah membuat saya bahagia. Hahaha...Lumayan untuk olahraga muka setiap hari. Ngakak sendirian sampai terkadang menderita kram perut sudah pernah saya alami. Ini betul-betul senam muka yang manjur. Kata orang-orang, wajah saya jadi cerah dan tampak 20 tahun lebih muda belakangan ini. Percaya? Hahahah...

Pastinya bukan hanya geng KoplakYoBand yang mengaku koplak. Semua geng atau grup kompasianer di Kompasiana ini berbakat untuk berkoplak ria. Kita semua berpotensi untuk menderita koplak. Baik perorangan maupun kelompok. Baik individu maupun massal/klasikal. Di antaranya pastilah termasuk jenderal, suhu, juragan (whatever!) kopdar Babeh Helmi, yang sayangnya sudah lama tak memeriahkan dunia perkoplakan dan perdudulan Kompasiana dengan tulisan-tulisan huror (humor horor)nya.

Juga kompasianer Lia Agustina a.k.a Lia Firzal, yang sudah lamaaa sekali tidak meng-up date tulisan unyu-unyunya. Hahahah.. Yang disebut terakhir itu, si Liachay itu, sempat menorehkan sejarah di Kompasiana ini sebagai kompasianer yang jumlah komentar di salah satu postingannya mencapai hampir 2000 komentar! Ruar biasa bukan? Tapi ya jangan dikira komentar yang sebegitu banjirnya itu isinya benar-benar komentar. Hahahah.. Isinya pastilah komentar-komentar tak jelas ala dudul bin koplak semua. Hahahah... Tapi itu adalah sebuah prestasi yang membanggakan dari seorang Lia.

Sayangnya, entah kenapa, sejak insiden itu (padahal ini cuma asumsi ngasal. Hahahahah...) ia seolah sudah memutuskan untuk tidak lagi menulis di Kompasiana. Padahal baru saja tadi siang, ia kembali muncul di status facebook saya dan kembali berkoplak ria. Lalu dengan segala kesadaran, saya menulis ini untuknya agar ia mau kembali berkiprah di Kompasiana (kalau sempet sih...kalau nggak sempet ya disempet-sempetin yaa...). Ayolah, Nak..kembali menulis di sini agar senantiasa ceria harimu, hari kita...

Akhir kata, apapun namanya atau apapun istilahnya, intinya saya cuma ingin menyerukan dan menghimbau untuk tetap memelihara selera humor dengan baik. Hidup ini memang harus dijalani dengan serius, tapi bukan berarti melupakan yang namanya anugerah untuk bisa tertawa dan berbahagia setiap hari. Tertawa dan bahagia itu pilihan, tapi untuk tetap dudul dan koplak itu adalah suatu keharusan. Hahahah...

Salam Dudul bin Koplak!

***

>> Sebuah tulisan ajakan yang sangat panjang. Hahahahah...

>> Gambar ilustrasi karya AFR

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun