Pas. Perempuan itu keluar dari club malam itu tepat ketika ia menghentikan mobilnya. Ia mendekat. Tak peduli pada lelaki yang terhuyung di rangkulan perempuan itu.
"Helena.." sapanya tegas. Perempuan itu tak menoleh. Ia bahkan tampak kepayahan kini. Lelaki yang dipapahnya terlalu gendut.
"Helena..." Panggilnya lagi. Sama saja. Perempuan itu tak menoleh. Lelaki berjaket hitam itu lalu menarik bahunya paksa. Perempuan itu terkejut. Lelaki di rangkulannya terlepas, menggeletak tanpa daya dalam kondisi mabuk berat.
"Helena, masih ingatkah kau padaku? Aku lelaki yang mencintaimu setengah mati sejak dulu. Aku lelaki yang setia menunggumu sampai kapanpun. Sampai mati pun aku rela." Mata lelaki itu membelalak, menggerayangi wajah perempuan itu hingga ia mundur beberapa langkah.
"Aku bukan Helena," jawab perempuan itu.
"Tidak mungkin! Kau Helena. Kau cinta matiku. Kalau kau berkilah, lebih baik tidak ada lelaki lain yang bisa menyentuhmu selain aku!"
"Siapa, kau? Aku bukan Helena!" teriak perempuan itu sambil berbalik, bersiap pergi.
"Kau Helena!" Lelaki itu mendekatkan tubuhnya.
Jantung perempuan itu mulai berdegup kencang. Wajahnya pias dan tubuhnya gemetar demi melihat wajah lelaki itu di bawah keremangan lampu jalan. Dingin dan beraura iblis. Pertanda buruk! Ia melangkah cepat. Lelaki itu menjejeri langkahnya. Ia percepat lagi langkahnya. Lelaki itu juga semakin cepat. Ia berlari, lelaki itu mengejar. Ia berlari. Terus berlari. Lelaki itu semakin cepat juga berlari. Tak peduli ia pada orang-orang dan kendaraan yang tiba-tiba melintas. Dalam pikirannya, ia hanya ingin menjauh dari lelaki tak dikenal ini. Ia masuki lorong-lorong sempit nan gelap. Di sebuah gang, ia berhenti. Bersandar menyamping pada bahunya sambil mengatur nafasnya yang tinggal satu-satu.
Ia baru akan berlari lagi ketika sebuah tangan meraih pundaknya. Ia menjerit tertahan.
"Kau Helena," suara lelaki itu pelan. Sorot matanya menciutkan nyali.
Perempuan itu menggeleng kuat-kuat. Matanya membelalak. Sorot matanya begitu rapuh di hadapan lelaki itu. Ia mulai berteriak minta tolong. Lelaki itu tak peduli.
"Kalau kau bukan Helena, aku akan tetap menganggapmu Helena. Aku akan memilikimu selamanya." Suaranya dalam dan parau. Dicengkeramnya bahu perempuan itu, dibalikkan tubuhnya dan dibekapnya. Perempuan itu sebentar meronta lalu lemas tak berdaya. Dengan sigap, dipapahnya tubuh perempuan itu. Kepada orang-orang yang memandangnya heran, ia katakan kalau pacarnya yang cantik itu sedang mabuk berat. Ia pun berlalu dengan mobilnya menembus kepekatan malam.
***
Beberapa perempuan cantik duduk manis menunggunya di kamar itu. Ia menyapa dan tersenyum pada mereka lalu membaringkan perempuan yang dipapahnya tadi di tempat tidur. Noda darah masih berceceran di pakaian minimnya. Lelaki itu memandang jijik sebentar ke usus yang terburai lalu menyeringai tawa.
"Bagaimanapun kondisimu sekarang, kau tetap cantik, Helena. Kalau kau kini berdarah-darah, itu salahmu. Kau terlalu kuat meronta tadi hingga aku gelap mata. Coba kalau kau rileks saja. Aku hanya akan mencekikmu sampai mati." Ia sentuh bibir Helena. Membelai wajahnya.
"Sebentar lagi aku punya boneka baru yang cantik." Ia kecup bibir Helena lembut.
"Dan kalian akan punya teman baru," katanya pada barisan perempuan di dinding kamar. Mayat-mayat perempuan itu tersenyum mengerikan.
***
>> Annisa F Rangkuti ( No 112).
>> Silakan nikmati sajian MIRROR lainnya di sini. >> Gambar ilustrasi dari sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H