"Kau Helena," suara lelaki itu pelan. Sorot matanya menciutkan nyali.
Perempuan itu menggeleng kuat-kuat. Matanya membelalak. Sorot matanya begitu rapuh di hadapan lelaki itu. Ia mulai berteriak minta tolong. Lelaki itu tak peduli.
"Kalau kau bukan Helena, aku akan tetap menganggapmu Helena. Aku akan memilikimu selamanya." Suaranya dalam dan parau. Dicengkeramnya bahu perempuan itu, dibalikkan tubuhnya dan dibekapnya. Perempuan itu sebentar meronta lalu lemas tak berdaya. Dengan sigap, dipapahnya tubuh perempuan itu. Kepada orang-orang yang memandangnya heran, ia katakan kalau pacarnya yang cantik itu sedang mabuk berat. Ia pun berlalu dengan mobilnya menembus kepekatan malam.
***
Beberapa perempuan cantik duduk manis menunggunya di kamar itu. Ia menyapa dan tersenyum pada mereka lalu membaringkan perempuan yang dipapahnya tadi di tempat tidur. Noda darah masih berceceran di pakaian minimnya. Lelaki itu memandang jijik sebentar ke usus yang terburai lalu menyeringai tawa.
"Bagaimanapun kondisimu sekarang, kau tetap cantik, Helena. Kalau kau kini berdarah-darah, itu salahmu. Kau terlalu kuat meronta tadi hingga aku gelap mata. Coba kalau kau rileks saja. Aku hanya akan mencekikmu sampai mati." Ia sentuh bibir Helena. Membelai wajahnya.
"Sebentar lagi aku punya boneka baru yang cantik." Ia kecup bibir Helena lembut.
"Dan kalian akan punya teman baru," katanya pada barisan perempuan di dinding kamar. Mayat-mayat perempuan itu tersenyum mengerikan.
***
>> Annisa F Rangkuti ( No 112).
>> Silakan nikmati sajian MIRROR lainnya di sini. >> Gambar ilustrasi dari sini.