Mohon tunggu...
Annisa F Rangkuti
Annisa F Rangkuti Mohon Tunggu... Psikolog - 🧕

Penikmat hidup, tulisan, dan karya fotografi. https://www.annisarangkuti.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

The Power of Lipsync

17 April 2011   08:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:43 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_101246" align="aligncenter" width="448" caption="http://tinyurl.com/3rmpm69"][/caption]

Judul di atas bukan event tandingan The Power of Book yang saat ini digelar Kompasiana. Bukan pula ingin mengajak Anda beramai-ramai unjuk diri dengan ber-lipsync ria. Untuk yang rajin mengikuti perkembangan dunia hiburan tanah air, pastinya Anda sudah paham dengan apa yang saya maksud. Apa lagi kalau bukan berita tentang Briptu Norman Kamaru yang fenomenal itu. Ah, tak disangka, ternyata saya ikut-ikutan juga menulis tentangnya. Padahal sebelumnya saya tak punya niat sama sekali untuk turut serta meramaikan beritanya yang sensasional. Tapi apa hendak dikata, saya sudah telanjur muak. Muak dengan pemberitaan media cetak maupun elektronik yang saban hari tak lepas dari nama Briptu asal Gorontalo itu.

Berita terakhir yang saya tonton dari salah satu stasiun televisi swasta kemarin sore, menayangkan Briptu Norman yang dielu-elukan masyarakat ketika sedang mengunjungi Kapolda Gorontalo. Kerumunan masyarakat rupanya telah menanti kedatangannya. Siapa nyana, Briptu yang bergaya luwes ini mendadak jadi artis papan atas yang kabar beritanya diincar para wartawan di seantero negeri. Apa sebab? Jelas karena rekaman polahnya yang bernyanyi dan berjoget lincah mengikuti alunan melodi India yang disenandungkan Sahrukh Khan tengah beredar luas. Ketika lewat di sebuah toko CD bajakan, lagu Chaiya-chaiya tengah diputar dengan volume keras. Meski hanya beberapa jenak, namun irama lagu itu rasanya turut menyertai perjalanan saya sampai ke tujuan atau kemanapun saya pergi. Siaran televisi di banyak tempat seolah tak henti menyiarkan berita terakhir tentang kehidupan Briptu Norman lengkap dengan background musik lagu yang sama. Bagaimana saya jadi tidak hafal nadanya? Hahaha... Sambil lagu itu terngiang-ngiang, gerak-gerik Briptu Norman di video Youtube itu pun seakan turut diputar. Memang tak ada yang menyangkal kalau video dan pemberitaan tentangnya itu cukup menghibur, tapi kalau terlalu sering, jenuh juga yang akan muncul. Belum sampai setahun ketika fenomena yang sama terjadi sekitar bulan Juni 2010. Tentu Anda tak lupa dengan video lipsync lagu "Keong Racun"-nya Shinta dan Jojo. Tak lama setelah video itu diunggah di Youtube, berita tentang duo gadis cantik dan ceria ini beredar luas. Mungkin itu fenomena lipsync pertama di Indonesia yang menuai sukses dan reaksi yang luar biasa. Bahkan popularitasnya sampai mengalahkan popularitas pelantun asli tembangnya. Duo ini pun mendadak jadi artis yang dikerubungi banyak penggemar. Dendang Keong Racun pun diperdengarkan dimana-mana. Dua mahasiswi dengan segala kepiawaiannya ber-lipsync ria ini pun akhirnya menjadi komoditas kapitalisme dunia hiburan. Tampil di televisi sebagai pengisi acara-acara hiburan sampai menjadi bintang iklan. Hiburan yang dipertontonkan Briptu Norman mungkin tanpa intensi apa-apa. Dapat dilihat kalau itu murni bentuk "keisengan pribadi", selingan kala jemu bertugas dalam aturan yang kaku setiap hari. Manusiawi. Tetapi entah siapa yang lebih dulu membesar-besarkannya hingga menjadi sajian wajib di media seperti sekarang. Belum lagi aneka acara hiburan seakan-akan berebut mengundang figurnya untuk tampil di berbagai kesempatan. Bagi para artis lipsync ini, mungkin ini adalah berkah karena ketenaran dan segala hal yang menyangkut peningkatan finansial sudah tercapai. Tapi siapa yang berani menjamin "kesuksesan" ini akan berlangsung lama? Mengingat dalam waktu singkat mungkin akan banyak yang mengikuti jejak mereka dengan mengusung keunikan yang berbeda. Lalu pemain hiburan dengan cara instan ini pun akan segera mengalami regenerasi. Easy come, easy go. Khawatirnya, mereka tak sadar jika tengah dimainkan sebagai "alat" awak media dunia hiburan. Sebentuk kapitalisme yang bersembunyi di balik selubung simbiosis mutualisme. Para artis memperoleh ketenaran dan kesejahteraan materi, sementara peningkatan oplah dan rating diraup oleh media, yang ujung-ujungnya juga demi sebentuk materi. Jika tak ada kasak-kusuk media sebagai penyebar informasi, mungkin Briptu Norman atau Shinta dan Jojo masih sebagai orang-orang biasa yang mengekspresikan kemampuannya ber-lipsync lewat Youtube dan terkenal hanya sebatas dunia maya. Tapi zaman serba cepat begini, batas maya dan nyata sudah kabur. Apa yang sedang heboh di dunia maya pasti lah juga segera sampai ke dunia nyata. Tinggal lagi, berita yang sampai ke masyarakat luas disampaikan secara proporsional atau tidak. Tanggung jawab dan idealisme jurnalistik berperan besar dalam hal ini. Bisa jadi inilah gambaran diri kita, yang tercermin dari dunia penyiaran dan media massa kita yang suka menanggapi sesuatu secara berlebihan dan tidak pada tempatnya. Segala macam berita yang sesungguhnya remeh temeh dapat mencuat dan menjadi berita besar sekian lama hanya demi memuaskan nafsu dan kepentingan tertentu. Dan kita, atau saya sebut saja sebagian masyarakat Indonesia, seolah kehilangan figur yang dapat dijadikan panutan, sehingga kala seseorang muncul dan "didewakan" melalui berita media, kita pun langsung latah dan bereaksi berlebihan. Maka istilah asal berikut rasanya cocok untuk menggambarkan situasi ini; The Power of Lebay. Mengamati ini, akhirnya muncul sebentuk keprihatinan di hati saya tentang media massa kita; mengapa hanya berita-berita dari dunia hiburan yang banyak di-blow-up? Mengapa setiap hari generasi muda kita lebih banyak dicekoki dengan acara-acara hiburan yang sesungguhnya lebih banyak mengisi otak dengan fantasi tingkat tinggi yang melenakan? Bagaimana dengan pemberitaan tentang prestasi anak negeri? Atau kisah-kisah inspiratif yang mengobarkan semangat juang? Saya yakin persentasenya tak seimbang. Melihat fenomena Shinta dan Jojo serta Briptu Norman, bisa jadi akan muncul sebuah pemikiran di benak-benak generasi muda yang ingin tenar dan kaya mendadak; lipsync saja lagu-lagu yang unik dan unggah di Youtube. Jangan lupa tampilan dan gerak yang menawan. Jika beruntung, media akan melirik dan dengan senang hati memberitakannya sebagai headline. Tak lama lagi, popularitas dan kesejahteraan finansial akan menyusul. Siapa mau? *** >> Sekadar coretan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun