Mohon tunggu...
Annisa F Rangkuti
Annisa F Rangkuti Mohon Tunggu... Psikolog - 🧕

Penikmat hidup, tulisan, dan karya fotografi. https://www.annisarangkuti.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Who Wants To Be A Millionaire: Who Wants To Be A Loser?

10 Maret 2010   03:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:31 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tulisan ini terinspirasi dari postingan seorang kompasianer, Hadi Samsul, yang tadi malam memublikasikan tulisan yang menjadi headline berjudul Ketika Pengelola Stasiun TV Kehabisan Ide. Ya, saya copy pemikiran saudara Hadi dalam tulisan tersebut alias sama persis dengan yang saya pikirkan tentang perkembangan dunia pertelevisian kita yang semakin tidak jelas arah dan tujuannya. Tapi memang tidak semuanya yang tidak bermutu. Masih ada acara-acara lain seperti acara yang menyuguhkan kisah-kisah inspiratif atau yang berjenis kuis yang menguji pengetahuan dan wawasan. Kalau dulu ada kuis Who Wants To Be A Millionaire (WWTBAM), sekarang kuis penggantinya mungkin yang sejenis dengan Are You Smarter Than A Fifth Grader?, yang juga sempat dibawakan oleh presenter yang sama, Tantowi Yahya. [caption id="attachment_90280" align="alignleft" width="235" caption="(google.com)"][/caption] Tanpa saya sadari, saya sebenarnya juga pernah menjadi bagian (atau korban?) kapitalisme dunia pertelevisian yang sebenarnya murni hanya menginginkan keuntungan luar biasa dengan pengeluaran yang sangat biasa alias seminimal mungkin. Maksudnya? Hmm...begini ceritanya. Pasti masih ingat ya dengan kuis WWTBAM itu? Nah, saya adalah salah seorang yang sangat suka atau bisa dikatakan hampir fanatik dengan kuis tersebut. Kuislisensi dari Inggris ini tayang setiap malam minggu pukul 19.00 - 20.00 WIB di RCTI. Bisa dipastikan saya akan selalu menontonnya dengan antusias. Begitu pun dengan anggota keluarga saya yang lain. Memang diakui, acara itu bagus dan sangat menarik. Bisa menambah pengetahuan dan memperluas wawasan tentang berbagai hal. Apalagi hadiah yang ditawarkan untuk mengganjar kemampuan dalam menggunakan analisis, logika dan intuisi itu luar biasa: 1 milyar rupiah. Itu masih jumlah yang luar biasa sampai sekarang kan? Nah, tertarik akan hal itu, diam-diam saya ingin mencoba untuk ikut berpartisipasi. Ini saya lakukan antara bulan Februari sampai Mei tahun 2005. Saya catat baik-baik nomor telepon premium call yang biasanya ditayangkan di akhir episode. Saya coba abaikan jumlah rupiah yang harus ditagihkan nantinya apabila menelepon ke nomor tersebut yang setiap menitnya bertarif Rp 2000,- (dua ribu rupiah). Yang jelas menjelang akhir bulan Maret, orangtua saya keberatan dengan jumlah tagihan yang dibebankan dan langsung mengarahkan tuduhan kepada saya. Lagipula siapa lagi yang sering menggunakan telepon selain saya, mengingat saat itu saya sendiri anak mereka yang masih tinggal bersama mereka, dan saya cuma bisa nyengir. Hehehe... Sebenarnya saya tidak sampai terus-terusan mencoba keberuntungan lewat premium call itu. Hanya sesekali saja dan makin termotivasi kala mengetahui salah seorang teman kampus saya lolos registrasi untuk mengikuti kuis itu dan akhirnya memenangkan Rp 32.000.000,- (tiga puluh dua juta rupiah), yang merupakan jumlah uang di titik aman kedua dalam kuis itu. Hebat! Dan pastinya, dia menjadi sosok yang tiba-tiba fenomenal di kampus. Hahahah... Nah, entah kenapa saya jadi ingin mencoba premium call itu lagi di bulan Mei. Saya ikuti syarat registrasinya dengan menjawab 5 pertanyaan multiple choice. Pada percobaan awal pastilah saya masih kaget. Duh, belum apa-apa udah serasa ikut kuis ini. Soalnya lumayan susah lagi. Akhirnya setelah beberapa kali mencoba, saya siapkan buku Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap (RPUL) di sisi telepon, dan hasilnya lumayan, registrasi lolos, tapi saya tidak langsung senang. Nomor registrasi yang lolos pasti akan diacak lagi dengan komputer, dan bisa dibayangkan, berapa banyak nomor registrasi yang masuk ke sana. Bisa sampai jutaan! Maka kemungkinan untuk lolos undian dengan hanya beberapa kali mencoba seperti saya akan sangat kecil. Bagi yang lolos, nantinya akan dihubungi langsung via telepon oleh operator. [caption id="attachment_90282" align="alignright" width="300" caption="(google.com)"][/caption] Tapi entahlah, agaknya keberuntungan sedang berpihak pada saya di bulan Mei itu. Seingat saya, saya menelepon untuk registrasi hanya satu kali. Sungguh, satu kali saja di minggu itu dan saya begitu yakin bisa lolos dan ditelepon operator. Perasaan yang ajaib, saya rasa. Dan benar! Suatu hari dalam perjalanan hampir sampai ke kampus, saya ditelepon oleh seseorang dengan nomor Jakarta. Sambil menyeberang jalan saya hampir terlonjak karena si penelepon memang operator dari kuis itu! Berarti nomor registrasi saya lolos dalam pengacakan komputer. Tapi ternyata saya masih harus dihadapkan dengan 5 pertanyaan. Duh, lumayan susah pula. Paling enak kalau ada RPUL, pikir saya. Apalagi saya diwanti-wanti agar tidak boleh mengobrol atau meminta jawaban dari siapapun. Ya sudah, saya pilih lobby kampus yang sedang sepi saat itu. Setelah hampir setengah jam dan berpikir keras menggunakan kemampuan logika, analisis dan intuisi, saya akhirnya bisa menjawab benar 4 pertanyaan, yang merupakan syarat minimal untuk bisa ke Jakarta. Waaahh...I'm very excited! Saya tidak menyangka bisa menyusul teman saya itu dengan ikut kuis ini plus dengan harapan bisa menang dan membawa sejumlah uang pastinya. Hehehe... Akhirnya sampai juga di Jakarta dan sampai juga di salah satu studio RCTI tempat syuting kuis WWTBAM itu. Sampai di sana saya dan peserta yang lain disodorkan formulir peserta dan langsung diwawancarai singkat. Setelah agak lama baru saya tahu model wawancara ala media hiburan ini. Penuh lip service yang tujuannya agar peserta merasa penting dan semakin bersemangat mengikuti acara. Setelah wawancara, ternyata cukup lama menunggu giliran syuting. Dari pukul 9 pagi sampai pukul 4 sore. Tapi lumayan, selama rentang waktu itu para calon peserta dijamu makan siang dan dipersilahkan untuk bisa menonton secara live para peserta kuis untuk tayangan beberapa minggu ke depan, termasuk ketika para kontestan Indonesian Idol dan KDI yang saat itu juga diundang mengikuti kuis ini. Asyik dan seru pastinya. Lalu tibalah saat saya dan para peserta lain pada sesi berikutnya untuk tampil. Sebelumnya para peserta dimake-up dulu oleh para make-up artist, lalu diberi wireless mic dan ta..da..! majulah saya dan peserta lainnya ke arena kompetisi. Sungguh, saya benar-benar tegang waktu itu. Perasaan campur aduk antara excited dan nervous. Excited karena akhirnya bisa benar-benar tampil di kuis ini dan nervous karena khawatir tidak bisa lolos "fastest fingers", yang merupakan babak awal sebelum maju ke kursi panas (hotseat). Sebelumnya kami dihibur dulu oleh dua orang komedian, mungkin maksudnya untuk meredakan ketegangan di antara para peserta. Cukup menghibur tapi tidak sampai benar-benar merilekskan bagi saya. Hehehe... Tibalah saat kamera on dan syuting pun dimulai. Ternyata ada peserta sesi minggu lalu yang tampil lebih dulu. Wah, cukup lama juga waktu dihabiskan untuk seorang peserta ini. Hampir setengah jam dan seingat saya syuting setiap sesi itu memerlukan waktu kira-kira hanya satu sampai satu setengah jam saja. Ketika akhirnya tiba giliran kami, rasa nervous semakin tinggi. Pada akhirnya saya menyesal karena tidak mampu meredakan perasaan itu dan hasilnya bisa ditebak. Karena terburu-buru memencet tombol-tombol untuk menyusun jawaban yang benar, jawaban saya meleset bersama 7 orang lainnya yang ternyata juga sama seperti saya. Padahal pertanyaannya sangat mudah. Praktis, salah satu dari dua orang yang jawabannya benar dan tercepat waktunyalah yang maju ke hotseat. Saat peserta itu maju, saya masih berharap, ada sesi berikutnya untuk saya dan peserta lainnya. Tapi apa yang terjadi? Bel berbunyi tanda waktu untuk sesi kami dinyatakan habis dan selesailah sudah. Tidak ada kesempatan kedua. Ketika akan pulang, para peserta diminta menandatangani semacam surat keterangan bahwa kami telah berpartisipasi dalam kuis ini dan berhak atas uang pengganti transportasi dan akomodasi sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) yang dibayarkan hampir pada 3 bulan berikutnya melalui rekening plus sekantong merchandise yang di dalamnya ada jam dinding, t-shirt dan mouse pad yang semua berlogo WWTBAM. Jumlah uang itu bervariasi, tergantung berapa harga rata-rata tiket transportasi pada waktu itu dan jauh tidaknya domisili peserta dari Jakarta. Jadi kalau misalnya Anda tinggal di Bandung, Anda akan mendapat jumlah uang yang lebih kecil daripada itu. Lalu? Ya sudah. Itu saja. Bisa dibayangkan bukan berapa keuntungan yang diraup pihak penyelenggara dengan jumlah pengeluaran yang pastinya sangat jauh perbandingannya. Ya, begitulah kenyataan kapitalisme dunia pertelevisian yang saya kira berlaku di mana saja. Beruntung bagi yang bisa menang dan sedikit mencicipi keuntungan itu, dan sungguh kasihan bagi yang kalah, seperti saya. Hehehe... Tapi setidaknya berpartisipasi dalam kuis itu sangat menyenangkan. Itu mungkin imbalan yang saya dapatkan (menghibur diri). Hmm...adakah di antara kompasianer yang punya pengalaman yang mirip atau sama seperti saya? >> Pada akhirnya bersyukur tidak terjerumus dalam menikmati uang hasil judi... :-)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun