"Dalam kelas yang meski tak luas, dindingnya bata bersusun, dan angin pun dapat sesuka hati mondar-mandir karena tanpa selembar daun pintu, tapi para guru selalu menaburkan mimpi-mimpi seolah-olah dekat tepat di atas kepala kami. Bertaburan, mengawang-awang di dalam kelas hingga kami merasa sekolah ber-AC tidaklah lagi suatu jaminan."
Tak hanya Sutri yang difabel. Anak-anak dari keluarga kurang mampu lainnya -termasuk juga anak-anak jalanan- yang kisah-kisahnya terangkum dalam Bagian 2; Anak dan Komunitas Belajarnya, juga mendapat porsi perhatian yang sama dari para pendidik idealis berhati mulia untuk bisa mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Silakan melongok halaman-halaman inspiratif berjudul "Beasiswa dari Jepit Rambut", "Ketika Anak Belajar Memaknai Kebebasan" dan " Ciliwung Larung; Model Alternatif Pendidikan Melalui Teater Komunitas".
Sepanjang saya membaca, buku yang disusun oleh Tim Penulis Mitra Forum Pelita Pendidikan ini sungguh asyik diikuti lembar demi lembarnya. Masing-masing sub bab terasa begitu kuat dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikan yang bila diresapi, sungguh menyentuh hati. Tak hanya menyampaikan pengalaman secara teoretis, tapi juga berisi dialog-dialog antara guru dan murid, sehingga menjadikan pengalaman-pengalaman nyata para pendidik ini terasa begitu hidup dan membekas dalam ingatan. Membuka hati dan pikiran bahwa masih ada harapan bagi generasi penerus Indonesia untuk memperoleh pendidikan ideal, yang dibimbing oleh para pendidik yang mengutamakan hati dan cinta dalam mendidik anak didiknya. Masih ada sekolah-sekolah yang -meski bagi sebagian orang masih dianggap sebelah mata- yang memfokuskan kurikulumnya pada pendidikan karakter, penanaman esensi materi pelajaran -yang kadangkala menabrak batasan kurikulum yang memberatkan- yang mampu menghasilkan generasi penerus yang tak hanya cerdas akal, tapi juga emosional dan spiritual.
Pada bab akhir tentang "Membangun Profesionalisme Guru", diterangkan tentang betapa profesi guru kini kembali diminati lebih karena adanya Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, yang berisikan program sertifikasi guru dan dosen, yang menjanjikan penghargaan berupa tambahan penghasilan satu kali gaji pokok bagi guru pegawai negeri dan Rp 1.500.000,- bagi guru swasta. Ini adalah kabar baik, di tengah-tengah isu minimnya kesejahteraan guru di republik ini.
Dengan adanya sertifikasi ini, diharapkan dapat menciptakan guru-guru profesional yang berkualitas. Tapi semuanya kembali pada niat, tujuan dan idealisme sang guru dalam mengemban amanah mencerdaskan bangsa. Sertifikasi bisa jadi bukan jaminan bagi peningkatan kualitas pendidikan. Tetap saja, hanya guru-guru yang bercita-cita menciptakan generasi penerus yang andal dan berkarakter, yang mau terus belajar, serta mengajar dan mendidik dengan penuh cinta dan setulus hatilah yang lebih besar peranannya dalam membantu menghasilkan generasi penerus yang berkualitas.
Dengan tebal 260 halaman, buku ini begitu sarat makna dan pengetahuan. Banyak kutipan-kutipan penting yang patut digarisbawahi berkenaan dengan tujuan penulisan buku ini. Ya, buku ini bisa disebut sebagai intisari program Tanoto Foundation, yang didirikan oleh Bapak Sukanto Tanoto danIbu Tinah Bingei Tanoto pada 2001, yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan melalui peningkatan akses terhadap pendidikan berkualitas, kesempatan pemberdayaan, dan penguatan dukungan sosial, yang diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi terciptanya inovasi pendidikan, serta terwujudnya pemerataan akses pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat (hal. 8). Diharapkan dengan adanya program ini, dapat menjadi oase-oase yang menghilangkan dahaga di tengah fatamorgana pendidikan formal modern yang menjanjikan masa depan gemilang namun justru lebih banyak mengekang kreativitas dan potensi alamiah para peserta didik untuk berkembang dan menjadi penentu bagi masa depannya sendiri.
***
Keterangan Buku
Judul : Oase Pendidikan di Indonesia, Kisah Inspiratif Para Pendidik
Penulis : Tim Penulis Mitra Forum Pelita Pendidikan