Mohon tunggu...
Annisa NurulAlfi
Annisa NurulAlfi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa pendidikan sejarah

Hiduplah seakan lu meninggal dan belajarlah seakan lu hidup selamanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekonomi Pasca Bandung Lautan Api

14 April 2021   23:04 Diperbarui: 14 April 2021   23:19 1206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada 27 November 1945 dalam kondisi bencana kelanjutan bala banjir. Brigjen MacDonald menyampaikan ultimatum hingga masyarakat pribumi di Bandung Utara, melalui perbatasan rel kereta api mesti ubah ke selatan.

Perbatasan ultimatum pada 29 November 1945 berisi, bilamana sampai batas waktu ada masyarakat pribumi di utara belum mengosongkan wilayah mereka, mereka akan ditawan dan prajurit bersenjata akan ditembak mati. MacDonald juga menitik beratkan bahwa basis RAPWI dan Jepang tidak boleh diakses dalam jarak 200 meter. Apabila dilanggar, akan ditembak.

2. Ultimatum Kedua

Karena tetap menimbulkan gangguan bagi Inggris di ultimatum pertama, pada 17 Maret 1946. Komandan Tertinggi AFNEI di Jakarta, Letnan Jenderal Montagu Stophord, memperbolehkan ultimatum untuk PM Sutan Sjahrir agar mengisyaratkan kawanan bersenjata RI meninggalkan Bandung Selatan mencapai radius 11 km dari pusat kota.

Tetapi pemerintah sipil, polisi, dan penduduk sipil yang diizinkan tinggal. Di samping itu, kawanan RI perlu bisa melaksanakan penggagalan. Pada 24 Maret 1946, pukul 24.00 perbatasan ultimatum Apabila ultimatum tersebut tidak dilaksanakan. Inggris akan menyerang Bandung Selatan.

Adapun, ekonomi  Kota Bandung di tahun 1980 setelah terjadinya peristiwa Bandung Lutan Api, yaitu perekonomian masyarakat tumbuh menjadi kota metropolitan dengan moderenisasi di segala sektor.

Tercatat, pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak tertanggulangi serta ekonomi berangsur-angsur mulai tumbuh.

Dari kejadian ini pula, banyak masyarakat yang tak terhitung jumlahnya tinggal di bangunan sederhana. Bahkan terdapat masyarakat yang tingal terapit di tanah kuburan.

Alhasil di kawasan itulah mereka melewati aktivitas sehari-hari, di tengah kegaduhan nafas kota yang cukup berhias untuk membuat kota metropolitan.

Pemerintah dengan ini tidak tinggal diam untuk menanggulanginya. Aneka proyek perbaikan kampung pun marak dilaksanakan pada era tahun 1970 - 1980an. Keadaan ini bukan terurai dari ambisi pemerintah kota untuk 'membenahi' wajah kotanya.

Apalagi dalam kondisi iklim perencanaan kota yang sedang diarahkan menuju kota metropolitan, maka keberadaan suatu perkampungan yang kumuh kerap dianggap sebagai beban dari kota itu sendiri. Akal sehat sejenis inilah yang membumbui perkampungan kota di Bandung pada tahun 1980an.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun