Mohon tunggu...
Annisa Solihat
Annisa Solihat Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga

Menulis dan Membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumah Aminah

4 Januari 2023   01:37 Diperbarui: 4 Januari 2023   01:42 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Buset, anak ini! Emak lu setres gara-gara elu!" Jum memaki ponsel majikannya. Ia pun memilih untuk mengabaikan panggilan itu. Ia tidak mau mengganggu Aminah yang tengah beristirahat.

Kemudian, Jum melanjutkan aktivitasnya, yaitu menyapu. Ia teringat ketika pertama kali menyapu di rumah itu. Ia sampai terengah-engah. Itu baru menyapu, belum mengepel, mencuci baju dan lainnya. Ia sempat ragu untuk melanjutkan bekerja di rumah Aminah. Namun, ia menjadi iba tatkala melihat perdebatan antara sang majikan dan putranya yang baru saja menelepon.

Entah apa yang menyebabkan pertengkaran antara ibu dan anak itu. Yang Jum ingat, saat itu banyak alat masak yang menjadi korban. Panci, wajan, dan sudip melayang lalu jatuh, menghasilkan bunyi, "krontang-krontang." Jum bersyukur karena anak bungsu Aminah tidak menyentuh barang pecah belah.

Jum menghentikan kegiatannya dengan tiba-tiba. Ia menengadah, indra pendengarnya dipertajam. Ia menutup mata agar lebih fokus lagi. Helaan napas keluar dari mulutnya ketika suara air yang seperti mengetuk-ngetuk atap semakin terdengar jelas. Jum kembali mendongak, matanya berkeliaran menyusuri plafon. Dengan cepat, ia menaruh ember di titik plafon yang terdapat jejak rembesan air hujan.

Rumah Aminah memang luas dan tertata rapi. Namun, usia rumah itu tidak bisa disembunyikan. Jum harus menyapu lantai beberapa kali, akibat kayu yang lapuk. Kekurangan rumah itu akan semakin terlihat ketika musim hujan. Banyak titik di plafon rumah itu yang berhasil diterobos air hujan. Bahkan, ada satu titik paling parah. Di lantai dua, plafon terkoyak akibat terpaan hujan terus-menerus. Akibatnya, Jum bisa melihat hujan dalam rumah. Hal itulah yang membuat sang majikan merasa remuk raganya.
***

Dengan sigap, Jum mengambil ember dengan diameter lebih besar. Lalu ia membawanya menapaki satu per satu anak tangga. Kemudian, ditaruhnya ember berwarna hitam itu tepat di bawah plafon yang terkoyak. Ian mendongak seraya berdoa agar kali ini hujan tidak terlalu deras. Jum menghela napas ketika air mulai menembus dan berjatuhan ke ember.

"Buat apa kamu liatin bocor? Jum, Jum." Aminah datang membawa gayung dan ember kecil.

"Astagfirullahalazim," kata Jum seraya melompat. Aminah hanya menggeleng melihat tingkah pekerjanya itu.

"Ibuk ngapain ke sini? Mau ikut liatin air turun?" lanjut Jum mengoceh.

"Iya, Jum. Siapa tau airnya berubah jadi berlian," ujar Aminah sembari melempar gayung ke arah Jum.

Keduanya sempat terkekeh sebelum akhirnya diam kembali. Dering ponsel Aminah yang ditaruh di saku daster adalah penyebabnya. Seketika wajah Aminah mengeras. Napas terembus dengan kuat dari lubang hidungnya yang besar. Namun, otot di wajahnya seketika mengendur tatkala ia melihat layar ponsel. Belum sampai lima menit, air mukanya kembali masam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun