Mohon tunggu...
Annisa
Annisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Indonesia

Seorang mahasiswa yang suka menulis dan menggambar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kesadaran Diri (Self-Awareness) dalam Pendidikan Masyarakat

18 Mei 2022   10:06 Diperbarui: 23 Juni 2022   21:22 3987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan masyarakat merupakan pendidikan yang diperuntukkan bagi semua orang tanpa memandang apapun, bisa dilakukan di manapun dan kapanpun. Pendidikan masyarakat mencakup pendidikan formal, informal, dan non-formal. Sebagai contoh pendidikan formal itu merupakan sekolah, non-formal itu seperti PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), pelatihan, kursus dan lainnya, sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan yang terjadi di keluarga dan masyarakat. Pendidikan masyarakat tentunya sangat berkaitan erat dengan masyarakat yang di dalamnya terdapat berbagai elemen atau unsur masyarakat. Berbagai elemen atau unsur tersebut akan saling berhubungan atau berinteraksi. Tentunya perlu adanya kesadaran dari masing-masing unsur masyarakat tersebut agar semua hubungan yang terjadi berjalan dengan baik. Dimulai dari dalam individu masing-masing. Maka dari itu, diperlukannya kesadaran diri atau self-awareness. Kesadaran diri akan membuat seseorang lebih memahami posisinya di dalam masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut maka definisi kesadaran diri adalah kesadaran untuk berusaha lebih memperhatikan pikiran, perilaku, perkataan, dan perasaan seseorang. Dengan kata lain, kesadaran diri adalah sikap untuk mengenali dan memahami diri sendiri. Berdasarkan artikel yang berjudul "Self-awareness, Perspective-taking, and Egocentrism" yang ditulis oleh Scaffidi Abbate et al. tahun 2016, kesadaran diri akan mempengaruhi cara pandang seseorang dan terhindar dari sifat egosentris. Egosentris sendiri merupakan ketidakmampuan untuk melihat sudut pandang orang lain dalam melihat suatu masalah dan mementingkan perspektif dirinya sendiri. Kesadaran diri mengarah pada peningkatan pertimbangan sudut pandang orang lain. Dengan adanya kesadaran dalam diri seorang individu maka sifat egosentris tersebut akan berkurang atau bahkan hilang.

Kesadaran diri juga dapat mempengaruhi emosi dengan membuat sikap dan kebiasaan yang relevan dengan emosi lebih selaras dengan perilaku. Hal tersebut sejalan dengan artikel yang berjudul "Self-awareness and Emotional Intensity" yang ditulis oleh Silvia tahun 2002. Manusia dapat mengarahkan perhatiannya pada diri sendiri dan dengan demikian menyadari keberadaan mereka. Emosi selalu memainkan peran penting dalam model psikologis kesadaran diri. Sehingga dengan adanya kesadaran diri, manusia dapat lebih mengontrol emosi dan perilakunya.

Selanjutnya dalam pengembangan kesadaran diri dalam ruang lingkup kegiatan pembelajaran, membutuhkan lingkungan belajar yang aman.  Lingkungan seperti itu dicapai dengan membangun hubungan tidak hanya di antara siswa, tetapi juga antara pendidik dan siswa. Maka dari itu, kesadaran diri berkembang melalui proses mengatasi ketidaknyamanan psikologis dan emosional. Ketidaknyamanan psikologis dan emosional akan membuat seseorang berusaha untuk terus mengenal dirinya dan memunculkan kesadaran diri. Hal tersebut dibahas dalam artikel yang berjudul "Teaching Self-awareness: Social Work Educators' Endeavors and Struggles" yang ditulis oleh Feize & Faver pada tahun 2019.

Ukuran kesadaran diri objektif lebih rendah ketika individu tidak berinteraksi dengan orang lain tetapi lebih tinggi selama interaksi sosial. Maksudnya, dengan lebih banyak berinteraksi dan melihat orang lain, seorang individu akan lebih memiliki sudut pandang yang berbeda tentang orang lain tersebut dan akan melihat juga pada dirinya sendiri. Seorang individu akan cenderung intropeksi diri jika ada orang lain yang menasehati atau mengkritiknya sehingga akan meningkatkan kesadaran dirinya. Dia akan lebih mengetahui juga bagaimana pandangan orang lain mengenai dirinya. Hal tersebut didukung dengan adanya motivasi untuk mengenal dirinya sendiri. Dibahas dalam artikel yang berjudul "Reflective Self-awareness: A Basic Motivational Process" yang ditulis oleh Ridley tahun 1991 bahwa motivasi dapat dipahami sebagai proses penentuan diri yang muncul dari interaksi pengaturan diri yang berkelanjutan antara diri sebagai proses (tingkat kesadaran, emosi, dan kemauan), diri sebagai konten (konsepsi diri), dan lingkungan.

Kemudian konsep kesadaran diri ini dibahas dalam artikel yang berjudul "Self-awareness and Leisure Experience" yang ditulis oleh Samdahl & Kleiber tahun 1989. Dalam artikel ini berusaha membuktikan mengenai kaitan antara kesadaran diri dengan adanya waktu luang yang dimiliki oleh seseorang. Hasil yang didapatkan adalah tidak adanya perbedaan yang siginifikan terhadap hal tersebut. Bahwa adanya waktu luang atau tidak adanya waktu luang tidak akan berpengaruh terhadap proses pembentukan kesadaran diri seseorang.  

Maka munculnya kesadaran diri tidak dipengaruhi oleh waktu luang seseorang dalam mengenal dirinya. Kesadaran lebih dipengaruhi oleh motivasi dan keinginan seseorang dalam mengenali dirinya dan banyaknya interaksi dengan orang lain. Sehingga seorang individu dapat melihat sudut pandang yang berbeda dari orang lain dan mengurangi bahkan menghilangkan sifat egosentris. Selain itu, ada juga beberapa aspek penting dari kesadaran diri, diantaranya:

  • Kemampuan untuk mengenali emosi
  • Kemampuan mengenali diri sendiri
  • Kemampuan untuk percaya pada diri sendiri

Dapat disimpulkan bahwa kesadaran diri sangat diperlukan bagi setiap individu. Dengan kesadaran diri, individu akan lebih berusaha untuk memperhatikan pikiran, perilaku, perkataan dan perasaan yang dimilikinya. Dengan kesadaran diri kita dapat mengenali dan memahami diri kita sendiri.

Referensi:

Feize, L., & Faver, C. (2019). Teaching self-awareness: social work educators' endeavors and struggles. Social Work Education, 38(2), 159--176. https://doi.org/10.1080/02615479.2018.1523383

Ridley, D. S. (1991). Reflective self-awareness:A basic motivational process. Journal of Experimental Education, 60(1), 31--48. https://doi.org/10.1080/00220973.1991.10806578

Samdahl, D. M., & Kleiber, D. A. (1989). Self-awareness and leisure experience. Leisure Sciences, 11(1), 1--10. https://doi.org/10.1080/01490408909512201

Scaffidi Abbate, C., Boca, S., & Gendolla, G. H. E. (2016). Self-awareness, perspective-taking, and egocentrism. Self and Identity, 15(4), 371--380. https://doi.org/10.1080/15298868.2015.1134638

Silvia, P. J. (2002). Self-awareness and emotional intensity. Cognition and Emotion, 16(2), 195--216. https://doi.org/10.1080/02699930143000310

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun