Mohon tunggu...
ANNISA RIDHA N
ANNISA RIDHA N Mohon Tunggu... Mahasiswa - ~

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Anger and Fear Pada Anak Usia Dini

11 Desember 2022   20:04 Diperbarui: 11 Desember 2022   20:07 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          Anak usia dini merupakan anak yang sedang dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan. Menurut Bacharuddin Musthafa, anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia antara satu hingga lima tahun. Menurut undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang disebut dengan anak usia dini adalah anak usia 0-6 tahun. Anak merupakan individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat serta fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Pada masa seperti ini, proses pertumbuhan serta perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia. Anak usia dini mempunyai batasan usia tertentu, karakteristik yang unik, serta berada pada suatu proses perkembangan yang sangat pesat dan fundamental guna kehidupan selanjutnya. Selama ini anak usia dini disebut dengan golden age atau masa keemasan yang secara terus berkembang pesat. Perkembangan tersebut dimulai sejak prenatal, yaitu sejak dalam kandungan.

            Jika berbicara tentang emosi, maka setiap individu akan pernah merasakannya. Hidup manusia kaya akan pengalaman emosional. Hanya saja ada yang sangat kuat dorongannya., ada juga yang samar sehingga ekspresinya tidak tampak. Ekspresi emosi akan dapat dikenali pada setiap jenjang usia mulai dari bayi hingga orang dewasa, baik laki-laki ataupun perempuan. Emosi merupakan perasaan yang ada didalam diri, yang berupa perasaan senang atau tidak senang. emosi didefinisikan sebagai "berbagai perasaan yang kuat", seperti perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan(Rachmawati, 2003). Macam-macam perasaan itu adalah gambaran dari emosi. Emosi dapat sebagai bentuk komunikasi anak yang berguna untuk menyampaikan segala kebutuhan serta perasaannya pada orang lain. Ketika anak merasakan sakit atau marah biasanya mereka akan mengeskpresikan emosinya dengan menangis. Menangis ini merupakan bentuk komunikasi anak dengan lingkungannya pada saat ia belum mampu mengutarakan perasaannya dalam bentuk bahasa verbal. Emosi dapat berperan dalam mempengaruhi kepribadian serta penyesuaian diri anak pada lingkungan sosialnya.

Anger atau marah merupakan suatu keadaan yang ditimbulkan ketika perasaan tidak benar, sederhananya marah adalah perasaan yang tidak senang karena diperlakukan tidak sepantasnya. Anger atau marah terjadi pada saat individu merasa dihambat, frustasi dikarenakan tidak dapat mencapai apa yang diinginkan, dicerca orang, diganggu atau dihadapkan dengan suatu tuntutan yang berlawanan dengan keinginannya. Anger dapat berupa amarah, rasa sakit hati, sedih, atau merasa terancam, cemas, dan takut. Setiap individu berbeda-beda dalam mengekspresikan kemarahannya. Anger ini dapat dikaitkan dengan ekspresi wajah serta tubuh yang berbeda, termasuk ketegangan tubuh seperti wajah, alis berkerut, mulut melengkung.

Biologis menjadi salah satu faktor hal yang mempengaruhi anger. Faktor biologis ini dapat dikendalikan dengan berbagai cara termasuk genetik, saraf, kardiovaskular atau perbedaan individu yang terkait dengan penyakit dalam eskpresi dan kemarahan. Faktor kemarahan secara genetik dapat dipengaruhi oleh kuatnya pengaruh dari sifat ayah atau ibu dari anak. Karena itu sifat marah lebih dipengaruhi oleh ayah daripada ibu. Meniru kemarahan ibu membanyu anak dalam mengendalikan amarahnya. Sedangkan anak yang meniru kemarahan ayah membuat anak sulit dalam mengendalikan amarahnya. Ketika didepan anak-anak seorang ayah memiliki kepribadian yang pemarah maka dia menerapkan pola asuh yang otoriter. Disini berlaku anak harus mengikuti semua peraturan yang sudah ditetapkan dan akan dihukum apabila mereka tidak mematuhinya. Pola asuh serta pendidikan inilah yang tidak baik untuk anak dikarenakan akan berpengaruh pada rasa percaya diri anak.

Anger memiliki fungsi sebagai bentuk komunikasi dengan lingkungan, sebagai bentuk kepribadian serta penilaian terhadap dirinya sendiri. Sebagai bentuk tingkah laku yang dapat diterima oleh lingkungannya. Kemudian juga sebagai upaya pengembangan pada diri. Ketika anak marah, maka akan menunjukkan ekspresi yang pantas saat marah]. Hal seperti ini dapat menyebabkan kesulitan dalam mengembangkan keterampilan sosial yang rendah serta dapat berdampak buruk pada prestasi anak.

Selain anger anak usia dini juga akan merasakan fear. Fear atau takut merupakan respon terhadap ancaman yang akan segera terjadi. Keadaan emosi seperti takut ini akan menghasilkan seperangkat stereotip yang sempit tanggapan yang sangat saling terkait serta unik dari emosi lainnya. Pada bayi ekspresi mengangkat alis dan kelopak mata, mulut menganga terbuka termasuk dalam eskpresi ketakutan. Rasa takut biasanya muncul karena adanya suatu ancaman atau kejadian yang akhirnya membuat seseorang merasa dirinya tidak aman. Yang kemudian rasa takut dijadikannya sebagai tanda bahwa dirinya sedang melindungi diri sendiri dari hal apapun yang dianggap tidak aman. Perasaan takut ditandai oleh perubahan fisiologis, seperti mata melebar, berhati-hati, berhenti bergerak, badan gemetar, menangis, bersembunyi, melarikan diri atau berlindung di belakang punggung orang lain(Mulyani, 2017).

Rasa takut yang dialami oleh anak usia dini berbeda-beda sesuai dengan apa yang dialami serta dirasakan oleh anak. Seperti halnya khayalan atau imajinasi yang muncul dalam benak anak atau pengalaman buruk yang dialami oleh anak. Terlepas dari usia anak, ciri khas yang penting pada semua rangsangan takut ialah hal tersebut terjadi secara mendadak dan tidak di duga, dan anak-anak hanya mempunyai kesempatan yang sedikit untuk menyesuaikan diri dengan situasi tersebut(Mulyani, 2017). Namun, seiring dengan perkembangan intelektual serta meningkatnya usia anak, maka mereka juga akan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Setiap orang mempunyai penyebab serta pemicu rasa takut yang berbeda-beda. Perasaan ini muncul ketika trauma pada masa lalu kembali namun juga bisa dengan sendirinya tanpa diketahui.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun