Dalam Perda Kabupaten Tuban Nomor 7 Tahun 2021 tentang Izin Konstruksi, Pasal-pasal terkait Izin dan/atau larangan yang mengatur Jenis Usaha Jasa Konstruksi dapat ditemukan di Bab VI Struktur Usaha dan Segmentasi Pasar Jasa Konstruksi, bagian kesatu yaitu Struktur Usaha Jasa Konstruksi. Paragragraf dua jenis, yaitu Pasal 9.
Pasal 9
(1) Jenis usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf a meliputi:
a. usaha jasa Konsultansi Konstruksi;
b. usaha Pekerjaan Konstruksi; dan
c. usaha Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi.
(2) Jenis usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a tidak dapat saling merangkap dengan jenis usaha yang lain.
(3) Jenis usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dapat saling merangkap.
Pasal 9 Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 7 Tahun 2021 memberikan panduan yang jelas mengenai jenis usaha jasa konstruksi. Dalam analisis ini, kita akan mengeksplorasi aspek hukum dari pasal tersebut, termasuk izin, larangan, keadilan, kewenangan, dan implikasi lainnya.
1. Jenis Usaha Jasa Konstruksi
Ayat (1) pasal ini mengklasifikasikan usaha jasa konstruksi ke dalam tiga kategori:
a. Usaha Jasa Konsultansi Konstruksi, Ini mencakup layanan yang berfokus pada perencanaan dan pengawasan proyek konstruksi. Kategori ini menekankan pentingnya pengetahuan dan keahlian dalam perancangan, manajemen risiko, dan pengawasan.
b. Usaha Pekerjaan Konstruksi, Ini mencakup pelaksanaan fisik dari proyek konstruksi. Usaha ini berfokus pada implementasi dan pengelolaan sumber daya untuk menyelesaikan proyek.
c. Usaha Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi, Jenis usaha ini mencakup pelaksanaan yang meliputi seluruh tahapan, dari perencanaan hingga penyelesaian. Integrasi ini menunjukkan sinergi antara konsultansi dan pekerjaan konstruksi yang lebih efisien.
2. Izin dan Larangan
Poin penting dalam pasal ini adalah pengaturan izin dan larangan. Ayat (2) mengatur bahwa usaha jasa konsultansi konstruksi tidak dapat saling merangkap dengan jenis usaha lain. Hal ini menunjukkan adanya larangan yang bertujuan untuk menjaga integritas dan spesialisasi layanan konsultansi. Di sisi lain, ayat (3) mengizinkan usaha pekerjaan konstruksi dan pekerjaan konstruksi terintegrasi untuk saling merangkap.
Larangan ini bertujuan untuk menghindari potensi konflik kepentingan, di mana seorang konsultan yang juga terlibat dalam pekerjaan konstruksi dapat mempengaruhi keputusan yang tidak objektif. Kebijakan ini mencerminkan upaya untuk menciptakan ekosistem konstruksi yang transparan dan beretika.
3. Keadilan
Dari sudut pandang keadilan, pengaturan dalam pasal ini mencerminkan prinsip distribusi yang adil dalam usaha jasa konstruksi. Dengan membedakan antara konsultansi dan pelaksanaan konstruksi, pasal ini membantu memastikan bahwa pihak-pihak yang terlibat memiliki tanggung jawab yang jelas. Ini juga memberikan peluang yang setara bagi penyedia jasa dalam setiap kategori, sehingga mendorong persaingan yang sehat.
Namun, pengaturan ini juga menuntut bahwa semua pihak harus mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan untuk menjaga keadilan. Jika pelanggaran terjadi, misalnya, seorang konsultan yang juga mengerjakan proyek konstruksi, maka akan ada konsekuensi hukum yang harus dihadapi.
4. Kewenangan
Kewenangan dalam konteks pasal ini mencakup legitimasi dari pemerintah daerah untuk mengatur jenis usaha jasa konstruksi. Peraturan ini memberikan dasar hukum bagi otoritas lokal untuk memberikan izin dan memantau kegiatan konstruksi. Kewenangan ini penting untuk memastikan bahwa setiap proyek konstruksi mematuhi standar keselamatan, lingkungan, dan keberlanjutan.
Kewenangan juga mencakup tanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap implementasi peraturan. Hal ini menjadi krusial dalam menjaga kualitas dan integritas proyek konstruksi, serta untuk melindungi kepentingan masyarakat.
5. Implikasi Hukum
Dari sudut pandang hukum, pasal ini menunjukkan adanya landasan yang kuat untuk pengaturan usaha jasa konstruksi. Pengaturan yang jelas membantu mengurangi ambiguitas dan mencegah potensi sengketa antara pihak-pihak yang terlibat. Di samping itu, pengaturan ini berfungsi sebagai pedoman bagi pelaku usaha dalam menjalankan aktivitas mereka.
Namun, implementasi dari pasal ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa ada sistem pengawasan yang efektif untuk menegakkan ketentuan yang ada. Selain itu, edukasi kepada pelaku usaha mengenai ketentuan peraturan ini juga sangat penting agar mereka memahami batasan dan tanggung jawab masing-masing.
Pasal 9 Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 7 Tahun 2021 memberikan kerangka yang jelas mengenai jenis usaha jasa konstruksi, dengan penekanan pada izin, larangan, keadilan, dan kewenangan. Pengaturan ini tidak hanya melindungi kepentingan pelaku usaha, tetapi juga masyarakat umum yang akan menggunakan hasil dari jasa konstruksi tersebut.
Dengan adanya pembagian yang tegas antara jenis usaha, pasal ini berpotensi menciptakan lingkungan usaha yang lebih adil dan transparan. Keberhasilan implementasi dari pasal ini sangat bergantung pada kesadaran dan kepatuhan semua pihak yang terlibat, serta kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan kewenangannya dengan efektif. Oleh karena itu, pasal ini merupakan langkah penting menuju pengembangan industri konstruksi yang lebih profesional dan beretika di Kabupaten Tuban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H