Berbicara mengenai pondok pesantren, mungkin sebagian orang beranggapan bahwa lembaga tersebut tidak lebih dari lembaga pendidikan agama Islam non formal dengan budaya yang tradisional. Sejatinya, pondok pesantren merupakan suatu khazanah lembaga keilmuan yang sudah mengakar di Indonesia jauh sebelum keberadaan lembaga pendidikan formal.Â
Berdasarkan data dari kementerian agama, saat ini kurang lebih terdapat 27.290 pondok pesantren yang tersebar di Indonesia dengan jumlah santri sebanyak 4.290.626 santri. Tentunya hal tersebut menandakan bahwa, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang mempercayai pondok pesantren sebagai tempat menuntut ilmu bagi putra-putrinya.Â
Anggapan pondok pesantren sebagai lembaga tradisional mungkin bisa dibenarkan dengan tradisinya yang masih kental mempertahankan budaya klasik termasuk dalam menggunakan rujukan kitab kuning sebagai sumber ilmu dalam belajar. Namun justru ke-tradisional-an pondok pesantren menggambarkan begitu istimewanya lembaga tersebut dalam memelihara nilai-nilai budaya Islam. Kitab kuning sendiri merupakan salah satu unsur yang harus ada di pondok pesantren selain adanya kyai, pondok, santri, dan masjid. Mubtadiin, S.Ag sebagai Humas Ditjen Pendis di tengah-tengah acara  Musabaqoh Qiroatul Kutub (MQK) pada Sabtu (2/12) menuturkan bahawa Kementerian Agama sangat menjaga akar yang kuat dari tradisi pondok pesantren yaitu kitab kuning. Karena kitab kuning merupakan salah satu khazanah sumber rujukan ilmu yang tak boleh dilupakan, sejatinya kitab kuning itu sendiri merupakan substansi selain Al-Qur'an dan Al-Hadits.Â
Di penghujung tahun 2017, Kemenag menyelenggarakan MQK Nasinal ke-IV dengan mengusung tema "Dari Pesantren Untuk Penguatan Karakter dan Kepribadian Bangsa". Muhtadin, S.Ag menuturkan bahwa MQK IV diikuti oleh 2.466 santri yang merupakan perwakilan dari 34 provinsi di Indonesia. MQK Nasional IV yang digelar pada 29 November hingga 7 Desember 2017 bertempat di Pondok Pesantren Raudhatul Mubtadiin Jepara, Jawa Tengah. Pondok Pesantren Raudhatul Mubtadiin ialah pondok pesantren tertua di Jepara yang berdiri sejak tahun 1883. Pondok tersebut jauh dari keramian kota dan sederhana namun begitu megah dengan tradisi santri yang melekat di dalamnya.Â
Nazham Alifiyah merupakan 1000 bait syair tentang ilmu Nahwu atau ilmu gramatika Bahasa Arab dalam kitab Syarh Ibn Aqil 'ala Alfiyah Ibn Malik. Santri yang mengikuti MQK dikelompokan dalam tiga tingkatan yakni Marhalah Ula (santri dengan usia maksimal 15 tahun kurang 1 hari), Marhalah Wustha (santri dengan usia maksimal 18 tahun kurang 1 hari), serta Marhalah Ulya (santri dengan usia maksimal 21 tahun kurang 1 hari).
Ajaran Islam yang tertuang dalam al-Qur'an dan al-Hadits tidak selamanya dapat difahami secara komprehensif. Oleh karenanya, mempelajari kitab kuning sebagai karya para kyai terdahulu merupakan salah satu jembatan untuk lebih memperdalam ilmu agama Islam. Maka patut diacungi jempol bagi para santri yang masih muda karena telah mampu memahami kitab kuning untuk kemudian didakwahkan di masa yang akan datang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H