Mohon tunggu...
Annimatuzahra
Annimatuzahra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Etika dalam Jabatan Politik

29 November 2024   14:45 Diperbarui: 29 November 2024   14:45 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pentingnya Etika Dalam Jabatan Politik

Etika dalam jabatan politik sangat penting karena memiliki peran besar dalam menjaga integritas, kepercayaan publik, dan keberlanjutan demokrasi. Mencegah Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan. Etika yang kuat membantu pejabat politik untuk menghindari godaan penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Tanpa etika, seorang pejabat politik mungkin lebih rentan untuk melakukan tindakan yang merugikan rakyat demi kepentingan pribadi. Pentingnya transparansi dalam laporan keuangan, serta bagaimana akuntabilitas terhadap setiap transaksi keuangan dapat mencegah praktik yang tidak etis, seperti manipulasi laporan keuangan atau penggelapan dana.Jabatan politik adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, kejujuran, dan integritas. 

Para pejabat politik diharapkan menjadi pelayan masyarakat yang mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Namun, dalam praktiknya, tidak sedikit kasus yang menunjukkan penyimpangan etika dalam jabatan politik, seperti korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Hal ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan mencoreng citra bangsa di mata dunia   Berdasarkan Indeks Presepsi Korupsi (IPK) 2023, Indonesia berada di peringkat 115 dari 180 negara, Skor IPK Indonesia adalah 34, yang artinya skornya staganan dibandingkan tahun sebelumnya. Peringkat Indonesia ini jauh di bawah negara-negara tetangga ASEAN, seperti, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand. 

Hal seperti ini sangat banyak terjadi diIndonesia terutama tersangka atau bahkan pelaku korupsi hingga penggelapan dana dilakukan oleh pejabat negara sampai dengan jabatan politik seperti kepala-kepala daerah. Penyalahgunaan jabatan dapat merugikan keuangan negara dan dianggap sebagai tindakan  korupsi. 

Banyak kasus korupsi yang bisa diambil seperti korupsi yang dilakukan oleh Bupati Sidoarjo. Ini menjadi refleksi bahwa masih banyak tantangan yang dihadapi Indonesia dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Salah satu contoh kasus yang menonjol adalah dugaan korupsi yang melibatkan Bupati Sidoarjo Ahmad Mudhlor Ali. 

 

 Bupati Sidoarjo Ahmad Mudhlor Ali(Gus Muhdlor) terjerat kasus dugaan korupsi pemotongan intensif ASNP di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo. KPK menetapkan Gus Mudhlor sebagai tersangka pada 16 April 2024. Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di kantor BPPD Sidoarjo pada 25 Januari 2024. KPK mengamankan 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Sidoarjo Siska Wati. Terdapat beberapa fakta terkait kasus korupsi yang menjerat Gus Muhdlor, Gus Muhdlor diduga meminta uang Rp 50 juta setiap bulan melalui sopir pribadinya.
Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK melakukan gelar perkara.
Gus Muhdlor menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Surabaya pada 30 September 2024.
Selain Gus Muhdlor, dua bupati Sidoarjo sebelumnya juga pernah terjerat kasus korupsi, yaitu Win Hendarso dan Saiful Ilah. Sekarang Gus Muhdlor mendapat predikat sebagai bupati ketiga yang terjerat kasus korupsi. ditetapkan sebagai tersangka pada 16 April lalu. Ancaman hukumannya berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. selain itu, juga pidana denda paling sedikit rp.200 juta dan paling banyak rp.1 miliar. Kasus dugaan korupsi pemerasan terkait dengan pemotongan insentif yang diterima oleh pegawai di BPPD Sidoarjo merupakan hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan penyidik KPK pada Januari 2024 lalu. Dalam operasi tersebut, penyidik menangkap 11 orang termasuk Siska Wati.
Setelah itu, penyidik KPK menggeledah sejumlah tempat di Sidoarjo, termasuk ruang kerja Ari Suryono dan rumah dinas Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali. KPK akhirnya menetapkan status tersangka untuk Siswa Wati, Ari Suryono, dan Ahmad Muhdlor Ali. Kasus ini memberikan pelajaran penting tentang bahaya penyalahgunaan kekuasaan dan lemahnya pengawasan dalam tata kelola pemerintahan daerah. Korupsi yang melibatkan pemotongan hak pegawai juga menambah ironi, mengingat korupsi ini terjadi dalam institusi yang bertanggung jawab terhadap pelayanan publik.

  Kasus korupsi yang melibatkan Ahmad Mudhlor Ali mencerminkan pentingnya penegakan etika dalam jabatan politik. Tanpa integritas, pejabat publik mudah terjerumus ke dalam tindakan yang merugikan rakyat dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Keberlanjutan praktik korupsi di Sidoarjo menunjukkan perlunya penguatan sistem pengawasan, pemberdayaan transparansi, dan akuntabilitas yang lebih ketat di pemerintahan daerah. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi harus menjadi prioritas agar budaya pemerintahan bersih dapat terwujud di seluruh tingkatan pemerintahan Indonesia. Dengan demikian, Indonesia dapat meningkatkan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) serta memperbaiki citranya di mata dunia internasional.

Etika dalam jabatan politik memegang peranan vital untuk menjaga integritas, kepercayaan publik, dan kelangsungan demokrasi. Kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik, seperti yang terjadi pada Bupati Sidoarjo Ahmad Mudhlor Ali, menunjukkan betapa rapuhnya sistem pemerintahan ketika etika diabaikan. Penyalahgunaan jabatan yang berulang kali terjadi tidak hanya mencoreng nama baik individu, tetapi juga melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kasus ini menegaskan pentingnya penerapan nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam setiap aspek jabatan politik. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi perlu terus dilakukan untuk menciptakan efek jera dan membangun budaya pemerintahan yang bersih. Dengan menanamkan etika politik yang kuat, diharapkan pejabat publik dapat menjalankan amanah dengan jujur, profesional, dan bertanggung jawab, sehingga Indonesia mampu meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahannya di masa depan. 

 Indonesia membutuhkan pemimpin yang berkomitmen pada nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Dengan penegakan hukum yang tegas, pengawasan yang ketat, dan budaya antikorupsi yang kuat, harapan untuk melihat Indonesia bebas dari praktik korupsi dapat diwujudkan. Semua elemen bangsa harus bersama-sama berkontribusi dalam memperkuat etika politik demi masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun