[caption id="attachment_357280" align="aligncenter" width="560" caption="Impian ISIS akan Khilafah Islam terbesar didunia terlihat pada peta rencana ekspansi ISIS yang berwarna abu-abu (*sudah diterjemahkan dari gambar asli). sumber foto ibtimes.co.uk"][/caption]
Sebelum video eksekusi 2 wartawan Amerika yaitu James Foley dan Steven Sotloff menggemparkan dunia, ISIS mengunggah video ke youtube yang berjudul "The End of Sykes-Picot". Video itu memperlihatkan keberhasilan mereka merebut wilayah perbatasan Sykes-Picot di Suriah, merubuhkan pembatas dan meledakan pos polisi di perbatasan itu. Juru bicara ISIS di video itu mengatakan bahwa mereka bertekad menghancurkan semua perbatasan Sykes-Picot dan perbatasan lainnya hingga kelak tidak akan ada lagi pembatas antara Irak, Syria, Arab dll karena semuanya bersatu dalam khilafah Islam dengan Abu Bakr Al Bagdadi sebagai Khalifahnya.
Berkat video itu perjanjian Sykes Picot sempat dibahas kembali diberbagai media massa. Selain berniat mengakhiri Sykes-Picot, kemarin (4/9/2014) ISIS merilis peta yang menunjukan rencananya membangun Khilafah Islam terbesar didunia yang membentang dari Khurasan (India, Pakistan, dll), Hijaz (Arab Saudi, Irak, Suriah, dll), Habasha, Maghreb (Afrika) dan Andalus (Spanyol, Portugal). Suatu ambisi yang fantastis (berita lengkapnya: ISIS Berambisi Kuasai Eropa dan Asia dalam 10 Tahun) .
Tapi mampukah ISIS mewujudkan impiannya membangun khilafah Islam terbesar dengan pusat pemerintahan di Suriah? mengingat pada tahun 1920 pernah terbentuk Kerajaan Arab-Suriah dengan ibukota di Damaskus, Suriah. Tapi kerajaan itu hanya mampu bertahan 4 bulan saja padahal saat itu Timur Tengah masih bersatu dalam satu wilayah besar yang baru lepas dari kekuasaan Ottoman Turki. Sekarang Timur Tengah sudah terpecah jadi beberapa negara, pasti kesulitan yang dihadapi ISIS jauh lebih besar, mereka akan menghadapi perlawanan keras di Suriah, Irak, Arab Saudi dll tentu saja ISIS butuh prajurit handal, senjata dan biaya sangat banyak.
Jika menengok masa lalu, mungkin timbul pertanyaan, apa penyebab gagalnya khilafah Arab-Suriah pertama yang lahir di Timur Tengah itu? Kegagalan itu berawal dari konflik antara perjanjian Sykes-Picot dan Hussein-McMahon. Itulah sebabnya sebagian bangsa Arab menilai perjanjian Sykes-Picot adalah lambang pengkhianatan Inggris terhadap Arab.
Apa itu Perjanjian Sykes-Picot?
Ketika pecah perang dunia I kerajaan Ottoman (Ustmani) Turki bersekutu dengan Jerman. Saat itu Inggris berkepentingan untuk mengamankan ladang minyak, pengaruh dan kekuasaannya di Timur Tengah. Inggris lalu bersekutu dengan Perancis dan Rusia melawan Jerman dan Ottoman.
Sejak November 1915 Inggris melakukan pertemuan rahasia dengan Perancis untuk membahas tentang pembagian wilayah Timur Tengah jika berhasil memenangkan perang dan merebut Timur Tengah dari Ottoman yang sudah menguasai Timur Tengah sejak 400 tahun (1516-1918). Pada tahun 1916, Inggris membuat perjanjian rahasia dengan Perancis dan Rusia ikut sebagai saksi. Isi perjanjian itu pada intinya membagi wilayah Timur Tengah untuk Inggris dan Perancis.
Diplomat yang melakukan negosiasi itu bernama Sir Mark Sykes (Inggirs) dan Francois Georges Picot (Perancis) karena itu perjanjiannya disebut Sykes-Picot atau disebut juga Perjanjian Asia Minor dan perjanjian itu diresmikan tanggal 16 Mei 1916. Berdasarkan perjanjian itu, Inggris menguasai sebagian besar Ottoman Mesopotamia (Irak) dan bagian Selatan Ottoman Suriah (Palestina dan Jordan), sementara Perancis menguasai sisa dari Ottoman Suriah (Suriah, Libanon dan bagian Tenggara Turki).
[caption id="attachment_357298" align="aligncenter" width="560" caption="Peta pembagian wilayah Timur Tengah antara Inggris dan Perancis sesuai perjanjian Sykes-Picot. sumber foto jewishvirtuallibrary"]
Korespondensi Hussein-Mc Mahon
Disisi lain, pemimpin Arab dari bani Hashimiyah yang juga penguasa kota suci Mekah saat itu yaitu Hussein Bin Ali melihat perang dunia sebagai kesempatan untuk memberontak pada Ottoman Turki yang sudah menguasai tanah Arab selama 4 abad. Hussein berambisi punya negara Arab sendiri yang terbentang mulai dari Hejaz hingga Suriah (termasuk Palestina) atau dikenal dengan istilah "Greater Syria".
Untuk mewujudkan ambisinya itu, Hussein bersekutu dengan Inggris dan melakukan negosiasi lewat surat menyurat dengan pejabat Inggris di Mesir yaitu Sir Henry Mc Mahon tentang pembagian wilayah Timur Tengah jika Ottoman kalah. Koresponden antara Hussein Bin Ali dan Mcmahon berlangsung sejak 14 Juli 1915 hingga 30 Januari 1916. Hussein begitu yakin pihak Inggris akan memenuhi permintaannya untuk memiliki kerajaan Arab-Suriah sendiri. Karena itu dia dan kedua anaknya (Faisal dan Abdullah) memimpin revolusi bangsa Arab. Pada Juni 1916 sekitar 70 ribu pasukan Arab ikut berperang melawan pasukan Ottoman.
Pada tahun 1917 ketika perang dunia masih berkecamuk, terjadi revolusi di Rusia. Bolsheviks membocorkan perjanjian rahasia itu, perjanjian Sykes-Picot dipublikasikan di Koran Pravda 23 November 1917 lalu menyebar di Koran Manchester Guardian Inggris. Setelah Hussein mengetahui perjanjian Sykes-Picot, akhirnya dia menyadari bahwa Inggris sudah mengkhianati Arab karena isi perjanjian Sykes-Picot bertentangan dengan isi perjanjian Hussein-McMahon. Disisi lain Inggris juga menjanjikan Palestina untuk jadi tanah air bangsa Yahudi yang tertuang dalam deklarasi Balfour.
Mulailah terjadi konflik akibat dari 3 perjanjian yang saling bertentangan antara "Hussein-McMahon Correspondence", "Sykes-Picot Agreement" dan "Balfour Declaration" yang pada intinya saling berebut wilayah di Timur Tengah untuk kepentingan masing-masing.
[caption id="attachment_357299" align="aligncenter" width="560" caption="Peta wilayah kerajaan Arab-Suriah 1920 sesuai perjanjian Hussein-McMahon (tidak termasuk Palestina) sumber foto ibctimes.co.uk"]
Khilafah Arab-Suriah Bertahan Hanya 4 Bulan
Hussein bin Ali serta anaknya, Faisal bersikeras agar Inggris menepati janjinya karena Arab sudah membantu Inggris mengalahkan Ottoman. Sebagai balas jasa, pihak Inggris memberikan kekuasaan atas Hejaz pada Hussein bin Ali memberikan Transjordan pada Abdullah dan Irak pada Faisal. Tapi sebelum Faisal ditempatkan di Irak, dengan persetujuan Jendral Inggris, Edmund Allenby yang mengambil alih Damaskus dari pasukan Ottoman, Faisal berniat mendirikan kerajaan Arab yang terbentang dari Hejaz hingga Irak, Suriah dan Transjordan dengan ibu kota di Damaskus sesuai dengan perjanjian Hussein-McMahon.
Tapi disisi lain Perancis juga menuntut Inggris menepati perjanjian Sykes-Picot yang menempatkan Suriah dibawah pengaruh Perancis. Pada Konperensi Perdamaian Perancis 1919, Eropa memutuskan untuk mengabaikan keinginan Arab dan perjanjian di Eropa memutuskan Suriah tetap dibawah mandat Perancis.
Keputusan itu membuat perhimpunan nasionalis muda Arab melakukan kongres nasional dan menuntut dunia arab bersatu dibawah pimpinan Faisal. Pemilihan mendadak diadakan, seluruh wakil dari tanah Arab, termasuk Palestina dan Libanon dipanggil. Keinginan bangsa Arab saat itu, membentuk negara Suriah yang berbentuk kerajaan berdasarkan pada keadilan dan kesetaraan untuk seluruh bangsa Arab dan terlepas dari unsur agama.
Bangsa Arab masih berharap dengan janji yang diberikan Inggris sebelumnya bahwa seluruh tanah Arab yang membentang dari Aleppo di bagian selatan Suriah hingga ke Aden di sebelah utara Yaman adalah bagian dari kerajaan Arab-Suriah dengan Faisal sebagai rajanya. Saat itu Faisal meminta bantuan Inggris dan Amerika untuk menentang klaim Perancis atas Suriah.
[caption id="attachment_357300" align="aligncenter" width="560" caption="Faisal paling depan dalam acara Peace Conference di Perancis 1919 lalu dinobatkan jadi raja Suriah 8 Maret 1920. sumber foto tusenord.com"]
Tapi harapan Faisal akhirnya pudar, Inggris dan Amerika tidak membantu Arab melawan Perancis malah tanggal 26 November 1919, Inggris mengundurkan diri dari Damaskus, meninggalkan Arab berhadapan langsung dengan Perancis. Pihak Perancis sempat menawarkan Faisal mendirikan negara Suriah saja dengan batas wilayah tertentu (bukan Kerajaan Arab-Suriah/Greater Syria) dibawah mandate Perancis. Tapi Faisal yang anti Perancis menolak tawaran itu dan berkeras pada pendiriannya untuk mendirikan kerajaan Arab-Suriah. Pada 8 Maret 1920, hasil kongres di Suriah memutuskan Faisal sebagai raja Suriah.
Inggris dan perancis tidak puas dengan tindakan, lalu April 1920 Inggris, Perancis, Itali, Yunani, Jepang dan Belgia mengadakan konperensi di San Remo untuk mensahkan mandat Perancis atas Suriah. Tapi keputusan konperensi itu ditolak oleh Faisal dan pada 14 juli 1920 Komandan pasukan perancis Jendral Henri Gouraud memberi ultimatum pada Faisal untuk menyerah.
Raja Faisal akhirnya menyerah tapi mentri pertahanan Suriah, Yusuf Al Asma menolak menyerah dan memimpin pasukan ke Maysalun untuk mempertahankan Suriah dari cengkraman Perancis. Tapi Perancis berhasil mengalahkan Arab di perang Maysalun dan 24 Juli 1920 Suriah jatuh ke tangan Perancis. Akhirnya kerajaan Arab-Suriah yang berdiri 8 Maret-24 Juli 1920 itu dihapus Perancis lalu Suriah diambil alih Perancis (hingga akhirnya merdeka April 1946).
Faisal lalu melarikan diri ke Inggris, tahun 1921 Faisal balik ke Irak dan menjadi raja Irak (Agustus 1921-1933). Itulah sejarah singkat khilafah Arab-Suriah yang gagal, apakah ISIS sanggup membangun khilafah lagi disituasi yang lebih rumit seperti saat ini ? Kita lihat saja nanti...
[caption id="attachment_357281" align="aligncenter" width="560" caption="Peta Khilafah Islam ISIS yang asli. sumber foto ibtimes.co.uk"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H