Melahirkan buku solo sudah jadi impian saya sejak 4-5 tahun yang lalu. Â Impian bercampur harapan bahwa dengan menerbitkan sebuah buku, kenangan akan kehadiran saya di dunia bisa terus ada. Â
Khususnya menjejak legacy bahwa sejak 2017 saat saya aktif sebagai blogger, menulis sudah menjadi bagian penting dalam hidup saya. Â Satu catatan kecil untuk diingat, setidaknya oleh anak cucu dan generasi penerus, darah dan daging saya.
Di dalam rentang waktu di atas, saya terlibat dengan banyak peristiwa yang menyebabkan proses kelahiran buku berjalan pelan bagai kura-kura. Â Atau mirip boneka tentara kecil dengan batere di belakang badan tapi harus diputar supaya bisa jalan lagi. Â Sebagai penulis pemula, tanpa disangka, banyak kejadian menerpa dan datang silih berganti.Â
Sungguh rangkaian cobaan yang betul-betul menguji mental. Â Mulai dari galau memilih tema, mengurai dan mengingat kembali rangkaian cerita, file tulisan yang hilang karena berganti laptop, kondisi fisik yang kerap menurun (sakit berulangkali), hingga mencari dan memilih publisher yang mau menerima lonjakan ide yang sudah bersemayam di dalam otak saya. Â Setumpuk keinginan yang inginnya terejawantahkan dengan baik tanpa cela. Â
Hasilnya, proyek pribadi inipun akhirnya mangkrak tanpa jejak yang jelas. Â Semrawut.
Sedih? Pasti. Â Kecewa? Tentu. Â Kesel? Banget. Â Dan akhirnya sayapun menyalahkan diri sendiri.
Energi yang Tidak Terduga
Tapi di satu waktu. Â Saat keinginan tersebut di atas semakin terpojok dan saya terserang Covid-19 dalam jangka waktu yang cukup lama, mendadak energi yang tidak terduga itu lahir.
Disaat isoman di kamar anak yang berada di lantai atas dan minim kegiatan, saya mendadak rindu dengan laptop, membaca dan menulis. Â Saya yang biasa pencilak'an, sarat aktivitas, ternyata tak mampu menerima keadaan bahwa seharusnya diam, beristirahat, minum obat, makan banyak dan beribadah dengan lebih sering lagi. Â I was actually dying there!!
Meski tubuh sesungguhnya loyo tapi nyatanya otak ingin kembali bekerja seperti semula.
Maka, entah kesambet apa, saya malah lancar menulis, membaca kembali semua script yang ada. Â Bahkan mampu melupakan kepedihan atas puluhan naskah yang sempat hilang. Â Â
Saya malah lancar membuat mind mapping naskah-naskah baru lalu menghimpunnya kembali menjadi artikel-artikel yang fresh from the oven. Â Penentuan dan pemilihan tema inti pun langsung diputuskan tanpa keraguan. Â Termasuk menentukan dengan siapa naskah-naskah tersebut akan berlabuh dan saya percayakan untuk diterbitkan. Â
Proses yang Sangat Dimudahkan
Gak ada yang tidak mungkin jika kita benar-benar niatkan. Â Mungkin itu kalimat yang paling tepat untuk saya saat itu.
Pelan tapi pasti semua kegalauan terkikis. Â Penentuan tema yang tadinya mampet malah langsung saya putuskan. Â Pengalaman hidup bertetangga selama tinggal dengan orangtua dan keluarga sendiri langsung merangsek menjadi candidate utama. Â Seperti apa hardcover, layout di dalam, termasuk imaginasi cover depan pun beruntun terpecahkan. Â
Dan karena mengejar waktu, saya menggandeng seorang ilustrator untuk membantu saya menghadirkan karya-karya yang mewakili beberapa cerita. Â
Meski sesungguhnya saya bisa mengerjakannya sendiri tapi kesadaran akan terbatasnya energi akhirnya lebih dikedepankan. Â Jadi saya bisa berkonsentrasi pada tahap proof reading dan merencanakan langkah-langkah promosi yang tentunya akan sangat dibutuhkan.
Semua sungguh dimudahkan tanpa hambatan yang berarti, hingga buku Tetangga kok Gitu hadir secara resmi di hadapan publik pada awal September 2021.
Menanti Kelahiran Buku Solo ke-2
Saya sangat bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang begitu mendukung saya. Â Terutama saat saya harus melewati long covid yang begitu menguji fisik dan mental. Â
Apalagi di saat yang sama suami pun harus diopname karena penyakit yang sama. Â Saya merasa tenang karena anak-anak bisa mandiri, mengurus diri sendiri dan berpikir taktis di saat yang sama. Â
Padahal saat itu mereka pun harus tetap kuliah dan sekolah, plus mengerjakan banyak tugas dari belajar on-line. Â Dukungan adik (keluarga) menjadikan saat-saat kritis tersebut terasa ringan di bahu.
Buku saya pun, alhamdulillah, banyak peminatnya.  Penjualannya menembus angka di atas 100 dan terus terjual hingga saat ini.  Angka penjualan yang cukup istimewa untuk seorang penulis pemula.  Kenyataan ini menjadi satu hal yang memantik semangat untuk tetap menulis dan melahirkan buku-buku lagi  kedepannya.
Bismillah. Â Naskah buku ke-2 sudah menginjak tahap akhir penulisan dan diharapkan bisa hadir di hadapan publik dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Semoga Allah SWT dan semesta mengijinkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI