Kehilangan pekerjaan (PHK) sepertinya sudah menjadi berita yang merebak di 2020. Â Gegar ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi mengakibatkan banyak perusahaan gulung tikar. Â Daya beli yang menurun diikuti dengan ketakutan berinteraksi, menyebabkan roda ekonomi dari hulu ke hilir mengalami goncangan yang sangat berarti. Â Ini juga yang dialami oleh suami Nilam. Â Seorang guru bahasa Inggris, warga negara asing, yang harus menerima kenyataan pahit harus dirumahkan hingga berbulan-bulan lamanya.
Akrobat emosi. Â Dua kata yang bergitu sarat makna menurut saya dan sangat mewakili apa yang saat itu dirasakan Nilam. Â Apalagi ketika harus menerima kenyataan suami telah melewatkan kesempatan emas sebuah pekerjaan yang ditawarkan oleh seorang sahabat suami yang berada di Inggris. Â Penolakan suami yang dilandaskan akan masalah kesehatan dan beratnya biaya yang harus ditanggung jika sekeluarga harus hijrah ke Inggris, menjadi pertimbangan yang membuat sang suami harus menolak tawaran tersebut. Â Kejadian ini membuat Nilam takut akan kehidupan mereka. Â Reaksi manusiawi mengingat mereka sudah memiliki 2 anak yang menjadi tanggungan mereka.
Namun pada suatu waktu, saat sholat malam, sanubari Nilam pun tersentuh dan menyadari bahwa selama ini logikanya sudah tertutup oleh ketakutan padahal ketakutan itu adalah ujian yang harus dikelola, bukan dilawan. Â Kesadaran akan tumakninah, berhenti sejenak, telah menerobos kalbunya. Â Sayapun ikut terhenyak. Â Statement ini bener banget. Â Selain memohon bantuan Yang Maha Kuasa, tetap berikhtiar, kita pun wajib "mengelola" diri kita sendiri.
Alhamdulilah akhirnya, sejak September 2020, suami Nilam bekerja kembali.
"Dalam salat, tumakninah artinya diam sejenak setelah gerakan sebelumnya. Â Bisa juga berarti diam sejenak dan berusaha menyempurnakan gerakan kita. Â Betapa aku telah banyak melupakan makna dan filosofi gerakan dalam salat. Â Betapa seringnya aku bertindak gegabah tanpa menyempatkan diri untuk diam sejenak dan berpikir matang sebelum memutuskan untuk bertindak" (Nilam Septiani, Serenade 2020)
Nevi Rosnida (Nevi). Â Akhirnya Kumenemukanmu
Tulisan ini saya persembahkan untuk Nevi. Â Ibu rumah tangga dari 4 orang anak yang wafat pada awal April 2021 karena terinfeksi virus Covid-19. Â Beliau juga adalah salah seorang kontributor dari buku Serenade 2020 dan aktif mengikuti beberapa kelas menulis yang diadakan oleh Writerpreneur Club.
Saya tidak mengenal Nevi secara pribadi. Â Bahkan belum pernah bertemu langsung. Â Kami hanya bertukar sapa dan cerita lewat WAG serta berteman lewat media sosial. Â Tapi berita tentang wafatnya Nevi sudah mengguncangkan komunitas kami karena Nevi memang aktif di sana. Â Alfatihah untuk Nevi. Â Semoga almarhumah husnul khotimah dan diberikan tempat terbaik disisiNya. Â Aamiin Yaa Rabbalalaamiin.
Kembali ke Serenade 2020. Â Untuk buku antologi ini Nevi menghadirkan artikel yang berjudul "Akhirnya Kumenemukanmu". Â Apa yang Nevi temukan selama terikat pada kondisi pandemi di 2020 lalu? Â Aahh ternyata simpel banget loh. Â Layaknya ibu rumah tangga lainnya, Nevi mendadak harus jadi guru segala mata pelajaran sekolah untuk anak-anaknya yang harus belajar dari rumah saja. Â Fulltime. Jadi waktu yang ada benar-benar dilimpahkan untuk keluarga, di dalam rumah.
Diantara semua kesibukan domestik yang ada, Nevi justru menemukan waktu dan kesempatan untuk menggeluti kembali dunia menulis. Â Dalam satu paragraf di halaman 53, saya menemukan kesan yang begitu mendalam dari seorang Nevi untuk dunia literasi.
"Banyak manfaat yang kudapatkan dari menulis. Â Kadang kita merasa tertekan karena ketidakmampuan dalam mengungkapkan emosi negatif seperti kecewa, sedih, serta marah, dan menulis menjadi sarana yang kupakai untuk menuangkan emosi atau perasaan tersebut hingga merasa lebih baik. Â Dengan demikian, menulis mengurangi stres dan rasa cemas karena "benang kusut" yang ada dalam pikiran bisa terurai. Â Lewat menulis, sisi kreatif dan intuitif kita dapat terasah. Â Kita belajar melihat berbagai hal dari sudut pandang yang lebih luas" (Nefi Rosnida, Serenade 2020)