Akhirnya kumenemukanmu
Saat hati ini mulai merapuh
Akhirnya kumenemukanmu
Saat raga ini ingin berlabuh
Lirik lagu Akhirnya kumenemukanmu dari Naff ini memang sangat mewakili perasaan Cahaya saat ini. Meski lara dalam keluarga akibat ketidakharmonisan orang tua, tak membuat Cahaya lari dalam lumpur nista. Mungkin, kondisi keluarga yang tak semestinya banyak membuat anak-anak larut dalam jurang nista seperti mengonsumsi narkoba, hidup lontang-lantung tak tentu arah, atau bahkan terkurung dalam pergaulan bebas ala-ala remaja.
Bagi Cahaya, hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi beban orang tuanya, khususnya ibu dan keluarganya adalah dengan menjadi anak baik. Anak yang tidak menuntut banyak hal dari orang tuanya. Pada akhirnya, ia menerima segala masalahnya sebagai proses pendewasaan diri dalam hidup. Masalah yang akan dijadikan bekal dalam menjalani setiap fase dalam hidupnya nanti.
Pada saat hubungan PDKT dengan Fiqi yang kandas sebelum sampai, Cahaya bertemu dengan seorang pemuda satu kampus. Pemuda yang dikenalnya di ruang rapat rektorat dalam acara pembekalan penerima beasiswa yang ada di salah satu kampus. Sore itu, sekitar pukul dua siang, Cahaya bergegas menuju ruang rapat rektorat sesuai undangan yang diterima dari bagian akademik fakultasnya.
Meski waktu belum menunjukkan jam dua atau pukul 14.00 wib, tepatnya, 13.55, namun undangan sudah banyak yang datang. Cahaya yang baru datang, segera membuka pintu ruang ber AC dengan meja bundar panjang dengan mic permanen kecil di setiap tempat duduk. Ia segera menuju kursi kosong di sebelah barat. Tampak para undangan, yang semua mahasiswa dari berbagai jurusan dan fakultas yang berbeda duduk melingkar penuh dari sisi Selatan ke utara sampai tengah. Sedangkan bagian utara yang melingkar hinggga ke tengah dibiarkan kosong. Cahaya segera menuju ke tempat duduk tengah paling barat. Di sebelahnya, tampak seorang pemuda yang belum dikenalnya.
 Setelah perkenalan itu, Cahaya mengetahui kalau Ahmada, teman barunya ini adalah teman dari temannya saat KKN di Situbondo yang akan dikenalkan kepadanya. Waktu itu, Huri teman KKN Cahaya hendak mengenalkan Cahaya dan Novi yang sama-sama berasal dari Jombang bertemu Ahmada, teman satu pondok mahasiswanya di pantai Pasir Putih Situbondo. Namun karena hampir semua mahasiswa KKN di tempat Ahmada waktu itu banyak yang keluar, sehingga tidak ada seorang pun di posko KKN, akhirnya Ahmada batal jadi datang dan dikenalkan Cahaya dan Novi.
Setelah perkenalan di rapat rektorat itu, Cahaya dan Ahmada layaknya dua teman akrab saja. Apalagi, pihak rektorat meminta para penerima beasiswa mengadakan kegiatan. Setelah beberapa kali rapat, akhirnya Cahaya dan Ahmada beserta teman-teman penerima beasiswa lainnya membuat kegiatan seminar bedah buku serta buka puasa bersama.Â
Ahmada dan Cahaya semakin dekat karena ia bertugas mengambil buku-buku yang akan dijual pada acara bedah buku di sebuah penerbit buku di Malang. Menyiapkan pra acara, acara dan setelah acara bersama Ahmada membuat mereka semakin dekat layaknya sahabat. Pada suatu hari Huri mengajak Ahmada main ke kos Cahaya. Namun betapa kagetnya Huri mengetahui bahwa Cahaya dan Ahmada ternyata sudah saling kenal. Sejak saat itu, jika waktu senggang, saat mereka pulang ke Jombang, Tak jarang Cahaya, Novi dan Udin main ke rumah Huri untuk memancing bersama.
Rumah Huri yang terletak di bawah barongan, dekat dengan sawah dan kolam pemancingan ikan gurami, patin, nila dan mujair memang menjadi tempat yang sangat mengasyikkan. Tak jarang mereka mancing gratis kemudian masak bersama di rumah Huri. Apalagi ayah Huri yang seorang kepala sekolah madrasah dan ibunya yang sangat ramah membuat teman-temannya betah main berlama-lama di rumahnya.
Suatu malam, Ahmada mengajak Cahaya pergi ke suatu perkampungan China yang ada di Surabaya. Kya-Kya Kembang Jepun namanya. Kya-Kya adalah tempat yang ramai sebagai pasar malam di kawasan Pecinan kota Surabaya. Di sepanjang jalan Kembang Jepun ini didirikan kiso-kios yang menjual berbagai macam makanan baik masakan tionghoa, makanan khas Surabaya maupun makanan ringan lainnya sambil mencari tempat yang enak untuk bersantai.
Tibalah mereka di sebuah tempat santai yang menyediakan makanan dan minuman ringan. Cahaya dan Ahmada hanya memesan jus alpukat dan kentang goreng untuk menemani mereka. Cahaya yang waktu itu masih sering dihubungi Fiqi pun menceritakan kegalaunnya kepada Cahaya.
"Kira-kira orang seperti itu baik tidak?" tanya Cahaya kepada Ahmada untuk memastikan keputusannya.
"Masak iya sih, lelaki dan wanita yang sama-sama suka check in di hotel tidak melakukan apa-apa?" jawab Ahmada.
"Kalau menurut aku, dia itu tidak baik. Sudah mengarah pergaulan bebas dengan setiap pacaranya. Eh, ketika diminta nikah pacarnya malah bilang mau di-jodohkan orang tuanya," jelas Ahmada lagi.
Setelah menerima masukan Ahmada, Cahaya semakin yakin untuk tidak berhubungan lagi dengan Fiqi. Ia menghapus nomer Fiqi dari handphone. Ia pun tidak pernah membalas sms-sms Fiqi yang hampir setiap malam merayunya.
Entah karena akrabnya, sering pulang pergi bersama Cahaya, atau karena seringnya Ahmada main ke kos Cahaya, sampai-sampai banyak teman Cahaya mengira jika mereka pacaran. Dan benar saja, beberapa waktu kemudian akhirnya mereka jadian. Cahaya adalah pacar pertama Ahmada. Ahmada, pemuda sederhana yang belum pernah pacaran.
Lelaki idaman Cahaya memang sepertinya ada semua pada Ahmada Hamsah. Sederhana, apa adanya, tidak macam-macam, dan yang paling penting, tidak pernah pacaran. Meski begitu, ia tidak pernah menunjukan kedekatannya di kampus tempat kuliahnya. Hanya teman kos dan teman dekatnya saja yang tahu kalau mereka sudah berpacaran.
Namun, beberapa minggu setelah memutuskan berpacaran, Diah, salah satu teman kos Cahaya menceritakan kalau Ahmada dulu pernah nembak teman satu kelasnya saat KKN. "Aya, kalau mendengar cerita kamu, kayaknya dia itu yang nembak temanku saat KKN kemarin. Bagaimana kalau dipertemukan saja mereka? Kamu telepon Ahmada. Aku tak telepon temanku. Biar mereka bertemu," ide Diah dengan semangatnya. Cahaya pun menurut saja.
Suatu Sore, Cahaya menelepon Ahmada agar main ke kos. Sedangkan Diah menelepon temannya agar mampir sebentar di kosnya. Tak begitu lama, Ahmada datang. Cahaya tidak menyuruh Ahmada ke ruang tamu kosnya. Ia mengajak Ahmada ngobrol di atas motor yang di parkirnya di halaman parkir kos yang ada atapnya.
Beberapa menit kemudian, Yani, teman Diah pun datang dengan berjalan kaki. Momen yang sudah direncanakan oleh Diah dan Cahaya pun terjadi. Mereka bertemu dan saling menyapa. Namun Cahaya tidak menemukan hal aneh dari keduanya. Mereka saling menyapa layaknya teman yang sudah kenal seperti biasa.
Setelah kejadian itu, Cahaya pun bertanya dan menceritakan hal yang sebenarnya. Bahwa ia dan Diah-lah yang berencana mempertemukan mereka. Ahmada pun menceritakan semua kebenarannya. Keesokan harinya, Ahmada bahkan memberikan buku hariannya untuk dibaca Cahaya.Â
Bagi Ahmada dalam buku hariannya, rasa suka yang tak terbalas memang membuat kecewa, tapi hal itu tentu tidak akan membuatnya berlarut-larut dalam kesedihan dan cepat move on menjalani kisah selanjutnya. Karena kebenarannya, setelah cintanya ditolak, beberapa minggu kemudian ia mengenal Cahaya. Berteman dekat dan menjalani semua dengan alaminya. Hingga mereka memutuskan untuk jadian setelah saling dekat lima bulan lamanya.
Itulah mengapa Allah selalu memberikan segala sesuatu yang tepat di waktu yang tetap pula. Huri yang gagal saat akan pernah berniat mengenalkan Cahaya dan Ahmada saat KKN, tentu adalah skenario-Nya. Dan skenario-Nya juga saat Cahaya bertemu Ahmada di ruang rapat rektorat yang kelak mengantarkannya kepada jodohnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H