Mohon tunggu...
Anni Rosidah
Anni Rosidah Mohon Tunggu... Guru - Penulis Buku Arah Cahaya

Jaga Selalu cita-cita dan mimpimu. Jangan Pernah kau padamkan. Mesti setitik, cita-cita dan mimpi itu akan mencari jalannya

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Arah Cahaya Part 2 (Sakit, Antara Minda dan Salira)

1 Agustus 2023   13:07 Diperbarui: 7 September 2023   16:37 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                "Iya Dok, terima kasih," jawab Cahaya tak bersemangat.

                Dalam hati, Cahaya sangat bersyukur kali ini bisa berobat dengan bapaknya. Apalagi dokter juga mem-beritahu jika sakitnya bisa saja karena banyak pikiran. Ia ingin bapaknya yang sok sibuk dan jarang memerhatikan keluarga itu tahu dan bisa berubah. Tidak bertengkar dengan ibunya yang sering berujung kekerasan dalam rumah tangga.

                Abdul, bapak Cahaya, dulu sebelum menjadi Kepala Dusun adalah seorang ayah yang baik dan sangat menyayangi keluarga. Cahaya bahkan ingat betul, dulu waktu kecil ketika malam-malam terbangun karena kebelet pipis atau buang air besar, ia lebih memilih membangunkan dan diantar bapaknya ke kamar mandi dari pada ibunya.

Ke mana-mana Cahaya selalu diajak. Membeli ke-perluan menanam di sawah, ke rumah teman-teman kelompok tani, hingga makan ke warung-warung langganan. Tapi keadaan itu berubah saat ayahnya sudah bertahun menjadi kepala dusun. Ayahnya menjadi sangat sibuk dan jarang di rumah. Tak lagi hangat dan peduli dengan keluarga. Tak hanya itu, Mardiyah yang seorang ibu rumah tangga dan petani yang sangat ulet bahkan hampir seringkali melakukan dan mengatur pekerjaan di sawah seorang diri. Karena suaminya yang sangat sibuk dan hampir tidak pernah lagi fokus mengurus keluarga. Layaknya kacang yang lupa kulit, induk yang lupa anak, dan burung yang lupa kandangnya.

                Bahkan belakangan tersiar kabar kalau Abdul, mempunyai hubungan dengan wanita lain, mantan pacarnya dulu. Mungkin karena itulah, sekarang bapak Cahaya seakan tidak mau tahu urusan keluarga, sibuk dengan kepentingannya sendiri. Tidak hanya itu, lelaki setengah baya itu juga bahkan mempunyai banyak hutang di bank. Jika waktu jatuh tempo hutang belum dilunasi, tak jarang ayahnya menjual semua hasil panen jerih payah ibu dan menggadaikan BPKB motor yang dipunya.

                Jika sang ibu bertanya, tak ayal akan terjadi pertengkaran dan kekerasan dalam rumah tangga. Itulah yang menjadi salah satu penyebab sakit yang selalu diderita Cahaya. Selalu memikirkan pertengkaran orang tuanya yang tak kunjung usai, sementara ia dan saudara-saudaranya tidak bisa berbuat apa-apa. 

                Hari demi hari dilalui Cahaya dalam sakitnya yang tak kunjung sembuh. Sebenarnya, ia sangat ingin bisa seperti kakak-kakak dan adiknya yang tidak pernah menjadikan beban masalah pertengkaran orang tuanya. Tapi tentu, hati dan pikiran orang tidak bisa sama, meskipun itu saudara sekandung. Kakak dan adiknya yang kebal dengan berbagai konflik keluarga yang terjadi di rumah mereka. Sementara Cahaya, selalu saja menganggap masalah orang tuanya sebagai beban terberat yang harus ditanggungnya.

Suatu malam, tubuh Cahaya kembali merasakan demam tinggi dan menggigil. Sang ibu yang merawat bahkan sampai kehilangan akal. Diambilnya segelas besar air putih dengan dibacakan segala do'a. Setelah itu, sang ibu membaluri wajah dan kaki Cahaya dengan air putih yang sudah dibacakan doa dan memberikan sisanya untuk diminum Cahaya. Anehnya, setelah itu, Cahaya dapat tidur dengan nyenyak dan sembuh keesokan harinya.

                Berhari-hari absen sekolah, Cahaya kembali masuk sekolah setelah sembuh. Dengan diantar kakak laki-lakinya, Cahaya berangkat ke sekolah. Cahaya memang termasuk anak yang pintar dan rajin, meskipun seminggu tidak masuk sekolah, ia bisa mengejar ketertinggalan pelajaran. Di kelas, meskipun ia sering sakit dan jarang masuk, tetapi selalu memperoleh peringkat tiga besar.

                Kehidupan remaja yang penuh bahagia dan tawa dengan teman maupun pasangan cinta monyet ala remaja tak mampu ia rasakan. Keadaan orang tua yang tidak harmonis membuat Cahaya tidak begitu tertarik dengan pacaran. Ia bahkan sangat geli dan merasa aneh jika didekati kakak kelas atau temannya yang tertarik dengannya.

Waktu itu, setelah salat Dhuha di sekolah, seorang pemuda kakak kelasnya datang meminta salaman dan langsung mencium tangannya. Sontak ia melepaskan tangannya dan pergi dengan cuek. Kakak kelasnya itu memang seringkali mencari perhatian dan menggoda Cahaya. Namun Cahaya cuek dan tidak tertarik untuk pacaran. Dia bahkan sangat heran melihat teman-teman sekolahnya yang sangat patuh dan taat kepada pacarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun