Mohon tunggu...
ANNEKE VIRNA MURDOKO
ANNEKE VIRNA MURDOKO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Terus Menapak Meski Terdapat Halang Rintang

Halo! Saya adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Semester 4 di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Saya memiliki minat yang cukup besar di dunia Content Writing dan Copywriting. Anda dapat menemukan saya lebih lanjut di Instagram @ini_virna Terima kasih!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gaung Gamelan dalam Liturgi Gereja Katolik

6 Maret 2022   10:35 Diperbarui: 6 Maret 2022   17:40 1600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Paroki Palemdukuh

Konsili Vatikan II telah mengubah tata peribadatan Gereja, dimana imam diizinkan merayakan Misa dalam bahasa lokal. Tidak hanya itu saja, musik Gereja pun berkembang dengan dikeluarkannya izin penggunaan berbagai alat musik dan lagu yang menggunakan bahasa daerah.

Vatikan bahkan memberi kebebasan pada musisi dan pujangga Gereja untuk menciptakan musik dalam bahasa mereka sendiri dengan instrumen yang mencerminkan tradisi dan budaya mereka sendiri.

Para Misionaris Katolik jauh melanglang buana menyebarkan Injil di penjuru dunia selama berabad-abad. Hasilnya, agama Katolik memiliki beragam rupa praktik peribadatan yang akhirnya berkontribusi pada keputusan Gereja untuk merangkul inkulturasi. Dalam konteks ini, inkulturasi berarti gambaran agama Kristiani yang dapat dikontekstualisasikan dalam praktik dan tradisi budaya lokal.

Pulau Jawa di Indonesia menjadi salah satu tempat para Misionaris Katolik berlabuh selama masa kolonialisme. Ratusan tahun mereka habiskan untuk menanam ajaran Katolik pada masyarakat lokal melalui berbagai pendekatan, salah satunya melalui gamelan.

Gamelan merupakan seperangkat alat musik tradisional bertangga nada pentatonis yang terdiri dari alat musik tiup, petik, gesek, dan tabuh yang dimainkan bersamaan sehingga dapat membentuk harmoni. (Welianto, 2019)

Elizabeth Hamilton (2018) dengan penelitiannya yang berjudul “Dari Organ ke Gamelan: Tradisi Musik Katolik Jawa di Yogyakarta Jawa Tengah” mendeskripsikan dengan apik tentang bagaimana Gamelan dimanfaatkan sebagai pengiring misa.

Elizabeth mengisahkan dengan rinci perjalanan musik Gereja Katolik yang awalnya hanya diperbolehkan menggunakan organ hingga Konsili Vatikan II memberi terobosan penggunaan alat musik lokal sesuai daerah masing-masing. Hal tersebut tentu berhubungan dengan bagaimana Gamelan akhirnya digunakan di Jawa sebagai media menyebarkan agama Katolik juga.

Sumber gambar: Kompas
Sumber gambar: Kompas
Sejalan dengan Elizabeth, Luca Pietrosanti (2019) dari Italia menerbitkan penelitian berjudul “Gamelan dalam Liturgi Katolik di Yogyakarta”. Luca membeberkan fenomena lagu-lagu liturgi dari sudut pandang musik yang ketat sesuai tangga nada Gamelan.

Luca menyoroti bagaimana pembawaan lagu liturgi dipengaruhi karena paduan suara lebih terbiasa menyanyikan lagu-lagu bersama dengan organ atau acapela, daripada bersama gamelan.

Dalam tradisi barat, lagu Gereja Katolik yang dibawakan dengan organ memecah suara menjadi sopran, alto, tenor dan bass. Sedangkan Gamelan menggunakan laras pelog dan slendro yang bermain dalam bentuk ‘tanya jawab’ antara sindhen sebagai penyanyi dan niyaga sebagai pemain Gamelan.

Apabila dinilai dari sudut pandang teori kritis, Gamelan pada Liturgi Gereja Katolik dapat dikaji dengan teori Kajian Budaya atau Cultural Studies. Kajian Budaya dalam konteks ini berarti sebuah kajian sosial yang memiliki model analisis sebagai hasil karya Center for Contemporary Cultural Studies, Birmingham (Kellner, 2001:395).

Teori Kajian Budaya merupakan kelompok pemikiran yang secara khusus memperhatikan cara budaya dihasilkan melalui perjuangan berbagai ideologi (Cahyo, 2017). Gagasan Karl Marx tentang kapitalisme yang menciptakan kelompok elit penguasa telah lama menjadi akar dari teori Kajian Budaya.

Gereja Katolik berpusat di Vatikan dengan pimpinan tertinggi Paus dan terdapat hierarki yang mengatur setiap aktivitas. Birokrasi dalam Gereja Katolik yang lama memang menciptakan banyak peraturan ketat yang mewajibkan seluruh pengikutnya mematuhi tradisi turun-temurun. Hal itu lah yang kemudian ditentang sehingga menyebabkan terjadinya Konsili Vatikan II dan banyak terjadi perubahan anyar dalam kehidupan menggereja.

Kajian Kultural mengintegrasikan berbagai perspektif dalam pemikirin seperti seni, kemanusiaan, dan relasi sosial. Elizabeth mengupas bagaimana ketegangan menyeruak diantara musisi gereja tradisional dan progresif. Ia menjelaskan bahwa kemunculan Kidung Adi dan Madah Bakti di Pulau Jawa tidak lepas dari para pendukung musik gereja tradisional dan kontemporer.

Pendukung musik gereja tradisional berpendapat bahwa iringan misa dalam gereja harus sejalan dengan tata liturgi baku, sehingga aspek keindahan tidak terlalu penting untuk diperhatikan. Sedangkan pendukung musik gereja kontemporer berpendapat bahwa kehadiran Tuhan dapat dimanifestasikan melalui lagu-lagu yang disusun dengan melodi indah. Dengan demikian, pendukung musik gereja kontemporer mengklaim bahwa estetika berperan dalam fungsionalitas. (Hamilton, 2018:18-19)

Teori Kajian Budaya cenderung bersifat reformis, tidak heran para misionaris di Indonesia terutama Pulau Jawa ikut memanfaatkan Gamelan dalam melakukan pendekatan terhadap masyarakat lokal. Mereka berharap Gamelan dapat meraih hati masyarakat lokal sehingga bersedia untuk dibaptis dan masuk ke dalam agama Katolik.

Luca Pietrosanti dalam jurnalnya menulis perjalanan para misionaris menggunakan gamelan bersama dengan paduan suara polifonik dalam ritus Romawi Misa Kudus. Pusat Musik Liturgi di Indonesi berinovasi melahirkan tangga nada pelog untuk musik-musik Gregorian. Sampai saat ini, bentuk gendhing yang biasa digunakan dalam liturgi mencakup gending alit seperti ketawang, ladrang, dan monggang. (Pietrosanti, 2019:27-29)

Akhir kata, Gamelan memiliki kisah yang panjang dalam sejarah Liturgi Gereja Katolik. Gamelan bahkan telah menjadi identitas tersendiri yang berperan pada kemunculan Kidung Adi maupun Madah Bakti.

Referensi

Cahyo, P. S. N. (2017). Cultural Studies: Perlintasan Paradigmatik Dalam Ilmu Sosial. Komunikatif: Jurnal Ilmiah Komunikasi, 3(1), 19-35.

Hamilton, E. (2018). From Organ to Gamelan: Javanese Catholic Musical Traditions In Yogyakarta, Central Java. Independent Study Project (ISP) Collection. 2939.

Kellner, Douglas. “ Cultural Studies and Social Theory: A Critical Intervention.” Dalam Handbook of Social Theory, disunt ing oleh George Ritzer dan Barry Smart . London: SAGE Publications, 2001.

Pietrosanti, L. (2019). The Gamelan in the Catholic Liturgy in Yogyakarta. International Journal of Creative and Arts Studies, 6(1), 23-31.

Welianto, Ari. (2019). Gamelan, Alat Musik Tradisional yang Mendunia. Diakses pada 3 Maret 2022 melalui Kompas: https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/12/193000569/gamelan-alat-musik-tradisional-yang-mendunia?page=all

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun