Infeksi COVID-19 pertama kali terjadi di bulan desember 2019 di Kota Wuhan, China. Menurut WHO atau World Health Organization, COVID-19 merupakan kondisi kesehatan darurat yang menjadi perhatian internasional.Â
Pemerintah dari berbagai negara mengambil berbagai tindakan kesehatan masyarakat yang drastis, seperti karantina wajib bagi orang yang kembali dari luar negeri, pengaturan bekerja dari rumah, penangguhan sekolah, dan penutupan layanan yang tidak penting, untuk mengurangi risiko dan dampak penyakit.
Pandemi COVID-19 merupakan salah satu guncangan besar yang menyebabkan banyak perubahan di berbagai aspek kehidupan di dunia, salah satunya adalah aspek kesehatan masyarakat. Pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan pada beban kesehatan. Indonesia sendiri saat ini sedang menghadapi triple burden of disease. Triple burden tersebut antara lain pemberantasan penyakit infeksi, bertambahnya kasus penyakit tidak menular, dan munculnya kembali jenis penyakit yang seharusnya telah berhasil diatasi.Â
Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan resiko dan prevalensi penyakit tidak menular. Hal ini terjadi diakibatkan berbagai faktor yang mempengaruhi peningkatan frekuensi penyakit, patofisiologi, dan juga derajat keparahan seseorang yang telah memiliki riwayat penyakit tidak menular sebelumnya.
Pandemi menyebabkan perubahan pada pola penyakit tidak menular yang telah ada sebelumnya. Hal ini terkait dengan kebijakan pemerintah yang membatasi mobilitas dan aktivitas sosial untuk menekan angka penularan COVID-19. Ketakutan masyarakat akibat tingkat kematian yang tinggi serta tidak tersedianya vaksin di awal masa pandemi merupakan salah satu faktor kunci peningkatan prevalensi penyakit tidak menular selama pandemi.Â
Langkah-langkah penahanan dan mitigasi untuk COVID-19, termasuk karantina mandiri di rumah, jarak sosial, dan pembatasan perjalanan, dapat berkontribusi pada gaya hidup tidak sehat dan perilaku berisiko seperti diet berkualitas rendah, merokok, minum alkohol berlebihan, dan tidak aktif secara fisik, yang merupakan predisposisi individu untuk risiko dan perkembangan penyakit tidak menular.
Secara umum, faktor lain yang mempengaruhi hal ini adalah sulitnya untuk mendapatkan pengobatan dan layanan kesehatan, padahal mereka memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, masyarakat yang berada di daerah pinggiran juga merasakan dampak yang sangat signifikan akibat adanya pembatasan transportasi umum dan wilayah menyebabkan mereka tidak dapat mengakses layanan kesehatan dengan bebas seperti sebelumnya.
Pandemi menyebabkan peningkatan resiko penyakit tidak menular pada lanisa, seperti stroke, diabetes, dan hipertensi. Dengan kondisi ini, mereka bertahan di rumah dan menunda kontrol rutin, sehingga menyebabkan peningkatan kemungkinan komplikasi penyakit selama pandemi.
Selain itu, krisis kesehatan selama pandemi juga menyebabkan penurunan drastis pada sektor sosial serta ekonomi. Hal ini menyebabkan stres sosial karena negara maju memiliki angka harapan hidup yang tinggi ketika kapasitas ekonomi yang besar.
Mekanisme patofisiologis dalam perkembangan dan perkembangan penyakit dibagi antara COVID-19 dan berbagai penyakit tidak menular. Meskipun semua populasi umumnya rentan terhadap infeksi virus ini, individu dengan kondisi kronis yang sudah ada sebelumnya seperti kanker, penyakit jantung, diabetes, dan PPOK memiliki gejala yang lebih parah dengan prognosis yang lebih buruk.
Sebagai upaya preventif agar dapat terhindar dari Penyakit Tidak Menular (PTM) bisa dilakukan dengan memulai hidup sehat dan menerapkan perilaku CERDIK. Lantas, apa itu perilaku CERDIK?
1. Cek Kesehatan Secara Berkala