Sejak kecil, berada dalam 'kungkungan' lingkungan keluarga dan sekitar membuatku terlalu takut untuk melangkah, atau bahkan untuk mengeksplor berbagai dunia di luar.
Terlalu banyak "pakem" menyesatkan yang menjadi tembok penghalang itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang selalu dipatahkan begitu saja hingga membuatku menjadi seorang pembangkang. Â Tentu saja di dalam pikiran. Mungkin tak terlalu terlihat, tapi di dalam hati, kegelisahan ini selalu menghantui.
Menyusuri jenjang pendidikan dengan aturan-aturan mengikat membuat segalanya kian begitu rumit. Aku bahkan tak mengenali diriku sendiri. Semua berjalan begitu saja.
Kegelisahan ini sudah muncul sejak saat aku mengenal arti menjadi perempuan. Sayangnya aku tak memiliki ruang yang memberikanku kesempatan untuk mengungkapkan pikiranku dan menjadi jawab atas segala ketidaknyamanan itu. Ketika berada dalam situasi tertentu, pikiran ini selalu berlari kesana kemari tak menentu semakin tak beraturan. Menyimpannya sendiri dalam hati adalah kunci sementara sebelum semuanya kembali mendobrak untuk keluar.
Bagi sebagian orang kebebasan itu tidak mungkin bisa dimiliki. Lalu sebagian lagi mengatakan bahwa aku sudah diberi kebebasan. Aku tak mengerti. Ketika kebebasan sudah menjadi kewajiban, apakah masih bisa disebut kebebasan? Semua orang punya definisi yang berbeda.
Memiliki pemikiran yang berbeda dengan kebanyakan orang sering kali dicap aneh. Aku tak terlalu begitu suka untuk membicarakan apa yang ada dipikiranku tetapi aku selalu senang mendengarkan mereka. Seperti sedang memasuki dunia berbeda, lalu mendapat pengalaman baru.
Seiring waktu berjalan, bertemu dengan pemikiran-pemikiran baru, latar belakang berbeda, membaca buku membuatku mempertanyakan kembali makna kebebasan itu.
Suatu ketika, Tuhan mempertemukanku dengan anak-anak sekolah damai, mereka yang berasal dari latar belakang berbeda namun berpadu dengan indah. Mereka seolah mampu mencairkan hatiku yang beku. Seketika aku merasa bebas dan mendapat jawaban.
Aku masih mengingat mata polos mereka yang berbinar melemahkan hatiku sembari merangkul dengan kasih.
Akhirnya tiba saat dimana aku bisa menemukan bagian diriku yang hilang. Aku mulai menyadari bahwa ketika berada jauh dari balik layar yang penuh pujian manis, tepuk tangan, kemewahan dan ketika aku tetap menikmati  setiap kesulitan tanpa takut akan hakiman orang lain, disanalah aku menemukan jiwaku yang bebas. Disanalah aku memahami makna kebebasan itu. Aku merasa menemukan jalanku kembali. Ada Tuhan yang menjadikan semuanya begitu menakjubkan.
Walau terkadang godaan itu masih muncul semoga tulisan ini tetap menjadi alarm yang akan membangunkanku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H