Mohon tunggu...
Anne Grace
Anne Grace Mohon Tunggu... Freelancer - Human being

Learn and Grow

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tak Ada Masa Depan Tanpa Lansia

4 Januari 2021   11:12 Diperbarui: 4 Januari 2021   11:40 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kunjungan Komunitas Sant' Egidio saat hari Valentine (dok. pribadi)

Berbicara tentang lansia, aku langsung membayangkan wajah oma opa yang ada di panti karya Kasih Medan. Dipertemukan lewat Komunitas Sant' Egidio membuatku semakin menaruh perhatian lebih pada para lansia. 

Dulu aku berpikir bahwa ketika para lansia dirawat di panti maka kebutuhan mereka sudah terpenuhi. Mereka ada yang mengurus, ketika sakit ada yang memberi pertolongan dengan segera.

Aku sudah tak memiliki opung (sebutan kakek nenek bagi orang batak toba), sehingga aku kurang mengerti tentang bagaimana kehidupan para lansia, bagaimana mereka melalui hari harinya yang sepi tanpa bekerja. Sampai akhirnya bertemu dengan mereka, ada perasaan beda yang membuatku memahami beberapa hal.

Ketika memasuki panti aku mendapati tempat luas dimana banyak tempat duduk berjejer di depan ruangan, sangat cocok untuk tempat para lansia untuk duduk saat pagi siang dan sore menikmati tanaman hijau yang ada di sekitar panti tersebut. 

Naik ke lantai dua, tersedia juga kamar kamar untuk oma opa. Tak sedikit pula oma opa yang hanya bisa duduk di kursi roda karena kondisi tubuhnya yang sudah tak memungkinkan untuk berdiri, juga yang terbaring di atas tempat tidur tak mampu untuk bangun, namun masih tetap bisa untuk berkomunikasi.

Ketika aku mulai menyapa, sejujurnya aku bingung harus bereaksi seperti apa karna itu merupakan kali pertama bagiku. Aku mulai mengikuti anggota komunitas lain yang sudah lebih berpengalaman. Dengan mulai memasang senyum yang lebar, menanyakan kabar sambil memegang tangan mereka dengan lembut. Hangat sekali rasanya ketika bisa melihat senyum keluar dari wajah yang sudah dipenuhi keriput itu namun tetap tak bisa menyembunyikan kebahagiaan dari hati mereka. 

Beberapa oma opa di sana sangat suka untuk berbicara seolah bertemu teman yang sudah lama tidak bertemu. Mereka akan menceritakan tentang hal yang mereka sukai, apa yang mereka lalui pada masa mudanya tentang keluarga yang meninggalkan mereka, dan banyak hal lainnya. Aku sangat suka mendengarkan mereka berbicara dengan penuh semangat.

Terkadang aku berpikir, bagaimana para lansia di luar sana harus bertahan ketika keluarga mereka tak menaruh perhatian atau yang sudah tak memiliki keluarga lagi. Aku bahkan tak sanggup membayangkan.

Ketika berada di panti ini ada satu hal yang membuatku tersentuh, saat aku hendak keluar dari salah satu kamar tiba-tiba sepasang tangan yang lemah dari seorang oma menahan lenganku, sedikit kaget aku pun berbalik, lalu sambil berbicara terpatah-patah dia mengatakan, "tolong doakan aku.." bahkan sambil menulis ini aku merinding setiap mengingatnya. 

Aku yang masih baru datang ke tempat itu sebenarnya merasa sedikit takut, bayangan apa yang akan terjadi setelah berdoa membuat jantungku berdebar kencang. Namun, melihat matanya yang begitu tulus membuatku tak tega dan meyakinkan diri kalau aku pasti bisa.  Saat aku mulai mendoakan pada Tuhan dia tak hentinya menjawab amin pada setiap permohonan yang kuucapkan. 

Aku bisa merasakan betapa dia sangat rindu untuk didoakan. Setelah selesai berdoa, dia tak hentinya mengucapkan terima kasih membuatku semakin terharu. Aku hanya bisa menggenggam tangannya yang lemah itu sambil mengatakan bahwa oma akan baik2 saja dan Tuhan akan terus menyertai. Entah kekuatan darimana yang membuatku mengatakan demikian. Tentunya dengan kekuatan Tuhan.

Sepulang dari panti, aku belajar hal baru lagi, betapa para lansia yang kelihatan baik-baik tetap saja membutuhkan orang lain untuk mendengarkannya. Semakin tua, ternyata mereka semakin takut untuk ditinggalkan. Mereka butuh ditemani, butuh untuk didengarkan. Namun, mereka juga tak ingin menjadi beban dan tak ingin dianggap tak berarti. 

Kelak pun kita akan mengalami hal yang sama jika Tuhan berikan umur yang panjang, dan saat itu pun akan merasakan hal yang sama seperti mereka. Lalu aku mengingat kembali ayat ini.

"Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. 

Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun