Dalam konteks hubungan internasional, politik luar negeri sebuah negara telah dipengaruhi oleh kebijakan politik di dalam negerinya. Artinya bahwa segala kebijakan politik luar negeri itu akan terbangun dan tidak terlepas dari kepentingan nasional. Menurut R.P. Barston (2014), diplomasi merupakan aktivitas mengatur, mengelola, dan manjerial relasi-relasi antar dua negara dan aktor-aktor lainnya. Sebagai peristiwa yang tidak terlepas dari ruang, waktu, dan aktor-aktornya, diplomasi politik secara inheren lahir dari sebuah nalar, pemikiran, dan kesadaran. Dapat pula dikatakan bahwa nalar diplomasi politik ini menjadi objek material yang dapat dianalisis pada level akademik.Â
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengadopsi konsep kebijakan politik luar negeri berdasarkan kepentingan politik di dalam negerinya. Dalam konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia telah dijelaskan bahwa politik luar negeri Indonesia merupakan politik bebas aktif. Bebas berarti tidak terikat oleh sebuah ideologi atau politik negara asing. Sedangkan, aktif berarti bahwa Indonesia berperan aktif dalam menjaga perdamaian dunia, serta mengembangkan prinsip kebebasan, kerja sama internasional, persamaan dengan menghormati kedaulatan negara-negara lain.
Adanya prinsip bebas aktif inilah yang menjadi ruh dan semangat Indonesia untuk memperjuangkan dan memainkan perannya di dunia internasional. salah satu negara yang menjadi fokus Indonesia dalam memperjuangkan hak kemerdekaannya adalah Negara Palestina. Dalam catatan sejarah, Indonesia memang telah lama menjalin hubungan diplomasi dengan Palestina. Hal ini disebabkan karena Palestina merupakan salah satu negara di wilayah Timur Tengah yang pertama kali mendukung dan memberikan pengakuan kemerdekaan Indonesia, setelah Mesir.
Konflik antara Israel dan Palestina yang dianggap kontroversial, ketika Amerika Serikat mengakui secara de facto bahwa Yerusalem merupakan Ibu Kota Israel. Padahal, pada hakikatnya, Yerusalem merupakan bagian dari Palestina. Pengumuman dan pengakuan itu disampaikan oleh Presiden Donald Trump pada tanggal 6 Desember 2017, sehingga memicu banyak kemarahan dan demonstrasi dari umat Muslim di seluruh dunia. Dalam hal ini, Indonesia memiliki prinsip bahwa segala bentuk penjajahan yang tidak sejalah dengan perikemanusiaan dan perikeadilan menentang segala bentuk penjajahan yang ada di muka bumi, salah satunya adalah pendudukan yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina. Hubungan antar negara yang dianggap baik antara Indonesia dan Palestina, telah mendorong Negara Indonesia untuk melakukan berbagai upaya dan langkah inisiatif dalam berperan serta membantu penanganan korban pendudukan Israel.
Selain itu, Negara Indonesia juga menyatakan sikap tegasnya untuk terus memperjuangkan kemerdekaan Negara Palestina. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menganggap bahwa penelitian ini perlu untuk dikaji lebih mendalam, khususnya terkait hubungan diplomatik Negara Indonesia dengan Palestina dalam bidang politik.
Kebijakan Luar Negeri dan Diplomasi Indonesia Untuk Palestina
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi menyampaikan bahwa perjuangan Negara Palestina berada di jantung politik luar negeri Indonesia. Setiap upaya diplomasi Indonesia tidak pernah berhenti untuk membantu Palestina. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia selalu melibatkan seluruh komponen bangsa dengan tujuan untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia. Selain itu, Indonesia juga berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan dunia, baik dalam tingkat bilateral, regional, maupun global.Â
Pada tingkat global, Indonesia terus mengambil peran untuk aktif di berbagai isu multilateral, seperti pelucutan senjata dan non-proliferasi, penanggulangan kejahatan lintas negera terorganisir, penanggulangan terorisme, millennium development goals (MDGs), pandemic, ketahanan pangan dan energy, perubahan iklim, keanekaragaman hayati, pembanganunan berkelanjutan, ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, reformasi PBB, HAM, gerakan non-blok (GNB), Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan isu Palestina.
Hubungan Indonesia dan Palestina dapat dilihat sejak awal kemerdekaan Indonesia. Adanya pengakuan pertama kemerdekaan Indonesia dimulai dari Negara Mesir dan Palestina. Pada saat itu, tim delegasi Indonesia yang dikirimkan ke beberapa wilayah Timur Tengah mendapatkan sambutan dan dukungan baik dari Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, yaitu seorang mufti Palestina yang membantu Indonesia untuk melobi negara-negara Arab agar mengakui kemerdekaan Indonesia.
 Pada tahun 1974, Negara Indonesia mengakui keberadaan Palestine Leberation Organization (PLO) yang didirikan oleh Yasser Arafat sebagai representatif dari rakyat Palestina di masyarakat internasional. Pada tahun 1988, Palestina mendeklarasikan kemerdekaan di Aljiria, Ibu kota Aljazair. Kemudian, pada tanggal 16 November tahun 1988, Indonesia mengakui kemerdekaan Palestina dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara tersebut. Pada tahun 1991, secara resmi kantor Kedutaan Besar Palestina dibuka di Jakarta. Dan tahun 1993, Presiden Palestina Yasser Arafat melakukan kunjungan ke Indonesia.
Pada tahun 2006, terjadinya kemenangan Hamas dalam pemilu, Indonesia menyatakan sikap dengan menghormati keputusan rakyat Palestina yang telah menyelenggarakan pemilu yang demokratis dan memberikan himbauan kepada negara Barat untuk tidak berpikiran negatif terhadap Hamas. Tahun 2007 dan 2010, Presiden Palestina, Mahmoud Abbas melakukan kunjungan kerja ke Indonesia. Kunjungan ini bertujuan untuk meminta dukungan Indonesia agak dapat kembali melakukan upaya perdamaian, rekonsiliasi internal Palestina, khususnya pada kelompok Fatah dan Hamas.
Selain itu, pada tahun 2016, Indonesia menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa OKI ke-15 terkait Palestina dan Al-Quds al-Syarif. Pada tahun 2015 juga, Indonesia menjadi tuan rumah International Conference on the Question of Jerusalem. Kemudian, Indonesia juga aktif dalam Peace Conference yang diinisiasi oleh Prancis. Sedangkan, tahun 2017, Indoensia telah memberikan gebrakan baru untuk mendorong terjadinya pertemuan tingkat Menteri OKI, setelah terjadinya kerusuhan di Yerusalem.
Upaya Indonesia Memperjuangkan Palestina Sebagai Negara Berdaulat
Kemerdekaan Palestina memang bukan menjadi pilihan politik luar negeri Indonesia. Tetapi, hal ini menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan karena adanya amanah konstitusi. Selain itu, konflik Israel-Palestina yang berkepanjangan menjadikan Indonesia ingin turut memperjuangkan perdamaian Israel-Palestina. Tercatat pada tahun 2007-2008 lalu dan pada bulan Juni 2018, Indonesia telah dipilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Hal inilah yang dimanfaatkan Indonesia sebagai wadah dalam mengekspresikan politik luar negeri dan diplomasinya untuk terus memperjuangkan Palestina.
 Keanggotaan Indonesia di DK PBB ini disebabkan karena aktifnya diplomasi Indonesia dalam memperjuangkan upaya-upaya perdamaian terhadap konflik Israel dan Palestina. Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar dan pernah mengalami pendudukan yang cukup lama, memiliki perhatian yang tinggi untuk membantu Muslim Palestina. Pada masa pemerintahan Joko Widodo, Indonesia dengan konsisten mendukung kemerdekaan bangsa Palestina. Hal ini terbukti ketika Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa OKI di Istanbul Turki, Presiden Jokowi mengatakan bahwa dalam setiap helaan nafas diplomasi Indonesia, di situ juga ada keberpihakan Indonesia terhadap Palestina.
Adanya pernyataan Presiden Jokowi tersebut, dengan tegas telah menyatakan bahwa Negara Indonesia bersungguh-sungguh untuk mendukung kemerdekaan Palestina. Dukungan yang dilakukan oleh Indonesia terhadap Palestina tersebut dengan tidak membuka hubungan resmi, baik dalam bidang perdagangan maupun hubungan diplomatik dengan Negara Israel. Hal ini juga menunjukkan bahwa Negara Indonesia tidak mengakui keberadaan Negara Israel dengan tidak memiliki hubungan bilateral dengan negara tersebut.
Saat diakuinya Yerusalem sebagai Ibu Kota Negara Israel oleh Amerika Serikat, Presiden Joko Widodo menyampaikan dengan tegas kecaman terhadap pengakuan yang dibuat oleh Amerika Serikat tersebut. Presiden Joko Widodo pun mengajak negara-negara yang tergabung dalam OKI untuk dapat bersatu dan menyampingkan segala macam perbedaan untuk dapat membela Negara Palestina. Presiden Joko Widodo juga menyampaikan enam poin penting terhadap sikap negara anggota OKI, yaitu pertama, OKI harus dengan tegas untuk menolak pengakuan unilateral atas Yerusalem. Kedua, Jokowi mengajak semua negara yang memiliki kantor Kedutaan Besar di Tel Aviv, Israel untuk tidak memindahkannya ke Yerusalem. Ketiga, negara OKI dapat dijadikan motor penggerak untuk dapat melobi negara-negara yang belum melakukan pengakuan terhadap Palestina agar segera melakukannya. Keempat, bagi negara OKI yang telah memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, untuk dapat mengambil langkah-langkah dan meninjau kembali dengan berbagai resolusi OKI. Kelima, anggota OKI harus bersatu untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan terhadap Palestina. Keenam, Jokowi juga berharap agar OKI dapat menjadi motor penggerak di berbagai forum internasional dan multilateral untuk mendukung Palestina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H