Laporan Praktikum Minggu Ketiga: Penanganan Stunting dan Pernikahan Dini di Kelurahan Wirolegi
Rabu, 15 Mei 2024 - Pada minggu ketiga pelaksanaan praktikum analisis kebijakan sosial, mahasiswa Universitas Jember melanjutkan kegiatan asesmen terkait penanganan stunting dan pernikahan dini di Kelurahan Wirolegi. Asesmen ini mencakup wawancara dengan pihak kelurahan, Tim Pendamping Keluarga (TPK), dan kader posyandu di lingkungan Kaliwining dan Sumberejo.
Hasil Asesmen 1: Kebijakan Kelurahan
Fika Huliyata Dury dan Amanda Olivia Octamilanie melaporkan bahwa kebijakan penanganan stunting dan pernikahan dini di Kelurahan Wirolegi lebih banyak berasal dari pemerintah pusat. Pemberian makanan tambahan (PMT) berupa susu dan vitamin kepada bayi dan ibu hamil dianggap efektif dalam mengurangi angka stunting. Selain itu, bantuan sembako juga diberikan, meskipun tidak secara spesifik untuk penanganan stunting dan pernikahan dini.
Bapak Lurah menyebutkan bahwa dua lingkungan, Kaliwining dan Sumberejo, memiliki tingkat stunting dan pernikahan dini yang tinggi. Dana untuk program-program ini sebagian besar berasal dari CSR dan sumber lain, karena kelurahan tidak memiliki dana swadaya sendiri.
Hasil Asesmen 2: Lingkungan Kaliwining
Fika Huliyata Dury, Amanda Olivia Octamilanie, dan Annastia Ariqoh melaporkan bahwa di lingkungan Kaliwining, rendahnya pendidikan dan budaya menikah dini menjadi penyebab utama stunting dan pernikahan dini. TPK dan kader posyandu melakukan penyuluhan tentang pentingnya menikah di usia yang sesuai dan pentingnya pendidikan.
Meskipun demikian, program Kampung Remaja Sehat yang pernah berjalan di lingkungan ini terhenti karena kurangnya dukungan dari pemerintah setempat. Hambatan lain termasuk keterbatasan tenaga kerja di posyandu, dengan hanya satu bidan dan lima kader untuk melayani 86 anak.
Hasil Asesmen 3: Lingkungan Sumberejo
Di lingkungan Sumberejo, Anisyah Noer Fajriyah dan Annas Wahyu Hidayat melaporkan bahwa ketakutan orang tua terhadap kemungkinan zina menyebabkan banyak pernikahan dini, bahkan sebelum anak lulus SMP. Rendahnya kesadaran akan pentingnya gizi dan kesehatan bayi membuat banyak orang tua enggan membawa anak mereka ke posyandu. Selain itu, banyak keluarga lebih memilih membayar denda daripada menunda pernikahan anak hingga usia yang cukup.
TPK Sumberejo juga menghadapi tantangan serupa dengan keterbatasan tenaga kerja dan kurangnya dukungan untuk program-program yang ada. Sosialisasi mengenai pentingnya pemenuhan gizi dan dampak jangka panjang dari stunting terus dilakukan, meskipun hasilnya belum signifikan.
Kesimpulan
Laporan minggu ketiga ini menunjukkan bahwa upaya penanganan stunting dan pernikahan dini di Kelurahan Wirolegi masih menghadapi berbagai tantangan. Rendahnya pendidikan, budaya yang mendukung pernikahan dini, dan keterbatasan sumber daya menjadi hambatan utama. Dukungan yang lebih kuat dari pemerintah setempat dan peningkatan partisipasi masyarakat diperlukan untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam penanganan masalah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H