Fase industri 4.0 dan persiapan menuju fase Society 5.0, yaitu revolusi industri dan kemajemukan masyarakat karena adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat sedang dihadapi dunia saat ini.Â
Pada fase-fase ini, negara-negara tidak lagi berfokus untuk memindahkan aset fisik mereka menjadi aset yang di-digital-isasi dan mengintegrasikan aset-aset tersebut ke dalam suatu ekosistem digital melainkan telah beradaptasi dalam penggunaan teknologi digital dalam berbagai kegiatan sehari -- hari (PWC, 2018).
 Sehingga, penerapan teknologi informasi dan digital pada kepentingan organisasi menjadi sangat vital ketika suatu organisasi ingin survive terhadap era ini.Â
Penerapan teknologi yang tepat merupakan langkah penting dalam menghadapi revolusi industri keempat ini sehingga kualitas Sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu aset yang berharga dalam pemanfaatan teknologi yang ada. Hal ini dikarenakan teknologi serumit apapun tidak dapat berjalan sendiri tanpa ada manusia yang menginisiasi.Â
Apabila SDM-nya tidak berkompeten dan kapabel dalam mengoperasikan teknologi yang mutakhir, maka teknologi tersebut menjadi sia-sia. Hal ini mengakibatkan setiap organisasi yang menerapkan teknologi mutakhir dihadapkan pada dua pilihan, yakni merekrut SDM baru yang lebih kompeten atau melatih SDM yang sudah ada.Â
Namun demikian, secara akademis terbukti bahwa berinvestasi dengan memberikan pelatihan kepada SDM yang sudah ada cenderung memberikan return yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah (Goldin, C, 2016).
Pembangunan dan penguatan SDM menjadi aset yang sangat penting pada level institusi pemerintahan sehingga dapat bertahan di tengah era globalisasi, yang mana memiliki disrupsi informasi yang sangat tinggi.Â
Namun, pemerintahan Indonesia masih memiliki permasalahan dalam mereformasi birokrasi pada SDM aparatur, seperti masalah -- masalah mengenai alokasi dalam hal kuantitas dan kualitas, distribusi pegawai menurut teritorial tidak seimbang, dan tingkat produktivitas pegawai masih rendah.Â
Tampaknya, Kuantitas SDM yang besar harus diimbangi dengan kualitasnya yang baik sehingga dapat menghasilkan SDM yang sesuai kebutuhan organisasi.Â
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh McKinsey Global, saat ini Indonesia memiliki 11,65 juta pekerja terampil, sedangkan Indonesia membutuhkan 113 juta tenaga kerja terampil untuk dapat menjadi kekuatan ke-7 dunia pada tahun 2030 (Shift Indonesia, 2019).Â
Pembangunan dan penguatan sistem manajemen SDM ini dimaksudkan agar SDM aparatur memiliki integritas, menjadi netral, kompeten, kapabel, profesional, berkinerja tinggi, dan sejahtera. Dengan terwujudnya SDM yang demikian, maka diyakini pelayanan publik yang prima akan tercipta. Hal ini dipertegas pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dimana Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa tema kebijakan fiskal untuk tahun 2020 adalah "APBN untuk Akselerasi Daya Saing melalui Inovasi dan Penguatan Kualitas Sumber Daya Manusia" untuk menjawab tantangan permasalahan SDM di Indonesia