Mohon tunggu...
Annas Zulkarnain
Annas Zulkarnain Mohon Tunggu... Polisi - Knowledge Seeker

Polri

Selanjutnya

Tutup

Cryptocurrency Pilihan

Pasar Uang Virtual Crypto Sebagai Modus Baru pada Transaksi Narkotika

27 April 2022   12:35 Diperbarui: 27 April 2022   12:38 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cryptocurrency. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Akhir akhir ini publik di hebohkan dari maraknya investasi online bodong. Sebut saja kasus Penipuan dan Hoax Binary Option yang dilakukan oleh beberapa Influencer ternama menjadi suatu sorotan yang menarik jika dibahas dari segi penegakan hukum. Selain karena pandemi covid 19 yang mengakibatkan banyak pemutusan kerja sehingga banyak orang yang berbondong bondong ingin mendapatkan uang dengan instan, marakanya investasi dengan aset digital ini juga dipengaruhi oleh gencarnya penggiat sosial media dalam mempublikasikan hasil dari trading yang telah dilakukan. Terlepas dari investasi bodong yang telah beredar, ternyata aset digital banyak macamnya, seperti crypto currency, Forex, emas digital dan saham. ternyata,aset digital ini juga dapat dimanfaatkan tidak hanya menghasilkan keuntungan finansial namun sarana pencucian uang dan transaksi barang barang ilegal.

Pada kesempatan kali ini, kami ingin membahas bagaimana mata uang virtual kripto (Crypto currency) mengambil andil dalam transaksi pada sebuah kegiatan atau produk ilegal khusunya Narkotika.

Pasar virtual Kripto didefinisikan sebagai jenis situs web yang menggunakan enkripsi canggih untuk melindungi anonimitas pengguna dan telah digunakan oleh pelaku-pelaku kejahatan untuk meningkatkan keamanan transaksi mereka pada pasar gelap virtual. Hal ini secara signifikan menurunkan kemampuan pemantauan dan deteksi lembaga penegak hukum.

Selain itu, jika dikombinasikan dengan sistem escrow contohnya seperti rekening bersama pasar online pada Dark Web, telah secara signifikan mengubah struktur dan organisasi perdagangan obat-obatan terlarang (Martin, 2014). Fenomena ini ditandai sebagai revolusi dan evolusi kriminal dalam perdagangan narkoba. Salah satu pasar perdagangan barang barang terlarang terbesar di virtual dark market yaitu Situs Silk Road diketahui menggunakan transaksi kripto pertama pada awal tahun 2011 (Van Hout and Bingham, 2014).

Christin (2012) menyatakan bahwa Silk Road dianalogikan sebagai "e-Bay for Drugs" dengan konsumen narkotika baik untuk konsumsi pribadi maupun untuk "business to business", yaitu penjualan antara suatu sindikat dengan sindikat lainnya dan bukan untuk tujuan pribadi. Tepat sebelum penutupan Situs Silk Road pada tahun 2013 oleh FBI, lebih dari 1000 vendor aktif di Silk Road dan penjualan tahunan diperkirakan mencapai 89,7 juta USD (Aldridge dan Dcary-Htu 2014). Amerika Serikat adalah negara asal vendor dan penjual yang paling sering mengusulkan untuk mengirimkan produk terlarang mereka sebagian besar ke seluruh dunia (Christin, 2012). Namun secara global pasar kripto masih berkontribusi kecil pada perdagangan narkoba global, dengan lebih dari 50% pengguna narkoba di Australia, Inggris dan Amerika Serikat melakukan setidaknya satu kali transaksi narkoba menggunakan uang kripto (Barratt et al, 2014).

Permasalahan tidak kunjung usai disebabkan penutupan situs Silk Road membuat vendor-vendor lain pada Dark Web semakin menjamur dalam penjualan barang-barang terlarang khususnya narkoba. Buskirk dari National Drug and Alcohol Research Centre (NDARC) di Australia mengatakan terjadi peningkatan pembelian pada pasar virtual terhadap narkoba di Australia karena munculnya pasar-pasar alternatif dari Silk Road.

Penutupan situs ini malah membuat tidak adanya quality control dari situs serupa sehingga pembeli memiliki resiko yang lebih besar seperti penipuan bahkan kualitas obat terlarang yang dapat membahayakan jiwa jika digunakan. Lebih lanjut, pasar kripto menunjukkan manfaat bagi vendor dalam segi keamanan pasar di seluruh dunia dan konsumen terhadap keragaman jenis obat yang tersedia serta informasi terkait kualitas produk dibandingkan dengan keamanan pada pasar tradisional (Hout dan Bingham, 2013; Barratt 2014).

Menurut laporan UNODC (2020), terdapat sekitar 14.4 Juta Euro Dollar akumulasi transaksi perbulan pada perdagangan narkoba di darknet yang didominasi dengan 4 situs terbesar yaitu Dream market, Trade Route, Valhalla and Berlusconi Market pada tahun 2018. Hal Ini menggambarkan permintaan yang kuat dan semakin banyaknya situs serupa Silk Road yang menunjukan semakin pentingnya pasar kripto dalam perdagangan narkotika ilegal.

Tampaknya, tidak mungkin pasar kripto akan hilang terlepas dari tindakan keras penegakan hukum karena sifat market kripto yang anonim dan borderless yang membuat baik para vendor dan konsumernya lebih nyaman dalam melakukan transaksi narkoba. Hal ini akan menyulitkan juga bagi aparatur negara dan penegak hukum dalam membuat kebijakan untuk mengatur pasar ini dan melakukan penegakan hukum bagi para pelakunya.

Pada umumnya obat-obatan ilegal tersebut disisipkan melalui perantara masyarakat atau layanan pos swasta tanpa sepengetahuan agenya. Selain itu, narkoba illegal ini dapat juga disembunyikan di lokasi yang telah disepakati antara penjual dan pembeli (Brussels, 2016). Paket sering dikirim secara anonym melalui pos dimana pada yurisdiksi dengan aturan hukum yang ketat, narkoba dapat disisipkan dalam sebuah surat. Hal Ini mendorong beberapa vendor darknet memiliki beberapa jaringan pada negara tujuan penyaluran narkoba. Dalam mengirimkan surat mengandung narkoba ilegal melintasi perbatasan ke negara lain, vendor asing menyalurkan narkoba tersebut melalui kerja sama dengan jaringannya pada negara tujuan untuk menghindari deteksi dari penegak hukum setempat.

Perdagangan ilegal narkoba melalui pasar gelap kripto di Indonesia dikategorikan sebagai salah satu bentuk tindak pidana Transnational crime, yaitu merupakan suatu bentuk kejahatan lintas batas negara. Hingga penulisan ini, belum ditemukan situs perdagangan narkoba online pada darknet yang berpotensi merubah trend perdagangan narkoba asal Indonesia. Walaupun demikian, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia merupakan Segitiga Emas Perdagangan Narkoba Dunia (Detik, 2018). Hal ini berarti bahwa Indonesia merupakan tempat yang paling banyak baik menjadi sasaran penjualan narkoba maupun sebagai negara transit perdagangan narkoba.

Sindikat Narkoba kelas kakap memiliki jaringan di berbagai penjuru dunia termasuk di Indonesia. Kartel narkoba ilegal kelas dunia seperti Meksiko dan Cina sering menjadikan negara Indonesia sebagai negara tujuan perdagangan mereka ataupun sebagai negara transit dengan tujuan perdagangan di Australia (Kumparan, 2020). Sehingga perdagangan narkoba ilegal ini juga dikatakan sebagai Orgnaized Crime, yaitu kejahatan yang terorganisir dan memiliki jaringan secara global sama layaknya dengan terorisme (Bertola, 2020). 

Adanya perkembangan modus operandi baru dari pasar traditional ke pasar gelap menggunakan mata uang bitcoin terhadap perdagangan narkoba dibenarkan oleh Komjen Pol Heru Winarko selama masa pandemic covid-19 (liputan6.com, 2021). Terjadinya peningkatan penggunaan koin kripto di masa pandemic covid 19 tahun ini secara signifikan yang mencapai 8.2 juta investor dengan total nilai transaksi sejumlah Rp370 Triliun (suaranews, 2021). Anemo masyarakat yang sangat besar pada jenis mata uang baru ini tentunya dapat dianalogikan sebagai dua bilah mata pisau yang tajam yang jika tidak digunakan secara bijaksana berpotensi menimbulkan bergai macam masalah sosial dan Tindakan kriminalitas seperti money laundering atau tindak pencucian uang, pendanaan terorisme, penipuan asset dan investasi, prostitusi, perdagangan anak dan perdagangan barang barang ilegal seperti narkoba, senjata api dan bahkan pembunuh bayaran di Dark Web (Arifin, 2018; Pramudiya, 2020; Rani et al, 2020).

Regulasi kripto di Indonesia adalah sebagai jenis komoditas sesuai dengan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka. Hal ini berarti bahwa penggunaan kripto hanya sebagai asset/komoditas untuk investasi dan tidak sah menggunakan kripto sebagai alat pembayaran. Walaupun demikian, pada penerapanya, tidak ada sanksi hukum yang berlaku bagi siapa pun yang melanggar ketentuan tersebut.

Selain itu, berbeda dengan mata uang resmi yang dibuat oleh suatu negara pada bank sentral yang dapat dikotnrol peredaranya, mata uang virtual dibuat oleh sekelompok orang atau badan hukum dengan Bahasa pemrograman tertentu yang menggunakan system terdesentralisasi dalam media elektronik sehingga sulit untuk dikontrol laju penyebarannya (Ministry of Finance and Public Accounts, 2014). Hal ini membuat koin kripto memilki volatilitas yang tinggi (dapat mengalami kenaikan dan penurunan harga secara cepat) dan menjadi sarana yang tepat bagi para pelaku pencucian uang. 

Dampak lain dari adanya regulasi kripto sebagai asset adalah tidak adanya sistem kontrol langsung dari pemerintah setempat dalam mengatur peredaranya. Untuk dapat memiliki mata uang ini, pengguna harus memiliki akun dalam broker tertentu (sebagai penyedia layanan jasa pertukaran kripto). Jual beli kripto dapat berlangsung secara lintas yuridiksi tanpa melalui pemerintah setempat.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memiliki beberapa tantangan dalam penyidikan perdagangan tindak pidana narkoba melalui pasar gelap virtual dengan koin kripto. Tantangan pertama adalah adalah mengenai kemungkinan adanya proses pada sistem peradilan pidana yang tanpa batas (borderless) bahkan melibatkan pelaku dengan locus delicti pada negara lain. Hal ini akan membuat penyidikan kasus terhenti hanya sampai pada pengedar lokal dan tidak dapat menangkap bandar utama yang berada pada lintas yuridiksi tersebut sehingga pemberantasan narkoba tidak dapat optimal. Tantangan yang kedua dari segi regulasi mata uang kripto yang tidak secara ketat mengatur identitas kepemilikan kripto (masih banyak pemilik koin kripto dengan status anonim).

Perlu diketahui bahwa rincian transaksi pada uang virtual dibagikan kepada seluruh pemegang koin kripto yang dikumpulkan dalam laporan utama. Dalam pengungkapan kasus perdagangan tindak pidana narkoba pada Dark Web, analisis waktu pada saat dilakukan kejahatan dan arus transaksi uang pada kejahatan perdagangan narkoba ilegal harus mampu untuk membuka identitas nama asli pelaku yang terlibat dan melihat riwayat dari transaksi yang telah dilakukan. Regulasi pada komoditas kripto di Indonesia belum mendukung hal tersebut sehingga menyulitkan bagi penegak hukum untuk mengungkap identitas asli dari nama samara para pelaku perdagangan narkoba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cryptocurrency Selengkapnya
Lihat Cryptocurrency Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun