Akhir akhir ini publik di hebohkan dari maraknya investasi online bodong. Sebut saja kasus Penipuan dan Hoax Binary Option yang dilakukan oleh beberapa Influencer ternama menjadi suatu sorotan yang menarik jika dibahas dari segi penegakan hukum. Selain karena pandemi covid 19 yang mengakibatkan banyak pemutusan kerja sehingga banyak orang yang berbondong bondong ingin mendapatkan uang dengan instan, marakanya investasi dengan aset digital ini juga dipengaruhi oleh gencarnya penggiat sosial media dalam mempublikasikan hasil dari trading yang telah dilakukan. Terlepas dari investasi bodong yang telah beredar, ternyata aset digital banyak macamnya, seperti crypto currency, Forex, emas digital dan saham. ternyata,aset digital ini juga dapat dimanfaatkan tidak hanya menghasilkan keuntungan finansial namun sarana pencucian uang dan transaksi barang barang ilegal.
Pada kesempatan kali ini, kami ingin membahas bagaimana mata uang virtual kripto (Crypto currency) mengambil andil dalam transaksi pada sebuah kegiatan atau produk ilegal khusunya Narkotika.
Pasar virtual Kripto didefinisikan sebagai jenis situs web yang menggunakan enkripsi canggih untuk melindungi anonimitas pengguna dan telah digunakan oleh pelaku-pelaku kejahatan untuk meningkatkan keamanan transaksi mereka pada pasar gelap virtual. Hal ini secara signifikan menurunkan kemampuan pemantauan dan deteksi lembaga penegak hukum.
Selain itu, jika dikombinasikan dengan sistem escrow contohnya seperti rekening bersama pasar online pada Dark Web, telah secara signifikan mengubah struktur dan organisasi perdagangan obat-obatan terlarang (Martin, 2014). Fenomena ini ditandai sebagai revolusi dan evolusi kriminal dalam perdagangan narkoba. Salah satu pasar perdagangan barang barang terlarang terbesar di virtual dark market yaitu Situs Silk Road diketahui menggunakan transaksi kripto pertama pada awal tahun 2011 (Van Hout and Bingham, 2014).
Christin (2012) menyatakan bahwa Silk Road dianalogikan sebagai "e-Bay for Drugs" dengan konsumen narkotika baik untuk konsumsi pribadi maupun untuk "business to business", yaitu penjualan antara suatu sindikat dengan sindikat lainnya dan bukan untuk tujuan pribadi. Tepat sebelum penutupan Situs Silk Road pada tahun 2013 oleh FBI, lebih dari 1000 vendor aktif di Silk Road dan penjualan tahunan diperkirakan mencapai 89,7 juta USD (Aldridge dan Dcary-Htu 2014). Amerika Serikat adalah negara asal vendor dan penjual yang paling sering mengusulkan untuk mengirimkan produk terlarang mereka sebagian besar ke seluruh dunia (Christin, 2012). Namun secara global pasar kripto masih berkontribusi kecil pada perdagangan narkoba global, dengan lebih dari 50% pengguna narkoba di Australia, Inggris dan Amerika Serikat melakukan setidaknya satu kali transaksi narkoba menggunakan uang kripto (Barratt et al, 2014).
Permasalahan tidak kunjung usai disebabkan penutupan situs Silk Road membuat vendor-vendor lain pada Dark Web semakin menjamur dalam penjualan barang-barang terlarang khususnya narkoba. Buskirk dari National Drug and Alcohol Research Centre (NDARC) di Australia mengatakan terjadi peningkatan pembelian pada pasar virtual terhadap narkoba di Australia karena munculnya pasar-pasar alternatif dari Silk Road.
Penutupan situs ini malah membuat tidak adanya quality control dari situs serupa sehingga pembeli memiliki resiko yang lebih besar seperti penipuan bahkan kualitas obat terlarang yang dapat membahayakan jiwa jika digunakan. Lebih lanjut, pasar kripto menunjukkan manfaat bagi vendor dalam segi keamanan pasar di seluruh dunia dan konsumen terhadap keragaman jenis obat yang tersedia serta informasi terkait kualitas produk dibandingkan dengan keamanan pada pasar tradisional (Hout dan Bingham, 2013; Barratt 2014).
Menurut laporan UNODC (2020), terdapat sekitar 14.4 Juta Euro Dollar akumulasi transaksi perbulan pada perdagangan narkoba di darknet yang didominasi dengan 4 situs terbesar yaitu Dream market, Trade Route, Valhalla and Berlusconi Market pada tahun 2018. Hal Ini menggambarkan permintaan yang kuat dan semakin banyaknya situs serupa Silk Road yang menunjukan semakin pentingnya pasar kripto dalam perdagangan narkotika ilegal.
Tampaknya, tidak mungkin pasar kripto akan hilang terlepas dari tindakan keras penegakan hukum karena sifat market kripto yang anonim dan borderless yang membuat baik para vendor dan konsumernya lebih nyaman dalam melakukan transaksi narkoba. Hal ini akan menyulitkan juga bagi aparatur negara dan penegak hukum dalam membuat kebijakan untuk mengatur pasar ini dan melakukan penegakan hukum bagi para pelakunya.
Pada umumnya obat-obatan ilegal tersebut disisipkan melalui perantara masyarakat atau layanan pos swasta tanpa sepengetahuan agenya. Selain itu, narkoba illegal ini dapat juga disembunyikan di lokasi yang telah disepakati antara penjual dan pembeli (Brussels, 2016). Paket sering dikirim secara anonym melalui pos dimana pada yurisdiksi dengan aturan hukum yang ketat, narkoba dapat disisipkan dalam sebuah surat. Hal Ini mendorong beberapa vendor darknet memiliki beberapa jaringan pada negara tujuan penyaluran narkoba. Dalam mengirimkan surat mengandung narkoba ilegal melintasi perbatasan ke negara lain, vendor asing menyalurkan narkoba tersebut melalui kerja sama dengan jaringannya pada negara tujuan untuk menghindari deteksi dari penegak hukum setempat.
Perdagangan ilegal narkoba melalui pasar gelap kripto di Indonesia dikategorikan sebagai salah satu bentuk tindak pidana Transnational crime, yaitu merupakan suatu bentuk kejahatan lintas batas negara. Hingga penulisan ini, belum ditemukan situs perdagangan narkoba online pada darknet yang berpotensi merubah trend perdagangan narkoba asal Indonesia. Walaupun demikian, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia merupakan Segitiga Emas Perdagangan Narkoba Dunia (Detik, 2018). Hal ini berarti bahwa Indonesia merupakan tempat yang paling banyak baik menjadi sasaran penjualan narkoba maupun sebagai negara transit perdagangan narkoba.