Imposter syndrome adalah kondisi psikologis ketika seseorang merasa tidak pantas meraih kesuksesan yang dicapainya. Orang dengan sindrom ini justru merasa waswas, seolah suatu hari orang-orang akan menganggap dirinya hanyalah seorang penipu yang tidak berhak mengakui segala prestasi dan keberhasilannya.
Imposter syndrome’ adalah pengalaman psikologis seseorang yang memercayai bahwa pencapaiannya tidak terwujud karena kemampuannya, tetapi karena keberuntungan, karena telah bekerja lebih keras dari orang lain, atau telah memanipulasi impresi dari orang lain terhadapnya (Clance & Imes, 1978).
Menurut Clance (1985) ada orang yang mengalami imposter syndrome juga mengalami siklus imposter. Siklus imposter dimulai ketika seseorang diberikan sebuah tugas yang berkaitan dengan pencapaian diri. Orang tersebut merasa cemas, ragu akan diri sendiri, dan khawatir ketika dihadapkan dengan tugas tersebut. Orang tersebut akan cenderung melakukan over-preparation (menyiapkan tugas secara berlebihan dan mengerjakannya dalam rentang waktu yang lama) atau orang tersebut akan melakukan prokrastinasi kemudian tergesa-gesa menyelesaikan tugas tersebut mendekati tenggat waktu yang ditetapkan.
Awalnya, ketika tugas tersebut selesai, seseorang itu akan merasa lega. Namun, perasaan ini tidak menetap. Ketika menerima umpan balik yang positif dari orang lain, seseorang itu tidak akan merasa senang karena ia berpikir bahwa kualitas pekerjaannya merupakan hasil dari kerja keras saat over-preparation atau hanyalah keberuntungan jika ia melakukan prokrastinasi. (Sakulku, 2011).
5 jenis orang – orang yang rawan terkena Imposter syndrome
1. The Perfectionist
Jenis imposter syndrome yang pertama adalah sang perfeksionis. Bicara soal keraguan diri yang muncul akibat sindrom ini, perfeksionisme memiliki kaitan erat yang dapat berkontribusi terhadap perilaku dan pola pikir yang ada pada individu.
Para perfeksionis selalu membuat standar yang tinggi untuk setiap hal yang dilakukan. Namun saat berhadapan dengan kegagalan, orang perfeksionis acap kali akan langsung meragukan kemampuan diri sendiri dan kesulitan untuk bangkit.
2. The Superwoman/man
Siapa bilang seorang superman atau superwoman tidak punya kelemahan? Individu yang tampak kuat dalam berbagai macam hal dan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik dengan bekerja keras ternyata bisa jadi sedang mengalami imposter syndrome loh.
Fenomena ini dapat disebabkan karena tekanan yang muncul saat seseorang berada di lingkaran pertemanan yang memiliki standar tinggi, berprestasi, serta punya kapasitas yang mumpuni. Para superwoman dan superman ini kemudian mendorong dirinya sendiri untuk bekerja lebih keras agar bisa setara dengan yang lainnya.