Perjalanan pustakawan bukan memuseumkan ilmu pengetahuan. Tugas sebagai agen pembangun pengetahuan mengarahkannya untuk senantiasa sabar dan telaten membimbing siswa menemukan pengetahuan baru melalui sumber daya yang tersedia. Layaknya seorang pedagang, pustakawan harus mempromosikan sumber informasi pengguna tertarik mamanfaatkan. Pedangang yang tidak mengambil "keuntungan."
Tangan hangatnya seolah memberikan ketenangan setiap orang yang mengalami kepanikan dunia informasi. Ketika siswa datang berbondong-bondong menyelesaikan tugas dari kelas yang harus selesai hari itu juga, pustakawanlah yang akan membantu menenangkan kepanikan siswa. Â Ya, bisa dikatakan sebagai agen penolong (rescue agent) ketika mencarikan sumber bacaan dengan cepat dan tepat. Ibarat berada di tengah padang pasir, dahaga mereka terobati dengan kesigapan agen penolong ketika mencarikan air. Jika boleh meminjam slogan pegadaian, pustakawan mampu menyelesaikan masalah tanpa masalah.
Ciri pembelajaran abad 21 ditekankan pada proses belajar. Siswa lebih aktif untuk mencari jawaban setiap permasalahan. Sadar atau  tidak anak-anak terbiasa dengan konekasi teknologi informasi. Lorong-lorong maya sebaiknya mulai diperkenalkan sebagi sumber informasi selama pembelajaran. Masalahnya, selama ini tidak ada bekal ketrampilan dalam berselancar mencari sumber rujakan, seperti menggunakan ensiklopedi, menggali informasi internet secara tepat, hingga mengevaluasi informasi yang benar-benar dapat menjawab permasalahan siswa.
Kenyataannya,lain, pembelajaran selama ini belum mampu mendekatkan siswa terhadap berbagai sumber bacaan untuk menyelesaikan tugas dari guru. Parahnya, jika ada pembelajaran memanfaatkan perpustakaan, Â karena mengisi kekosongan jam pelajaran. Akibatnya, anak akan memiliki mindset perpustakaan menjadi tempat kedua ketika jam kosong.
Berdaya tidaknya perpustakaan dalam mendukung kurikulum bergantung pada tangan dingin pustakawan ketika menyediakan resource, database, alamat web yang  pantas dibaca siswa dan sesuai pelajaran. Menurut seorang ahli informasi Ida Fajar mengatakan, pustakawan bermain menjadi jembatan gaps antara siswa dan guru, informasi online dan kurikulum.
Kepiawaian seorang pustakawan menjadi agen mengembangkan literasi informasi terlihat ketika menemani para peselancar informasi hingga menemukan pengetahuan baru. Tahapan pembelajaran bisa dikembangkan menjadi salah satu model pembelajaran kolaborasi apik antara guru dan pustakawan. Materi ketrampilan menggunakan sumber rujukan dapat disisipkan ke dalam silabus pembelajaran. Model kolaborasi ini menjadi sangat efektif untuk meningkatkan level literasi, dari sekedar pembiasaan membaca di kelas.
Permasalahan literasi menjadi "gawe" besar pemerintah. Gerakan Literasi Sekolah menjadi salah satu ikhtiar pemerintah dalam menangani  masalah literasi di sekolah. Sukses dari sebuah usaha tentu dibarengi dengan dukungan berbagai pihak dari pemerintah hingga ekosistem sekolah sendiri.
Berbicara masalah literasi bukanlah hal mudah diterapkan, bukan sekedar mengetahui bagaimana cara membaca. Literasi membutuhkan kombinasi ketrampilan dan pengetahuan siswa dalam membedakan pesan yang benar-benar dibutuhkan, untuk kemudian dikembangkan sesuai pengalaman pribadi menjadi pengetahuan baru.Â
Pustakawan memiliki peran dalam mentranfer pengetahuan melalui sumber bacaan. Pustakawan bukan lagi sebagai penjaga ruangan berisi deretan buku dalam sebuah sistem, tanpa  usaha menyampaikan khasanah   peradaban pengetahuan. Jika tugas mereka masih memuseumkan sumber bacaan, sama saja membiarkan ilmu pengetahuan mengendap dan tidak berkembang.
Kesiapan pustakawan diuji untuk menemukan kembali tantangan dalam transformasi perpustakaan sekolah, menciptakan hubungan pembelajaran, inovasi, dan penciptaan pengetahuan yang berorientasi pada generasi pembelajar mandiri.
Secara kualifikasi pendidikan pustakawan tentu memiliki bekal dan pengetahuan untuk mempromosikan semua sumber daya perpustakaan. Namun tantangan sekarang bagaimana andil dalam  mempersiapkan generasi melenial yang inovatif. Pustakawan berperan menjadi simpul literasi bersama ekosistem sekolah lainnya. Jika simpul digambarkan sebagai kumpulan tali yang melebur menjadi satu ikatan, maka permasalahan tentang literasi di sekolah ini akan mudah dipecahkan. Sinergi dalam ekosistem sekolah menjadi sebuah power mewujudkan generasi pembelajar mandiri dan inoatif.