Mohon tunggu...
Anna Melody
Anna Melody Mohon Tunggu... -

Melihat dari sudut pandang berbeda...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi dan Korupsi

9 Desember 2016   18:01 Diperbarui: 9 Desember 2016   18:47 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Korupsi, sumber gambar : beritasatu.com

Sekilas dari pandangan orang awam, korupsi di era Jokowi masih sama saja dengan era si mantan, belum begitu ada terobosan, selain program terakhir Saber Pungli yang belum jelas apakah bisa kontinue dan efektif.

Satu-satunya hal positif adalah Pak Jokowi dan jajaran menyadari bahwa pencegahan lebih penting daripada penindakan, karena apa? Karena penindakan/mengejar ribuan koruptor membutuhkan biaya dan jumlah personel yang besar, tidak efisien, dan akhirnya berlaku pepatah "ah korupsi saja, paling nanti kalau ketangkap, ya karena pas APES aja".

Pencegahan mempunyai peran terbesar dari pemberantasan korupsi, logikanya, lebih mudah mana sawah dijaga oleh berlapis kawat duri berlistrik supaya tikus2 tidak bisa masuk satupun untuk merusak dan mencuri, daripada tidak dijaga/banyak lubangnya, lalu kejar2an dengan ribuan tikus?

Logika diatas sangat sederhana dan tidak terbantahkan.

Sebaik-baiknya manusia, bila setiap hari dipapar oleh KESEMPATAN mendapatkan uang/sogokan didepan mata, maka sebagian besar akan tergoda, baik karena keinginan sendiri, didesak kebutuhan, didesak kelompok maupun didesak hal eksternal lainnya.

Sebaliknya, seburuk-buruknya manusia, meski maling kelas super kakap, bila ditaruh di birokrasi yang tanpa celah/tanpa KESEMPATAN mencuri, maka dia akan kesulitan untuk korupsi.

Jadi ini semua hanya tentang pagar dan kesempatan, sudahkah kita memagari sistem birokrasi kita sehingga celah itu semakin kecil/tidak tertembus = tidak ada kesempatan mencuri?

Contoh pencegahan yang bisa diterapkan :

  • Digitalisasi birokrasi. Pemberlakuan e-katalog dan semua e e lainnya alias semua proses pemesanan, persetujuan, pembelian hingga distribusi baik di pusat hingga tingkat desa harus menggunakan digitalisasi/elektronik, bahkan kalau perlu semua prosesnya dilengkapi sidik jari sebagai ganti tandatangan. Dengan sistem elektronik seperti ini, selain menutup celah tender2 tidak jelas, juga menghemat banyak waktu, karena prosesnya bisa dipantau setiap saat dan terbuka.
  • Pembatasan penarikan uang tunai. Hampir semua korupsi dilakukan dengan uang tunai. Dengan membatasi penarikan uang tunai misalnya maksimal 10 juta/hari, maka akan sulit bagi seseorang untuk melakukan suap ratusan juta/milyaran. Semua transaksi transfer dapat dengan mudah dilacak dan diawasi oleh ppatk. Hal ini juga sangat membantu perpajakan, karena setoran tunai sering disalahgunakan untuk menutupi transaksi illegal.

Contoh sederhananya, seperti kalau kita belanja online saja, bahkan proses pengemasan dll semuanya bisa dipantau dengan real time.

Hal ini sudah dijalankan di Pemprov DKI dan beberapa wilayah lain, kenapa sulit amat untuk dilanjutkan ke wilayah lain?

Untuk saber punglipun sama, kalau hanya memelototi siapa yang korupsi, maka mission impossible, karena pungli nilainya mulai dari nilai puluhan ribu rupiah dan dilakukan oleh ribuan orang. Sistemnyalah yang harus diubah, semua elektronik, potong habis sesi-sesi tatap muka dimana perpindahan uang pungli terjadi.

Untuk pemberantasan setelah kejadian korupsipun cukup mudah, hanya dengan:

  • pemberlakukan sistem pembuktian terbalik atas kekayaan pejabat
  • hukuman minimal 5 tahun tanpa remisi
  • denda berkali lipat hingga miskin, maka selesailah korupsi di Indonesia.

Kenapa mudah tapi pembuat UU (wakil rakyat) tidak mau memberlakukan seperti ini? Jawab sendiri, hehe.

Mungkin mereka menunggu didemo dulu seperti 212, hahaha...

Sayangnya yang demo kurang antusias kalo tentang korupsi, mungkin karena penggerak demo biasanya oknum politik juga? hehe

Untuk saat ini yang bisa cepat diimplementasikan adalah digitalisasi birokrasi + pembatasan penarikan uang tunai, itu sudah sangat cukup untuk menghabisi korupsi di Indonesia.

Sayangnya Pak Jokowi sadar doank, tapi tidak jelas kapan kerja kerja kerjanya, meski dapat kita pahami karena 2 tahun pertama ini kita menghadapi banyak kesulitan krisis ekonomi global, belum lagi godaan si mantan dan si rival, hehe..

Makanya janganlah seorang presiden diganggu-ganggu, sudah terpilih, biarlah dia bekerja fokus selama 5 tahun, isu apapun juga tidak akan selesai-selesai kalau presidennya sibuk ngurusin perpecahan politik.

Masih ada 3 tahun, mudah-mudahan modal kesadaran bahwa pencegahan adalah bagian terbesar pemberantasan korupsi dapat segera diimplementasikan dalam kebijakan dan sistem birokrasi elektronik secara besar-besaran ke seluruh wilayah Indonesia...

Tinggalkan jejak terobosan pemberantasan korupsi yang tidak terlupakan Pak Jokowi, semangat :)

#FridayIntermezzo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun