Mohon tunggu...
Anna Melody
Anna Melody Mohon Tunggu... -

Melihat dari sudut pandang berbeda...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jual Beli Obat/Vaksin Murah (Palsu)

22 Juli 2016   17:18 Diperbarui: 22 Juli 2016   17:23 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Vaksin palsu meresahkan? Itu pasti karena korbannya anak2, justru aneh bila hal ini tidak meresahkan bagi dokter2 yang mengaku memikirkan pasien, mengaku sudah tahu sejak dulu (isu lama) tapi selama puluhan tahun diam seribu bahasa.

Resah hanya bila sejawatnya jadi tersangka?

Pembelaan bertubi dilakukan oleh IDI, bahkan kesannya membabi buta karena mengeneralisir bahwa semua dokter adalah korban, semua dokter pasti benar, karena semua dokter manusia setengah dewa?

Penulis percaya bahwa tidak ada dokter yang meski tahu palsu sengaja disuntikkan ke orang2, kecuali mentalnya terganggu, yang ada adalah tergiur tawaran obat/vaksin murah.

Tapi 2 kesalahan fatal dokter vaksin palsu yang tidak dapat terbantahkan adalah :

1. Menemui sales obat

2. Melakukan jual beli dengan sales dan pasien

Kesalahan itu tak terbantahkan dengan alasan apapun juga, termasuk karena vaksin langka, maupun bpom lalai, kebijakan kemenkes salah, dst.

Bpom memang lalai..

Kemenkes juga harus bertanggung jawab..

Setiap institusi memiliki tanggung jawab masing-masing seperti kata IDI. Lalu tanggung jawab seorang dokter apa? Bukankah memeriksa pasien dan meresepkan obat?

Apakah menemui sales dan jual beli obat ada dalam jobdesk/tupoksi seorang dokter?

Seandainya ada sales datang menggoda, kenapa tidak diarahkan untuk jual beli dengan pihak apotek/RS? 

Satu2nya alasan yang terpikir, karena praktek jual beli sales-dokter ini sudah kebiasaan yang terjadi sejak dulu!

Saat seorang dokter melakukan transaksi uang sendiri dengan sales dan pasiennya (kecuali di klinik pribadi yang disertai izin apotek), pidana telah terjadi. Titik tanpa koma, mau asli/palsu tetap tidak pada tempatnya.

Karena itu solusi kedepan juga simpel :

1. Dokter/suster tidak boleh berada di jalur distribusi obat (melakukan jual beli obat) apapun alasannya

2. Jalur distribusi obat harus ditangani oleh apotek, melalui distributor resmi, dengan proses jual beli menggunakan faktur elektronik yang dapat dipantau oleh bpom dan kemenkes.

3. Semua obat/vaksin yang tidak melalui jalur distributor resmi, pidanakan maksimal, karena ini menyangkut nyawa manusia.

Tidak seperti sekarang yang kacau balau, bukan hanya vaksin, obat-obatan juga banyak yang palsu, bahkan infus juga palsu, bisa dibayangkan orang opname sudah sekarat masih dapat infus palsu?

Mengherankan memang, bagaimana semua praktisi kesehatan/ kedokteran selama ini diam seribu bahasa terhadap semua fakta ini, saat ada yang tertangkap, hanya bisa membela sejawat mati-matian dan melempar bola ke kemenkes, lha bukannya yang duduk dijabatan kemenkes dll biasanya juga dari kalangan dokter-dokter sendiri? 

Aah seandainya para dokter sejak dulu membabi buta membela pasiennya (rakyat)... tentu peredaran obat dan vaksin palsu tidak akan terjadi seperti sekarang..

Sayangnya kami pasien bukan sejawat Anda..

Kami manusia biasa bukan dewa..

Bahkan hanya seonggok rekam medis di lemari Anda?

#FridayIdeas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun