[caption caption="Bom Waktu BPJS Kesehatan, sumber gambar : kompas.com"][/caption]
Setelah kita memahami mahalnya biaya untuk sehat dalam 1 periode kehidupan setiap orang di (Friday Ideas-4) Bom Waktu Bernama BPJS Kesehatan Bagian 1 - SEHAT ITU MAHAL, maka kita sekarang masuk di alternatif solusi.
Solusi ada 2, meningkatkan pendapatan DAN mengurangi pengeluaran.
Artikel bagian-2 membahas meningkatkan pendapatan. Langkah pemerintah menaikkan iuran minggu lalu cukup membantu mengurangi defisit, tetapi tidak menyelesaikan masalah. Kenapa? Karena memang masih jauh dari cukup.
Menurut Bank Dunia bahwa belanja kesehatan di Indonesia adalah Rp 89.000/bulan/orang (data artikel koran Kompas 02 Maret berjudul Defisit JKN). Dengan rata-rata pendapatan iuran tahun 2015, Rp 27.000/bulan/orang, jelas kenaikan iuran yang hanya 20-50% tidak akan bisa menutupi selisih yang ada, dan akhirnya tetap pelayanan ke rakyat yang ditekan dan dikorbankan.
Pemerintah masih berorientasi mengurangi defisit, belum bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat semaksimal mungkin = rakyat sehat.
Bila orientasinya rakyat sehat, maka semua pihak pasti sudah sadar sesadar-sadarnya bahwa biaya yang dibutuhkan buanyakkk dan tidak bisa hanya dengan menaikkan iuran, apalagi dengan infrastruktur fasilitas kesehatan (RS, Dokter, Alat, Obat semua terbatas) yang "mengenaskan" seperti sekarang.
Bila rakyat sehat adalah tujuan, maka ada 3 alternatif solusi pendanaan :
1. Â Â Â Orang Kaya Mensubsidi Orang Miskin (Hapus Maksimal Gaji untuk Iuran BPJS)
Ini tidak terjadi di sistem BPJS saat ini. Dengan adanya aturan maksimal Gaji yang kena iuran 8 juta, maka yang terjadi justru ketidakadilan. Orang dengan gaji 3 juta membayar 5% katakanlah 150ribu/keluarga, maka orang bergaji 30 juta hanya membayar 400ribu/keluarga (5% dari 8juta). Sangat adil bukan? Hahaha...
Mungkin kelas menengah keatas pada komplain, "saya tidak pakai BPJS tapi ditarik iuran". Komplainlah ke Tuhan kenapa Anda masuk kelas menengah dan kaya, mohonlah agar miskin dan gaji kecil supaya iuran kecil, hahaha...
Oklah orang kaya dan superkaya tentu jarang yang pakai, tapi lihatlah pengguna BPJS sebagian besar di perkotaan (karena RS, Dokter, Alat semua berkumpul di perkotaan), sebagian besar mereka adalah kelas menengah! Yang miskin2 dari desa mau ke kota saja ongkos transport tidak ada.
Jadi selama fasilitas kesehatan tidak merata tersedia sampai pelosok desa = kelas menengahlah yang menikmati BPJS dan disubsidi Pemerintah dari iuran rakyat miskin!
2. Â Â Â Orang Bekerja Mensubsidi Orang Pengangguran (Iuran Autodebet)
Mengharapkan puluhan juta orang membayar iuran secara sukarena dan manual, seperti mengharapkan hujan uang, hahaha... Karena 99% tidak akan jalan, semua orang hanya membayar saat sakit, saat sehat tidak bayar, dan saat sakit lagi, iuran dan denda sudah numpuk jutaan = hutang sana kemari lagi.
Ingin ketaatan membayar iuran mendekati sempurna? Semua harus autodebet dan minimalkan peserta mandiri (bayar manual)
Fitur untuk bisa menambahkan anggota keluarga siapa saja dengan biaya iuran 1% dari gaji sudah ada pada aturan BPJS saat ini, maka wajibkan orang yang tidak bekerja untuk "ngikut" autodebet pada slip gaji keluarga yang bekerja (urusan internal keluarga apakah disubsidi oleh pekerja/tetap ditagihkan kepada yang nitip autodebet).
Untuk yang gajinya besar, maka keluarga non-inti/tambahan bisa tetap memakai tarif peserta mandiri. Bila sekeluarga tidak bekerja formal, maka bisa dengan autodebet rekening, maupun autodebet pulsa, meskipun tidak 100% saldo ada saat didebet, tapi mendingan daripada bayar manual/sukarela.
3. Â Â Â Orang "Cari Sakit Sendiri" (Perokok dll penyakit gaya hidup) Mensubsidi Orang Sakit Beneran
Ide ini sebenernya bukan hal baru dan sudah cukup sering disuarakan oleh banyak orang, salah satunya yang konsisten bersuara adalah Guru Besar UI Hasbullah Thabrany, yaitu penggunaan cukai rokok untuk menutupi defisit yang terjadi.
Kenapa? Karena perokok harus bertanggung jawab atas sakit yang ditimbulkan rokok pada dirinya dan keluarganya. Sekarang tanggung jawab itu tidak ada, bahkan semakin banyak batang yang dihisap, karena sakit sudah gratis!
Untuk menaikkan iuran khusus perokok, tidak mungkin, karena sebagian besar mereka justru orang miskin. Jadi langsung saja tambahkan ke harga rokok.
Pasti semua berdebat berapa% cukainya, nanti banyak PHK, dll. Tidak perlu kuatir PHK, karena dengan adanya mesin produksi otomatis, seharusnya phk itu sudah terjadi sejak lama, tenaga kerja manual "sengaja" tetap dipakai untuk dijadikan "senjata" menakuti2 kita setiap ada rencana perubahan kebijakan. Kalau tetap berani PHK, Pemerintah justru harus menambahkan Cukai Lapangan Kerja Baru, wkwkwk...
Menurut data IDI tahun 2011, biaya untuk 3 penyakit rokok, yaitu ppok, jantung dan kanker paru 39,5 Trilyun/tahun. Belum penyakit komplikasi lainnya dan keluarganya. Hitung semua itu berapa, katakanlah 100 Trilyun/tahun, maka bagi dengan jumlah rokok beredar yaitu 362 milyar batang rokok diproduksi di tahun 2015, maka secara kasar hanya butuh cukai Rp 300/batang!
Cukai rokok ini sebenernya bisa dimanfaatkan lebih daripada itu, cukai ini bisa dianggap membantu rakyat miskin menabung, yang kembali ke rakyat dalam bentuk fasilitas kesehatan-pendidikan-lapangan kerja. Hanya dengan penambahan cukai Rp 300/batang, negara mendapatkan Rp 100Trilyun/tahun, mari kita bayangkan yang indah-indah :
- Rp 300 untuk Perokok dan Keluarganya - mengcover penyakit perokok dan keluarganya
- Rp 300 untuk Infrastruktur Kesehatan - ribuan RS, alat, beasiswa kedokteran berlimpah, industri kesehatan Malay dan Sing dijamin dalam 5 tahun kolaps, hahaha...
- Rp 300 untuk Infrastruktur Pendidikan - ribuan sekolah, universitas, teknologi & material multimedia, jutaan gadget dan akses internet dibagikan, guru berkualitas (mau bikin puluhan Harvard dalam sekejappun bisa, hahaha).
- Rp 300 untuk Biaya Pendidikan Rakyat Miskin - wajib belajar hingga kuliah, gratis tis tis!
- Rp 300 untuk Lapangan Kerja Baru - 100 Trilyun bisa membuka jutaan lahan pertanian = puluhan juta lapangan kerja baru =kemiskinan dan pengangguran berkurang drastis =mau swasembada apapun juga bisa!Â
Total hanya perlu cukai Rp 1.500/batang = kita sudah mendapatkan 500 Trilyun/tahun untuk menrevolusi fasilitas kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja baru di Indonesia, dalam sekejap mata kita akan menjadi negara maju!
Ingin bermimpi lebih indah?
- Mimpi tol laut, tambahkan saja Rp 300, ratusan kapal besar langsung ready
- Mimpi drone, satelit, alat pertahanan? Tambahkan Rp 300
- Dst. tambah sendiri mimpi pemerintah dan kita apa, hehehe.. (jangan menggunakan cukai persentase, karena akhirnya masuk cukai umum/tidak jelas untuk apa).
Harga Rokok di Malaysia saat ini 15-17 Ringgit per Pak atau sekitar minimal Rp 4.500/batang. Jadi ditambah cukai Rp1500/batang, kita masih jauh lebih murahdari Malaysia, apalagi di Sing harga rokok 2x Malay.
Lha kalau harga mahal, nanti jumlah konsumsi batang rokok pasti menurun dan tidak bisa 500Trilyun/tahun? 50% nya saja juga sudah OK kok. Seandainya jumlah batang rokok yang beredar menurun, bukankah rakyat kita makin sehat?
Pabrik rokoknya rugi donk? Tidak, katakanlah mereka sekarang profit Rp500/batang, bila jumlah batang rokok yang terjual turun 50%, tambahkan saja profit Rp 500 lagi pada harga jual. Mau lebih untung tambah Rp 1000 pun ok ok aja.
Rakyat makin sehat karena konsumsi menurun..
Pemerintah dapat cukai banyak untuk kesehatan, pendidikan, lapangan kerja baru..
Produsen rokokpun profitnya tetap bahkan boleh kalau mau profit lebih banyak..
Semua terlihat WIN-WIN dan happy ending, lalu kenapa kebijakan kenaikan harga rokok dan cukai ini tidak pernah diambil? Kenapa harga rokok di Indonesia sengaja dibuat murah sekali? Misterius dan sangat aneh bukan? Padahal dengan jumlah batang sedikit, produsen tetap bisa melipatgandakan profit.
Yang terpikir hanya 1, karena kalau konsumsi menurun = kecanduan menurun, padahal kecanduanlah yang membuat orang tetap miskin, bodoh dan minim produktifitas.
Candu adalah penjajahan Sumber Daya Manusia. Apabila SDM tetap miskin dan bodoh, maka Sumber Daya Alam otomatis mudah diambil.
Omong kosong mimpi membangun SDM tanpa kesadaran bahwa infrastruktur kesehatan-pendidikan kita sekarang ini mengenaskan dan rakyatnya hidup terjerat candu.
Koar-koarnya memberantas narkoba, tapi justru candu yang setiap hari di mulut rakyat tetap dilestarikan. Bahkan perjanjian FCTC yang melindungi anak-anak dari rokok, hanya negara kita satu-satunya "alien dari galaxy lain" yang tetap ngotot tidak mau tandatangan, hahaha..
Sebuah quote menarik dari sebuah link berita : "Bahkan, agar warganya tidak sakit, pemerintah singapura menaikkan harga rokok. Jika di Indonesia harganya Rp 18.000 per bungkus, maka di Singapura bisa mencapai 12,5 dolar Singapura atau Rp 120.000"
dengan kata lain, kalau di Indonesia harga rokok sengaja dibuat murah sekali, berarti siapa yang dengan sadar ingin membuat rakyatnya sakit???
Solusi pendanaan kesehatan-pendidikan-lapangan kerja rakyat melalui cukai rokok ini begitu mudah dan nyata, kalau perlu, rakyat memberikan Rp 300/batang (50-100Trilyun/tahun) lagi saja untuk para elit, dengan judul "cukai sistem perpolitikan di Indonesia", hehe
Mudah-mudahan "bonus" dari rakyat tersebut lebih dari cukup untuk membuat para wakil kita berani memutuskan kebijakan cukai ini demi rakyat yang sehat, berpendidikan, punya pekerjaan. Meski tidak sekaligus, setidaknya ada tindakan untuk menerapkannya bertahap.
Bila tetap tidak ada yang berani mengambil kebijakan ini, maka kita perlu heran dan bertanya-tanya, siapa "penjajah" itu sebenarnya?
Â
Â
Â
Bersambung ke artikel bagian 3 jumat depan, alternatif solusi mengurangi pengeluaran BPJS Kesehatan
BACA JUGA :
(Friday Ideas-4) Bom Waktu Bernama BPJS Kesehatan Bagian 1Â - SEHAT ITU MAHAL
Â
Sumber lainnya :
Malaysia berani menaikkan harga rokok 40% secara mendadakÂ
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H