Mohon tunggu...
Anna Melody
Anna Melody Mohon Tunggu... -

Melihat dari sudut pandang berbeda...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

(Friday Ideas-4) Bom Waktu Bernama BPJS Kesehatan - Bagian 1

11 Maret 2016   17:13 Diperbarui: 19 Maret 2016   08:25 1322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan cara apa? Dengan mempersulit rujukan, membatasi jenis obat dan ketersediaannya, membuat orang harus antri dokter seharian, antri operasi bertahun-tahun, dst semua yang bisa membuat pasien putus asa dan akhirnya membayar sendiri. 

Pendek kata, orang miskin sekarang boleh sakit (ke RS), tapi tidak boleh sehat (karena fasilitas dan obat minim semua)!

Apakah mereka para pejabat merasakannya? TIDAK, lha wong mereka dan karyawan BPJS malah pakai asuransi swasta dengan biaya ratusan ribu/jutaan per bulan! (ditanggung negara pula). Mereka melenggang di RS Swasta bagaikan raja, dengan alat dan obat lengkap dan terbaik!

Tanpa merasakan apa yang dirasakan rakyat, mana bisa keluar solusi?

Tidak heran para dokter saat demo mengatakan program BPJS ini hanya pencitraan, tepatnya pencitraan pemerintah yang lalu yang dengan senang hati dilanjutkan oleh pemerintah sekarang.

Kenapa pencitraan? Karena meski idenya mulia, tapi sama sekali tidak ada persiapan, padahal kebijakannya 10tahun dibahas, tetapi jumlah rumah sakit, dokter, peralatan, kebijakan obat generik, dst sama sekali tidak dipersiapkan.

Terima apa adanya saja sudah, 250 juta orang suruh berjejal di jumlah RS dan Dokter yang terbatas, yang penting program terkesan jalan, dan tercatat di sejarah siapa yang memulainya, hahaha so smart bukan?

Memang mendingan sih, setidaknya mungkin 5-10% rakyat yang sakit merasakan manfaatnya. Lalu yang 90-95% lainnya harus bagaimana? Pasrah, tetap hutang sana sini untuk berobat dan tetap bersyukur dapat kartu, lumayan buat koleksi atau buat mainan, hahaha..

Hal ini diperparah dari pembayaran iuran yang sebagian besar sukarela (peserta mandiri), puluhan juta orang disuruh bayar iuran secara sukarela dan rutin? Hahaha, seperti mengharapkan gerhana matahari lewat setiap tahun, wkwkwk.. dijamin mereka hanya bayar iuran saat sakit, lalu setelahnya tidak tidak bayar lagi sampai sakit lagi, artinya apa?

Denda dan hutang iuran menumpuk, saat orang tersebut sakit lagi, bisa jadi iurannya plus denda sudah jutaan, nah loh.. siapa yang bayar sekarang? Balik lagi jual ini itu dan ngutang sana sini, hadeh...

Lalu solusinya bagaimana? Meminta setiap orang membayar iuran tinggi hingga total saat usia 70 tahun ratusan juta, juga tidak mungkin dengan kondisi ekonomi rakyat Indonesia sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun