Mohon tunggu...
Achmad Annama
Achmad Annama Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Suami Dokter Merry - Abah Hana & Rayyan | Backpack Traveler & Ghost Writer | NU Garis Lurus | Wasekjen PP AMPG 2016-2020 | Wasekbid Nanglu Cyber DPD Golkar DKI Jakarta 2016-2020 | Wakil Ketua Depidar SOKSI DKI Jakarta 2011-2016 | Sekjen PP KIMPG 2007-2012 | Bendahara PP IPNU 2007-2010 | Alumni D3 Sastra Arab FIB UI 1997 & S1 Komunikasi Massa FISIP UI '2004

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok dan Pilkada DKI Jakarta 2017 di Mata Mahyudin

17 Januari 2017   16:44 Diperbarui: 17 Januari 2017   19:08 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahyudin saat acara Pra-Munaslub 2016 (foto: detik.com)

Menurut saya, apa yang dilakukan Nusron Wahid adalah hal yang wajar karena beberapa hal. Pertama, karena saat itu statusnya adalah resmi sebagai ketua tim pemenangan Ahok yang ditunjuk koalisi 3 partai; Golkar, Nasdem dan Hanura. Sebelum kemudian dia diganti oleh Prasetyo Edi Mulyadi ketika PDI Perjuangan memutuskan ikut mengusung Ahok dengan mengajukan Djarot.

Kedua, karena posisi Nusron Wahid di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Nusron menjabat Koordinator Bidang Pemenangan Wilayah Indonesia I yang membawahi 16 propinsi. 4 propinsi diantaranya melangsungkan Pilkada langsung, yaitu Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta dan Banten. Tentu saja ini beban berat bagi Nusron menelurkan strategi yang tepat untuk memenangkan keempatnya sekaligus.

Ketiga, karakter Nusron memang ulet dan pekerja keras. Terkadang publik melihat ini sebagai bentuk ketidaksopanan. Seperti ketika Nusron memelototkan matanya di hadapan ulama pada sebuah kesempatan. Tapi saya percaya, Nusron tidak bermaksud demikian. Apalagi memang latar belakang Nusron dari Nahdlatul Ulama (NU) yang kental dengan patron kyai-santrinya.

Hentikan Kampanye Hitam dan SARA

Tanpa bermaksud menggurui, saya menghimbau kepada semua tim pemenangan baik pasangan Agus-Sylviana, Ahok-Djarot maupun Anies-Sandiaga untuk menjauhi praktek kampanye hitam (black campaign) terhadap kandidat lainnya. Terutama bila hal itu tidak terkait visi-misi dan program kerja, melainkan lebih ke aspek suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Hindari!

Kampanye hitam dan SARA hanya akan memperkeruh situasi dan memperparah bibit perpecahan yang kelak akan terjadi pasca Pilkada langsung. Apalagi dilakukan lewat media sosial yang terkadang tidak diketahui identitas pelakunya. Jangan sampai kampanye jenis ini justru ditunggangi provokator yang ingin memecah belah persatuan bangsa yang sudah lama terbangun.

Keduanya sangat tidak mendidik dan tidak sesuai dengan jiwa Pancasila. Justru di momen ini lebih elok untuk kampanye santun merebut hati rakyat. Paparkan visi-misi dan sosialisasikan program kerja sambil memberikan pendidikan politik bagi rakyat. Jual berbagai argumentasi tentang pembangunan berkelanjutan yang efek positifnya dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat.

Demikian sedikit ulasan saya seputar Ahok dan Pilkada DKI Jakarta 2017. Saya coba sarikan dari beberapa pernyataan saya dalam berbagai kesempatan hasil kompilasi beberapa media online. Semoga bermanfaat.

Penulis opini ini adalah: 

H. Mahyudin, S.T., M.M. (Wakil Ketua MPR RI dan Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun