Besikama”. Pemuda berusia 26 tahun itu mengeja kata yang tertera pada kertas di tangannya dengan ekspresi tak percaya. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam hatinya.
“PuskesmasSaat itu, Maret 1993. Hanya sedikit orang yang memiliki kemewahan untuk berselancar di internet. Smartphone belum ada. Belum ada google map atau aplikasi sejenisnya.
Ignas (nama samaran), pemuda itu, sudah dua tahun bekerja di rumah sakit (RS). Pada masa itu, semua dokter harus menjalankan tugas Wajib Kerja Sarjana (WKS).
Kertas di tangannya adalah Surat Tugas dari Departemen Kesehatan pada saat itu (sekarang Kementerian Kesehatan). Ignas diminta untuk bertugas sebagai dokter di daerah dengan kriteria tugas di tempat sangat terpencil sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT). Ia akan bertugas selama tiga tahun di Puskesmas Besikama.
Di manakah Besikama? Pada Surat Tugas tertera: Besikama, Malaka Barat, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. [1]
Di RS tempat Ignas bekerja, ada banyak perawat yang berasal dari NTT. Namun, saat dia bertanya, kebanyakan dari para perawat hanya menggelengkan kepala.
Dia mencoba mencari di peta. Ternyata, peta Indonesia hanya mencakup kota Kabupaten saja. Di peta, dia hanya menemukan ‘Kabupaten Belu’ dengan ‘Atambua’ sebagai ibu kotanya.
Ignas memutuskan untuk membeli peta khusus Provinsi NTT. Akhirnya dia menemukan sebuah titik bernama Besikama, letaknya lumayan jauh dari Kupang, ibu kota Provinsi.
Tidak dapat dimungkiri, Ignas merasa galau. Kegamangan menyelimuti hatinya. Rasanya seperti sedang berjalan menuju sebuah tempat di negara antah-berantah.
Sebagai anak sulung dan laki-laki satu-satunya dalam keluarga, rasanya berat meninggalkan orang tua dan dua orang adiknya.
Lewat pergumulan dan serangkaian pertimbangan, Ignas memutuskan untuk berangkat. Dari Serang, kampung halamannya, ia bertolak ke Kupang, ibu kota Provinsi NTT.
Menurut agenda, di Kupang ia akan mengikuti pelatihan di Bapelkes (Balai Pelatihan Kesehatan) sebagai persiapan untuk tugas di Puskesmas Besikama. Ternyata, durasi pelatihannya dipercepat dan ia harus segera melanjutkan perjalanan ke tempat tugasnya.
Apa yang terjadi? Mengapa keberangkatannya dipercepat?
Ternyata, pada saat itu sedang ada wabah kolera di Besikama. Dokter di lokasi sudah kewalahan menangani pasien sehingga memerlukan tenaga tambahan.