Sebagai konsumen, mereka memiliki akses langsung terhadap banyak informasi dengan bantuan teknologi. Sebagai pegawai, mereka mengharapkan kemudahan yang sama.
Dari obrolan dengan beberapa orang Gen Z yang saya kenal, saya menyimpulkan bahwa mereka berharap perusahaan berani berinvestasi di bidang teknologi untuk membantu mereka menjadi produktif.
Memanfaatkan sisi positif teknologi dalam pekerjaan memang baik. Namun, sebagai pendatang baru, Gen Z belum berpengalaman. Mereka menyadari hal itu meskipun tidak begitu suka mengakuinya.
Ketika kami beralih kepada sistem perencanaan sumber daya perusahaan berbasis cloud, saya dengan senang hati belajar bersama para Gen Z di kantor. Mereka memperkaya pemahaman saya tentang teknologi, sementara saya membekali mereka dengan cara menganalisis data dan mengambil keputusan yang tidak dapat dilakukan oleh mesin.
Ya, teknologi dan pengalaman dapat menjadi sinergi ketika para senior mau secara terbuka mengakui kemampuan junior di bidang teknologi dan para junior bersedia dengan rendah hati menghargai pengalaman senior mereka.
Kedua, Gen Z sangat peduli keamanan finansial dan mendambakan pengembangan karier
Gen Z berusia remaja ketika resesi ekonomi melanda dunia pada tahun 2008. Beberapa di antara mereka mungkin harus menelan pil pahit melihat orangtua kehilangan pekerjaan akibat resesi.
Pengalaman tersebut tentu berbekas dalam benak mereka. Hal ini membuat Gen Z jauh lebih menghargai keamanan finansial dibanding generasi sebelum mereka.
Kepedulian akan keamanan finansial membuat mereka mempertimbangkan berulang kali ketika memikirkan rencana pindah kerja. Meskipun menghargai kebebasan seperti milenial, Gen Z lebih memilih stabilitas ketimbang risiko.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Deloitte mengungkapkan bahwa alih-alih bergabung dengan startup atau membangun bisnis sendiri, Gen Z umumnya lebih suka bekerja di perusahaan yang memiliki jenjang karier yang jelas dan menjanjikan pengembangan karier bagi mereka. (3)
Ketiga, Gen Z memiliki kesadaran sosial yang tinggi