Normalnya, saraf di usus besar berfungsi mengontrol pergerakan usus. Pergerakan usus besar inilah yang mendorong feses (tinja) keluar.
Namun, pada penyakit hirschsprung, saraf di usus besar tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya, feses menumpuk di dalam usus besar (5).
Pada usia 10 hari, Kiki menjalani operasi besar. Ususnya dikeluarkan dari perut. Yang baik dipertahankan, yang buruk dibuang.
Terlahir dengan berat badan 4,3 kg, pada usia 7 bulan menjelang operasi besar kedua, berat badan Kiki tersisa 3,6 kg. Pada operasi kedua yang berlangsung selama 5-6 jam, semua usus besar dan sedikit usus halus Kiki, dibuang. Sisa ususnya di tarik ke lubang anus.
Meskipun operasi tersebut sudah direncanakan, ternyata mesin oksigen di rumah sakit (RS) terpakai semua saat Kiki memerlukannya. Pukul 2 dini hari, orangtua Kiki mendadak harus mencari RS yang ada mesin oksigen tersedia.
Pada saat itulah, Kiki sedikit mengalami kekurangan oksigen. Dia terselamatkan karena mendapat ICU khusus anak. Namun, perkembangan motorik, saraf, dan intelektualnya terganggu.
Kiki menjalani operasi ketiga untuk memotong kelebihan usus yang keluar dari lubang anus pada usia 10 bulan. Jadi, pada tahun pertama hidupnya, Kiki harus bolak-balik masuk RS.
Orangtua mana yang tidak sedih melihat penderitaan anak sulung mereka seperti ini? Namun, Made bersyukur bahwa Tuhan selalu memberi kekuatan kepadanya dan isteri di saat lemah.
Pasutri Made dan Erna menyadari bahwa anak adalah anugerah sekaligus amanah. Mereka tahu bahwa tidak semua keluarga mampu merawat anak disabilitas dan percaya bahwa Tuhan akan memberi mereka kekuatan dan kemampuan.
Kiki sempat masuk sekolah biasa. Karena tidak bisa mengikuti, orangtuanya memasukkannya ke Sekolah Luar Biasa (SLB).
Mendirikan "Rumah Belajar RBK", Oase bagi Remaja Disabilitas Intelektual