Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Mardi Wu tentang Guru Inspiratif dan Doa untuk para Guru

25 November 2021   12:12 Diperbarui: 25 November 2021   12:22 1213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membacakan cerita untuk para murid yang belajar di rumah (dokpri Vickie)

The mediocre teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates. The great teacher inspires.    - William A. Ward

Guru-guru Inspiratif di Balik Sukses Mardi Wu

Merefleksikan kutipan di atas, saya teringat kisah Mardi Wu, CEO sebuah perusahaan yang menginspirasi gaya hidup sehat. Di balik sukses Mardi hari ini, ada guru-guru hebat yang memberinya inspirasi puluhan tahun yang lalu.

Salah seorang guru hebat itu adalah ibu Katharina, guru kelas Mardi di SD kelas 6.

“Waktu kecil, saya tidak pernah merayakan ulang tahun. Ibu Katharina yang pertama merayakan ulang tahun saya. Beliau memberi saya hadiah celengan berbentuk beruang.” Kenang Mardi.

Sebagai anak desa, Mardi kecil bermimpi bisa kuliah hingga ke luar negeri. Ibu Katharina selalu memompakan motivasi agar dia terus berjuang menggapai mimpi tersebut.

Baca juga: Mardi Wu, Musafir yang Sukses Jadi CEO

“Beliau yang menyemangati saya untuk terus menatap ke depan, untuk berani merantau. Beliau seorang pendengar yang sangat baik. Waktu kecil, kalau sedang stres, saya selalu merasa lebih lega setelah curhat dengan beliau.” Cerita Mardi lebih lanjut.

Mardi juga mengenang ibu Katharina sebagai seorang guru yang memiliki kharisma dan dedikasi yang luar biasa untuk mendidik. Setelah Mardi meninggalkan kampung halaman, ibu Katharina mengajar beberapa lama di Duri. Beliau pernah menjadi kepala sekolah di Balam, Bagan Sinembah.

Mardi Wu dan ibu Theresia (dokpri Mardi)
Mardi Wu dan ibu Theresia (dokpri Mardi)
Meskipun sudah sukses menjadi CEO, Mardi tetap mengingat jasa para gurunya. Kesempatan pulang kampung selalu digunakan untuk mengunjungi para guru.

Belum lama ini, Mardi mengunjungi ibu Theresia. Beliau adalah guru matematika saat Mardi duduk di bangku SMP.

“Beliau lulusan UKSW Salatiga. Datang ke Bagansiapiapi untuk mengajar. Orangnya sangat berdedikasi dan mengenal satu per satu muridnya dengan baik.” Kenang Mardi.

Yang sangat berkesan bagi Mardi adalah banyaknya waktu yang ibu Theresia dedikasikan untuk ekstra kurikuler, seperti mengasuh majalah dinding. Beliau sempat menjadi kepala sekolah SMP setelah Mardi pergi merantau.

Menjelang kelulusan Mardi dari SMP, Ibu Theresia adalah salah satu yang memberikan banyak informasi tentang sekolah-sekolah di Jawa. “Waktu itu, belum ada internet. Informasi dari ibu Theresia sangat membantu saya di dalam memilih SMA yang akan saya tuju.” Pungkas Mardi.

Ibu Katharina dan ibu Theresia kini sudah pensiun. Namun saya percaya, inspirasi yang mereka berikan akan tertanam abadi dalam hati Mardi dan banyak murid lainnya.

Kisah Vickie, anak sulung saya, guru TK

Membacakan cerita untuk para murid yang belajar di rumah (dokpri Vickie)
Membacakan cerita untuk para murid yang belajar di rumah (dokpri Vickie)
Mengapa bagi anak-anak zaman now, guru tidak lagi menjadi profesi idaman? Harus diakui bahwa kesejahteraan ekonomi para guru di negara ini masih cukup memprihatinkan, apalagi guru TK.

“Kalau sedang ngumpul dengan teman-teman guru, mereka suka cerita tentang komentar orang-orang seperti ini: ‘ngapain sih jadi guru, ngurusin anak orang, gak ada duitnya. Jadi baby sitter aja. Sama-sama ngurus anak orang, gaji lebih gede’.” Cerita Vickie, anak sulung saya yang berprofesi sebagai guru TK.

Menurut Vickie, dia belum pernah mendapat komentar seperti yang diceritakan di atas, namun banyak rekannya sesama guru yang dikomentari demikian. Dia lalu bercerita bahwa yang membuat mereka bertahan adalah passion yang tinggi terhadap PAUD.

“Apalagi di masa pandemi gini, tuntutan guru tuh dobel. Dengan gak ketemu anak, harus bisa assess anak ini sebenernya mampu apa enggak. Kalo bukan karena passion, gak mungkin kami bisa bertahan begini lama. Kerja bisa 24 jam sehari karena kerjaan tuh tambah banyak sejak pandemi.”

Vickie bercerita bahwa sebetulnya menjadi guru TK itu seru. Sewaktu masih sekolah tatap muka, walaupun ketemu anak yang sama setiap hari, namun selalu ada cerita yang berbeda-beda setiap hari dari setiap anak.

“Buat kami para guru TK, walaupun dilihat hanya mengurus dan mengajari anak orang, namun melihat progres anak sekecil apapun tuh sudah bikin happy. Belum lagi kalau ketemu murid yang sudah lulus TK, terus sukses di SD. Sekadar nilainya di atas 70 di SD saja kami sudah bangga. Mengapa? Karena itu artinya apa yang kami ajarkan di TK bisa jadi bekal anak di SD.”

Vickie tidak menampik bahwa ada saja orang yang menyepelekan pekerjaan guru, apalagi guru TK. Namun tidak jarang dia bertemu orangtua murid yang takjub melihat para guru.

“Dulu sebelum pandemi, setiap akhir tahun ajaran, selalu ada sesi foto bersama yang melibatkan orangtua. Mengatur sekian banyak anak untuk foto bersama, pasti ada kekacauan kecil. Ada saja ortu yang ngomong ‘salut banget sih sama aunty-aunty bisa sabar ngurusin anak-anak ini tiap hari. Saya sehari aja mau pecah kepala’.”

Tentang pengalaman dari tahun ajaran kemarin, Vickie merasa mungkin ada ortu yang kurang  menghargai guru. “Mungkin mereka berpikir ‘ah, belajar online juga saya yang mengajari anak di rumah’.” Katanya.

Namun, tidak sedikit ortu yang takjub melihat progres anak-anak mereka dan menghargai guru yang menyiapkan materi belajar supaya menarik dan anak-anak mau belajar di rumah. Ada ortu yang takjub melihat anaknya jadi mandiri setelah Vickie memberi semangat lewat zoom.

“Anak ini memang bener-benar mandirinya luar biasa. Bisa tau ambil lembar tugas di mana, selesai kerjakan tugas harus taruh di mana, bahkan sampai rekam tugas membaca dari HP maminya terus kirim sendiri ke grup kelas.” Cerita Vickie. “Aku aja lihatnya takjub banget. Apalagi mamanya! Padahal pas awal TK B menulisnya masih berantakan, gak mau mewarnai dll. Maminya sampai thank you-thank you pas ambil rapor.”

Menurut Vickie, yang paling menguatkannya untuk tetap bertahan sebagai guru TK adalah apresiasi dari para orangtua. Banyak yang setelah anak-anak mereka lulus, jika bertemu masih menyapa dan mengajak ngobrol.

Sebuah doa untuk para guru

Saya ingin menutup refleksi di hari guru ini dengan sebuah doa untuk Vickie dan para guru di antero nusantara. Semoga menjadi guru yang hebat, yang menginspirasi dan melahirkan banyak profesi. Semoga dengan pengabdian para guru, kelak para murid akan menjadi orang-orang hebat yang terpanggil untuk membangun negeri.

Selamat Hari Guru Nasional

Jakarta, 25 November 2021

Siska Dewi

 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun