Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memahami Pentingnya Pengampunan Diri sebagai Wujud Cinta Diri

25 September 2021   10:24 Diperbarui: 25 September 2021   19:20 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mencintai diri sendiri (Foto oleh Hassan OUAJBIR dari Pexels )

Apa yang Anda rasakan ketika menyadari bahwa Anda telah melakukan sesuatu yang salah?

Apakah jantung Anda tiba-tiba berdetak jauh lebih cepat dari biasa? Apakah Anda tiba-tiba merasa pusing? Apakah perut Anda tiba-tiba terasa melilit? Apa pun itu, perasaan tersebut tentulah tidak menyenangkan.

Merasa bersalah meski tidak berbuat salah

Sebelum membahas lebih lanjut, kita perlu membedakan dua jenis rasa bersalah. Kita mungkin merasa bersalah meski tidak berbuat salah. Perasaan ini tentu berbeda dari perasaan bersalah akibat melakukan kesalahan.

Terkadang kita merasa bersalah hanya karena tidak berhasil memenuhi standar orang-orang di sekeliling kita atau memasang target yang tidak realistis. Misalnya, kita menyalahkan diri sendiri karena gagal mendapat beasiswa atau kalah dalam kompetisi olahraga. 

Kita merasa bersalah karena telah mengecewakan orang-orang tertentu dengan kegagalan kita.  Namun hal itu terjadi bukan karena kita berniat buruk. Kita tidak berbuat salah. Kita tidak perlu meminta maaf kepada siapa pun.

Untuk mengatasi perasaan bersalah yang demikian, kita perlu mengembangkan pemahaman tentang batas tanggung jawab. 

Memahami batas tanggung jawab dapat membantu kita melepaskan diri dari rasa bersalah yang berlebihan.

Rasa bersalah akibat melakukan kesalahan

Apa saja peristiwa atau perbuatan yang dapat membuat Anda merasa bersalah? Ah, itu bisa sesederhana melupakan hari ulang tahun orang yang Anda cintai, bukan?

Dalam hubungan pasutri, seorang suami mungkin merasa bersalah setelah berbohong kepada isterinya. Seorang isteri mungkin merasa bersalah karena sengaja mengabaikan suaminya.

Dalam lingkup keluarga, seorang ayah mungkin merasa bersalah setelah membentak anaknya. Seorang anak mungkin merasa bersalah setelah menolak memenuhi permintaan ibu yang sangat membutuhkan bantuannya.

Sebagai pelajar atau mahasiswa, Anda mungkin merasa bersalah setelah menyontek saat ujian. Sebagai profesional, Anda mungkin merasa bersalah setelah mengirim surel yang menyakitkan.  

Di luar keinginan kita, terkadang kita menyakiti orang yang kita cintai, membuat penilaian yang buruk, dan melakukan hal-hal yang berada di bawah standar moral yang kita anut. Semua hal ini membuat kita merasa bersalah.

Rasa bersalah yang berkepanjangan dapat membuat kita menderita. Kita perlu belajar mengampuni diri sendiri agar dapat terbebas dari penderitaan tersebut.

Apa itu pengampunan diri (self-forgiveness)

Konsep pengampunan diri melibatkan kombinasi dari perubahan emosi, motivasi, dan perilaku. Pengampunan diri bukanlah saklar on-off melainkan proses yang terjadi dari waktu ke waktu melalui refleksi.

Pengampunan diri membutuhkan keseimbangan antara menerima tanggung jawab atas kesalahan dan mempertahankan perasaan diri yang positif. Saat Anda berhasil menemukan keseimbangan ini, Anda mencapai pengampunan diri.

Enright and the Human Development Study Group mendefinisikan pengampunan diri sebagai “kesediaan untuk berhenti membenci diri sendiri sambil mengembangkan kasih sayang, kemurahan hati, dan cinta terhadap diri sendiri.”

Tiga pilar penting pengampunan diri

Menurut Enright and the Human Development Study Group, ada 3 pilar penting pengampunan diri.

Pertama, melepaskan emosi negatif yang diarahkan pada diri sendiri

Ilustrasi merasa bersalah (Foto oleh jcomp dari freepik)
Ilustrasi merasa bersalah (Foto oleh jcomp dari freepik)

Bagaimana perasaan kita ketika melakukan sesuatu yang buruk, salah, atau bertentangan dengan nilai-nilai yang kita anut? 

Ya, besar kemungkinan kita akan dipenuhi emosi negatif yang menyakitkan seperti rasa malu, bersalah, dendam, atau marah.

Mungkin juga kita dihantui pikiran negatif tentang diri sendiri. Kita mungkin berkata pada diri sendiri “Ini semua salahku” atau “Aku memang payah, tak berperasaan, jahat.”

Anda mungkin merasakan penyesalan yang berkepanjangan. Anda mungkin berpikir, “Seharusnya aku tidak membentak dia”, “Seharusnya aku lebih memperhatikan dia” atau “Seharusnya aku bisa menyelesaikan konflik tersebut dengan cara yang lebih baik.”

Pengampunan diri tidak berarti kita melewatkan langkah merasa buruk. Pengampunan diri berarti bahwa kita mengatasi perasaan membenci diri sendiri dan membebaskan diri dari perasaan tersebut.

Kedua, menumbuhkan emosi positif yang diarahkan pada diri sendiri

Proses melepaskan emosi negatif dan menumbuhkan emosi positif ibarat proses perawatan wajah. Kita memandang ke dalam cermin dan melihat wajah yang berantakan, yakni diri yang penuh emosi negatif.

Lalu kita mulai memberi sentuhan perawatan, yakni proses pengampunan diri yang melibatkan pengembangan pikiran dan emosi yang baik terhadap diri sendiri. Emosi yang baik tersebut adalah kasih sayang, cinta, dan kebaikan diri.

Dengan berbelas kasih kepada diri sendiri, kita dapat menghargai kemanusiaan kita yang penuh ketidaksempurnaan. Dengan menyadari ketidaksempurnaan diri, kita mengakui bahwa kita semua cacat dan dapat berbuat salah.

Ketiga, mengakui kesalahan dan menerima tanggung jawab

Pengampunan diri yang sejati melibatkan pengakuan atas kesalahan tindakan Anda. Pengakuan ini perlu diikuti dengan kesediaan menerima tanggung jawab atas konsekuensinya.

Jika Anda hanya membebaskan diri dari emosi negatif dan menghujani diri Anda dengan emosi positif, Anda hanya mendapatkan “pengampunan diri palsu”. 

Empat proses pengampunan diri

Menurut Cornish dan Wade, pengampunan diri berkaitan dengan kesejahteraan psikologis dan relasional. 

Pengampunan diri mungkin dapat menjadi model penyembuhan bagi individu yang dihantui rasa bersalah karena telah menyakiti orang lain.

Cornish dan Wade mengembangkan 4 proses yang perlu dilalui untuk mencapai pengampunan diri yang sejati. Mereka menamakannya model 4R.

Pertama, Responsibility (tanggung jawab)

Salah satu kecenderungan alami manusia adalah mencari pembenaran, menganggap remeh, atau menyalahkan faktor eksternal untuk tindakan negatif mereka, bukan? Perlu diingat bahwa menghindari tanggung jawab bukanlah langkah yang kondusif untuk pengampunan diri.

Seseorang yang ingin mencapai pengampunan diri seyogianya berani menerima tanggung jawab. Proses ini mencakup pengakuan atas kesalahan, pengakuan bahwa seseorang dapat melakukan sesuatu secara berbeda, dan kesadaran akan ketidaksempurnaan dirinya.

Penerimaan tanggung jawab membawa reaksi yang lebih afektif mencakup penyesalan yang mendalam, rasa malu, dan rasa bersalah yang harus diselesaikan. Yang perlu dihindari di sini adalah kecenderungan menyalahkan orang lain.

Kedua, Remorse (penyesalan yang mendalam)

sad-depressed-husband-offended-wife-quarrel-feeling-guilty-fault-resize-614e950d0101902ea9459382.jpg
sad-depressed-husband-offended-wife-quarrel-feeling-guilty-fault-resize-614e950d0101902ea9459382.jpg
Ilustrasi penyesalan (Foto oleh yanalya dari freepik)

Ada dua kategori reaksi emosional setelah seseorang melakukan kesalahan, yakni rasa bersalah (atau penyesalan) dan rasa malu.

Rasa bersalah melibatkan perasaan tertekan dan penyesalan yang mendalam atas tindakan seseorang. 

Rasa malu adalah perasaan negatif yang terfokus pada diri sendiri, bukan pada tindakan yang disesali.

Rasa malu dapat menyebabkan niat merusak diri sendiri dan tidak mengarah kepada perilaku damai. Dalam proses pengampunan diri, rasa malu perlu diatasi terlebih dahulu.

Setelah seseorang berhasil mengatasi rasa malu, dia dapat mengekspresikan penyesalan yang mendalam. Penyesalan ini dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya keinginan untuk melakukan restorasi, yakni perilaku damai terhadap pihak yang terluka.

Ketiga, Restoration (restorasi)

Restorasi adalah langkah aktif memperbaiki hubungan dengan mereka yang disakiti dan komitmen ulang terhadap nilai-nilai yang dirusak oleh pelanggaran. 

Seseorang yang tidak melalui proses restorasi mungkin berisiko melakukan pelanggaran serupa di masa mendatang. Ambil contoh seorang ayah yang menyalahgunakan alkohol dan secara verbal melecehkan anak-anaknya saat mabuk.

Ayah ini perlu mengatasi penggunaan alkohol dan perilaku kasarnya. Selama dia terus minum dan sebelum dia mampu mengendalikan respons emosionalnya, dia berisiko melecehkan anak-anaknya lagi.

Keempat, Renewal (pembaruan)

Setelah melalui tiga proses di atas, tibalah seseorang pada tahap pengampunan diri yang sejati. Inilah cinta diri. Inilah belas kasih kepada diri sendiri yang telah diperbarui dan nilai-nilai diri yang ditemukan kembali.

Kita perlu mengampuni diri sendiri agar dapat terus maju. Pengampunan diri (self-forgiveness) adalah salah satu wujud nyata dari cinta diri (self love). Pada akhirnya, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih bahagia.

Jakarta, 24 September 2021

Siska Dewi

Referensi: satu, dua, tiga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun