Ada dua kategori reaksi emosional setelah seseorang melakukan kesalahan, yakni rasa bersalah (atau penyesalan) dan rasa malu.
Rasa bersalah melibatkan perasaan tertekan dan penyesalan yang mendalam atas tindakan seseorang.Â
Rasa malu adalah perasaan negatif yang terfokus pada diri sendiri, bukan pada tindakan yang disesali.
Rasa malu dapat menyebabkan niat merusak diri sendiri dan tidak mengarah kepada perilaku damai. Dalam proses pengampunan diri, rasa malu perlu diatasi terlebih dahulu.
Setelah seseorang berhasil mengatasi rasa malu, dia dapat mengekspresikan penyesalan yang mendalam. Penyesalan ini dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya keinginan untuk melakukan restorasi, yakni perilaku damai terhadap pihak yang terluka.
Ketiga, Restoration (restorasi)
Restorasi adalah langkah aktif memperbaiki hubungan dengan mereka yang disakiti dan komitmen ulang terhadap nilai-nilai yang dirusak oleh pelanggaran.Â
Seseorang yang tidak melalui proses restorasi mungkin berisiko melakukan pelanggaran serupa di masa mendatang. Ambil contoh seorang ayah yang menyalahgunakan alkohol dan secara verbal melecehkan anak-anaknya saat mabuk.
Ayah ini perlu mengatasi penggunaan alkohol dan perilaku kasarnya. Selama dia terus minum dan sebelum dia mampu mengendalikan respons emosionalnya, dia berisiko melecehkan anak-anaknya lagi.
Keempat, Renewal (pembaruan)
Setelah melalui tiga proses di atas, tibalah seseorang pada tahap pengampunan diri yang sejati. Inilah cinta diri. Inilah belas kasih kepada diri sendiri yang telah diperbarui dan nilai-nilai diri yang ditemukan kembali.
Kita perlu mengampuni diri sendiri agar dapat terus maju. Pengampunan diri (self-forgiveness) adalah salah satu wujud nyata dari cinta diri (self love). Pada akhirnya, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih bahagia.
Jakarta, 24 September 2021
Siska Dewi