Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Mengenal 4 Taktik Perundung, Adakah di Lingkungan Kerja Anda?

10 September 2021   21:14 Diperbarui: 12 Mei 2022   22:16 1385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ular berkepala dua (gambar oleh Yoanna Yudith/dokumentasi pribadi)

Pada tanggal 23-25 Januari 2021, Workplace Bullying Institute (WBI) melakukan survei tentang perundungan di tempat kerja di Amerika. Survei diikuti oleh 1.215 responden.

Ini adalah survei ke-5 yang dilakukan WBI. Sebelumnya, WBI melakukan survei tentang hal yang sama pada tahun 2007, 2010, 2014, dan 2017.

WBI mendefinisikan perundungan sebagai perilaku kasar yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap satu atau lebih target oleh satu atau lebih pelaku. 

Perilaku kasar tersebut mencakup antara lain mengintimidasi, mengancam, atau menghina target. 

Hasil survei tahun 2021 menunjukkan 30% responden menjadi target perundungan (meningkat dari 19% pada tahun 2017) dan 19% responden pernah menyaksikan peristiwa perundungan di tempat kerja.

Ada 2 hal menarik dari hasil survei WBI tahun 2021: 

4% responden secara terang-terangan mengaku bahwa dirinya adalah perundung. Sesuatu yang belum pernah terjadi dalam survei-survei sebelumnya. 

40% dari target perundungan adalah manajer. Hal ini mematahkan mitos bahwa umumnya manajer adalah perundung, bukan target.

Melansir situs WBI, ada 4 taktik yang biasa digunakan perundung. Mari kita kupas satu per satu, barangkali kita pernah mengalaminya. Atau, jangan-jangan kita sendiri pernah melakukan keempat taktik ini tanpa kita sadari?

Pertama, the screaming mimi (komunikasi agresif)

Ilustrasi komunikasi agresif (foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels)
Ilustrasi komunikasi agresif (foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels)
WBI mendeskripsikan the screaming mimi  sebagai seseorang yang emosional di luar kendali. 

Seseorang yang suka mengancam dengan teriakan, jeritan, dan kutukan di depan umum. 

Pernahkah Anda menyaksikan seseorang yang berperilaku seperti itu? 

Tidak hanya si target yang ketakutan, semua rekan kerjanya mungkin memilih bungkam karena takut menjadi target berikutnya.

Seorang teman pernah bercerita tentang mantan bosnya yang suka mengambil pose untuk menunjukkan kekuasaan dalam rapat. 

Setiap kali bos mengambil pose demikian, para peserta rapat bertanya-tanya dalam hati tentang siapa yang akan dapat giliran menerima omelan.

Biasanya, ia akan mulai dengan membentuk seulas senyum sinis, lalu meletakkan kakinya di atas meja dan bersandar. Matanya memandang target dengan sorot meremehkan, kemudian dari mulutnya meluncur omelan panjang tentang kegagalan demi kegagalan si target.

Tidak hanya berteriak-teriak atau mengintimidasi dengan bahasa tubuh, komunikasi agresif juga hadir dalam bentuk surel. 

Survei WBI tahun 2021 menunjukkan bahwa kerja jarak jauh tidak lepas dari praktik perundungan.

Sebanyak 43% pekerja jarak jauh mengaku mengalami perundungan. 50% dari mereka mengalami perundungan saat rapat daring dan 9% menerimanya melalui surel.

Kedua, the constant critic (peremehan dan penghinaan)

Ilustrasi the constant critic (Foto oleh yanalya/freepik)
Ilustrasi the constant critic (Foto oleh yanalya/freepik)
Menurut hemat saya, taktik ini hanya dapat diterapkan oleh perundung yang memiliki kekuasaan lebih tinggi. Bisa jadi dia adalah atasan atau senior si target.

Dia mungkin tidak meneriaki Anda di depan umum. Namun, dia terus-menerus meremehkan Anda sehingga Anda mulai meragukan kemampuan Anda.

Dia sangat rewel dan mengkritik hasil kerja Anda secara berlebihan. Anda mungkin merasa bahwa setiap saat dia menggunakan kaca pembesar untuk mencari ketidaksempurnaan Anda.

Dengan konsisten dia dapat menemukan kesalahan Anda meskipun hanya sekecil biji sesawi. Dia tidak pernah memuji keberhasilan Anda dan senang mengingatkan semua kesalahan yang pernah Anda lakukan.

Ketika saya mengundurkan diri dari perusahaan manufaktur lingerie lima belas tahun yang lalu, atasan saya memberikan seuntai kalung mutiara dalam sebuah kotak beludru. Di dalam kotak tersemat sebuah kartu dengan untaian kata yang indah. 

Ilustrasi kalung Mutiara (dokumentasi pribadi)
Ilustrasi kalung Mutiara (dokumentasi pribadi)
Mutiara terbesar yang dimaksud mantan atasan saya adalah pengait yang menyatukan ujung rantai yang satu dengan ujung yang lain. Beliau memandang posisi pengait sebagai titik terkuat.

Pelaku taktik the constant critic melakukan sebaliknya. Ia memandang posisi pengait sebagai titik terlemah. Jika pengait putus, kalung tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Mutiara-mutiara yang membentuk kalung, kemungkinan akan berserakan kembali.

Seorang teman bercerita tentang mantan atasan yang menggunakan ilustrasi pengait sebagai titik terlemah untuk menjatuhkan mentalnya.

Apapun yang aku lakukan, selalu salah di mata dia. Semakin aku berusaha, semakin banyak kesalahanku di mata dia. Menurut dia, ibarat pengait sebuah kalung, aku adalah titik terlemah yang selalu menghancurkan kinerja tim kami.

Racun yang diumpankan sang mantan atasan ditelan habis oleh teman saya. Cukup lama dia bergelut dengan perasaan bahwa dirinya adalah seorang pecundang. Kinerjanya terjun bebas sehingga dia dipecat dari pekerjaannya.

Ketiga, the gatekeeper (memanipulasi dan menahan informasi)

Ilustrasi the gatekeeper (Foto oleh katemangostar/freepik)
Ilustrasi the gatekeeper (Foto oleh katemangostar/freepik)
Taktik ini dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk bawahan Anda. Percayakah Anda bahwa atasan dapat dirundung oleh bawahan? Saya pernah mengalaminya.

Saat itu, saya adalah pendatang baru dan langsung mengisi posisi manajer senior. 

Saya menghabiskan lebih banyak waktu daripada yang seharusnya dalam proses memahami sistem dan prosedur yang berlaku di perusahaan.

Sebagai contoh, beberapa anggota tim memberi tahu saya bahwa ada tiga langkah proses padahal sebenarnya ada lima. Dua langkah yang sengaja disembunyikan adalah langkah-langkah krusial.

Mereka juga sering “lupa” menyertakan saya dalam lingkaran komunikasi melalui surel. 

Pada saat bom hampir meledak, barulah mereka datang kepada saya untuk meminta solusi segera dengan informasi yang sangat terbatas.

Terkadang saya merasa sangat lelah. Butuh kesabaran, waktu, dan energi ekstra untuk mengorek informasi dari mereka agar saya dapat mengambil keputusan dengan tepat.

Namun, hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Seiring berjalannya waktu, beberapa orang mulai berubah. Beberapa yang lain akhirnya mengundurkan diri setelah mereka gagal menjatuhkan mental saya.

Keempat, the two-headed snake (menusuk dari belakang)

Ilustrasi ular berkepala dua (gambar oleh Yoanna Yudith/dokumentasi pribadi)
Ilustrasi ular berkepala dua (gambar oleh Yoanna Yudith/dokumentasi pribadi)
Taktik ini adalah yang paling sulit dideteksi. Di depan Anda, mereka tampil sebagai sahabat yang baik dan selalu mendukung. Di belakang Anda? Mereka mencabik-cabik reputasi Anda.

Sebagai ahli sabotase, mereka bermain sangat cantik. Mereka akan menyampaikan informasi “rahasia” tentang Anda kepada orang-orang yang berpengaruh terhadap perkembangan karier Anda di perusahaan.

Informasi tersebut disampaikan dengan argumentasi yang sangat rasional sehingga penerima informasi menerimanya sebagai sesuatu yang valid. Mereka akan setuju bahwa Anda kurang tangguh, kurang dapat diandalkan, kurang ini, dan kurang itu.

Apapun situasinya, hari-hari Anda di kantor seyogianya tidak diisi dengan komunikasi agresif, peremehan, manipulasi, dan kemunafikan. 

Jika Anda pernah mempraktikkan keempat taktik di atas tanpa Anda sadari, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri.

Jika Anda berada di posisi target, bangkitlah dan lindungilah diri Anda. Upayakan mencari bantuan jika dibutuhkan. Jika upaya Anda menemui jalan buntu, mungkin sudah saatnya Anda mencari pekerjaan baru. 

Jakarta, 10 September 2021

Siska Dewi

Referensi: satu, dua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun