Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Yang Kudu dan Tabu dalam Negosiasi Gaji

29 Agustus 2021   09:04 Diperbarui: 30 Agustus 2021   07:50 1964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi calon karyawan sedang negosiasi gaji (Foto oleh Tima Miroshnichenko dari Pexels) 

Sebagai calon karyawan, apa jawaban Anda saat ditanya tentang ekspektasi gaji? 

Suatu ketika, saya terlibat dalam perekrutan calon Supervisor Akuntansi. Sebuah Curriculum Vitae (CV) yang didesain dengan elegan menarik perhatian saya.

Ternyata isinya tidak kalah mengesankan. Lulusan sebuah universitas ternama dengan prestasi gemilang. Pengalaman hampir satu tahun di sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) papan atas.

Seluruh proses berjalan lancar. Hasil tes teknis sedikit di atas rata-rata pelamar yang lain. Ada catatan dari hasil psikotes yang membuat kening saya berkerut.

Dalam hati saya berdoa semoga ada kesalahan interpretasi. Saya ingin merekrut pemuda ini. Kebutuhan kami cukup mendesak.

Dengan penuh harapan saya masuk ke dalam ruangan wawancara. Seorang pemuda yang tampak energik menyalami saya dengan penuh percaya diri.

Setelah beberapa tanya jawab tentang pengalaman kerjanya, masuklah kami ke topik ekspektasi gaji. Jawabannya mengonfirmasi catatan dari psikolog kami.

Dia menyebut sejumlah rupiah tertentu. Besarannya dua kali lipat anggaran kami untuk posisi yang dilamarnya.

Terus terang saya sampaikan bahwa ekspektasinya di atas anggaran kami. Saya minta dia meyakinkan saya, mengapa dia layak untuk gaji setinggi itu.

“Begini, Bu. Gaji pokok saya memang hanya sejumlah ini, tetapi lembur saya besar. Totalnya sebanyak ini. Saya tidak ingin total penghasilan saya turun.”

“Bukankah salah satu alasanmu pindah karena tidak ingin lembur hingga larut malam? Di sini kami hampir tidak pernah lembur. Ekspektasimu bahkan lebih tinggi dari total penghasilan yang sudah termasuk lembur saat ini.”

“Ya, namanya orang pindah kerja pasti mengharapkan ada peningkatan gaji kan, Bu? Apalagi saya sudah berpengalaman di KAP papan atas.”

Anda pasti dapat membayangkan akhir dari wawancara tersebut. Selesai wawancara, saya mengevaluasi kembali struktur gaji kami. Saya ingin memastikan apakah standar kami memang sudah terlalu rendah.

Saya pelajari salary guide terbaru yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan jasa rekrutmen yang biasa saya jadikan acuan. Saya juga menelepon beberapa orang teman yang bekerja di industri yang sama untuk mendapatkan gambaran harga pasar.

Survei kecil-kecilan itu meyakinkan saya bahwa standar kami masih dalam range. Pemuda itu memang bukan jodoh kami.

Yang kudu dilakukan dalam negosiasi gaji saat wawancara kerja

Berangkat dari pengalaman di atas dan pengalaman lain selama ini, saya mencoba merangkum beberapa hal yang kudu dilakukan dalam negosiasi gaji saat wawancara kerja.

Pertama, lakukan riset untuk mengetahui harga pasar Anda

Penting untuk melakukan riset tentang harga pasar untuk posisi yang Anda lamar. Iklan lowongan kerja yang menyebutkan rentang gaji cukup banyak berseliweran di internet. Anda juga dapat bertanya kepada kerabat atau sahabat.

Pelajari juga persyaratan jabatan. Jika Anda melamar untuk jabatan yang persyaratannya di bawah kualifikasi Anda, bersiaplah untuk menerima gaji di bawah nilai Anda yang sesungguhnya.

Kedua, tunjukkan bahwa fokus Anda bukan pada gaji melainkan pada kontribusi

Ilustrasi wawancara kerja (Foto oleh cottonbro dari Pexels) 
Ilustrasi wawancara kerja (Foto oleh cottonbro dari Pexels) 

Setiap perekrut tahu bahwa Anda bekerja untuk mendapatkan gaji. Tetapi bagaimana dengan kontribusi?

Alih-alih bertanya tentang apa yang perusahaan dapat berikan kepada Anda, berdiskusilah tentang apa yang dapat Anda berikan kepada perusahaan.

Seorang teman saya bercerita bahwa dia pernah melamar untuk posisi Manajer Keuangan di sebuah rumah sakit yang baru dibangun dekat rumahnya. Ada sepuluh kandidat yang ikut psikotes bersama dia.

Selesai psikotes, mereka diminta menunggu. Sepuluh menit kemudian, dia diminta untuk bertemu Manajer HRD.

Mereka berdiskusi tentang pekerjaan dan tantangan dari posisi yang dilamar. Mereka sepakat bahwa teman saya sesungguhnya overqualified untuk posisi tersebut.

Apa yang terjadi? Teman saya ditawari posisi lain yang lebih senior di perusahaan induk yang menaungi rumah sakit tersebut!

Ketiga, pertimbangkan hal-hal lain di luar gaji

Paket remunerasi tidak hanya mencakup gaji. Bagi saya, sangat penting untuk bertanya tentang bagaimana perusahaan memperlakukan pajak penghasilan karyawan, PPh Pasal 21.

Selain itu, bagaimana dengan jamsostek? Apakah perusahaan mengikutsertakan pegawai dalam program BPJS Kesehatan? Apakah ada asuransi kesehatan dan tunjangan pengobatan?

Di awal perjalanan karier, saya selalu tertarik pada kesempatan pelatihan dan pengembangan diri. Bagaimana career path saya di perusahaan ini?

Yang tidak kalah penting, pelajari calon atasan Anda saat wawancara. Bagaimana perasaan Anda terhadapnya? Apakah Anda merasa nyaman jika bekerja dalam tim yang dipimpinnya?

Pada saat sudah menjejakkan kaki di level manajerial, saya juga tertarik mendiskusikan visi, misi, value dan budaya perusahaan. Saya merasa perlu memastikan bahwa nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan selaras dengan nilai-nilai yang saya anut dalam kehidupan saya.

Yang Tabu dilakukan dalam negosiasi gaji saat wawancara kerja

Sekarang, giliran kita membahas hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan dalam negosiasi gaji saat wawancara kerja.

Pertama, jangan bohong

Beberapa kali saya mendapati pelamar yang melebih-lebihkan gaji di perusahaan sebelumnya. Percakapan yang terjadi kurang lebih seperti ini.

Pelamar : Kurang lebih ini yang saya dapat sebulan, Bu.

Saya        : Baiklah. Boleh dirinci?

Pelamar : Gaji pokok segini.

Saya        : Lalu?

Pelamar : Makan siang disediakan perusahaan. Saya hargai segini. Lalu saya kalikan jumlah hari.

Saya        : Lalu?

Pelamar : Asuransi kesehatan, preminya setahun segini. Saya bagi dua belas.

Saya        : Lalu?

Pelamar : Saya tambahkan iuran jamsostek dan iuran BPJS Kesehatan.

Saya        : Lalu?

Pelamar : THR, bonus tahunan, saya totalkan semua dan saya bagi dua belas.

Saya        : Jika diterima, bisa ya, berikan Kartu Peserta Jamsostek ke Bagian HR. Agar kepesertaannya dapat dilanjutkan.

Pelamar : Ah … oh … sebetulnya ….

Saya        : (tersenyum maklum) Tentang bonus tahunan, apakah setiap tahun dapat bonus dan besarannya selalu sama?

Pelamar : (tersenyum malu) Tidak sih, Bu … yang tetap itu THR, sebulan gaji. Kalau bonus, tergantung kinerja perusahaan dan kinerja saya sih, Bu … besarannya berubah-ubah …

Nah ....

Kedua, jangan hanya fokus pada kebutuhan pribadi Anda

Pernah ada pelamar yang menguraikan kebutuhan hidupnya sebelum menyebut besaran ekspektasi gaji. Dia menyebutkan antara lain biaya kontrak rumah, biaya makan untuk dirinya dan ibunya yang janda dan sudah tidak bekerja, dan sederetan kebutuhan lain hingga biaya rekreasi.

Posisi yang dilamarnya adalah Staff GA. Angka yang disebutkan membuat saya geleng-geleng kepala.

Sadarlah, perusahaan bukan yayasan sosial. Setiap perusahaan memiliki struktur gaji dan perlu menjaga harmonisasi. Ada banyak orang lain yang bekerja di perusahaan juga, bukan hanya Anda sendiri.

Alih-alih mengharapkan gaji yang sesuai dengan kebutuhan hidup Anda, sesuaikanlah gaya hidup dengan gaji yang sesuai kualifikasi Anda.

Setelah diterima bekerja, berusahalah untuk meningkatkan kualifikasi Anda agar dapat meraih kesempatan naik gaji bahkan naik jabatan.

Ketiga, jangan takut untuk berkata “tidak”

Bagaimanapun, suatu wawancara kerja tidak harus berakhir dengan ditandatanganinya perjanjian kerja. Negosiasi adalah percakapan yang bertujuan mencapai kesepakatan.

Jika tidak tercapai kesepakatan, katakan “tidak”. Barangkali di luar sana ada lowongan lain yang lebih sesuai untuk Anda. Barangkali di luar sana ada orang lain yang lebih cocok mengisi posisi yang lowong di perusahaan.

Jakarta, 29 Agustus 2021

Siska Dewi

Baca juga: Pengalaman Saya dalam Negosiasi Gaji

Catatan: Artikel ini ditulis khusus untuk Kompasiana (link artikel asli di sini). Penulis tidak pernah memberi izin platform blog lain untuk ikut menayangkannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun